Gwen menghembuskan nafasnya kasar setelah menutup telepon dari Akash. Gadis itu mengipasi wajahnya karena emosinya tertahan. Naila menatap sahabatnya dengan tatapan aneh.
"Kenapa sih? Siapa yang telepon?" Naila menatap sahabatnya dengan tatapan penuh tanya. Gwen kembali menghela nafasnya lalu menatap Naila.
"Ya pria messum itu, sumpah ya. Gue mau makan orang aja rasanya!" Naila menautkan alisnya menatap Gwen yang tampak memijit dahinya.
"Boleh, yang penting bukan gue yang di makan!" jawab Naila enteng sambil memasukkan kentang goreng kedalam mulutnya. Gwen menatap Naila karena ucapannya,
"Gue mau makan Akash aja, terutama gue gigit tuh leher dan kupingnya!" Gwen ngedumel tak jelas sementara Naila menatapnya dengan tatapan aneh.
"Loe mau makan dia atau mau perkosa tuh lakik, jangan sampai loe niat mau makan dia. Tapi dia dulu yang makan loe di ranjang!" Gwen melotot mendengar pemikiran sahabatnya ia melempar tisu kearah Naila yang langsung terkekeh.
"Pemikiran loe absurd banget!" Naila menghela nafasnya sambil terkekeh.
"Yang jelas tidak messum!" jawab Naila bertepatan mobil sport berwarna silver metalik mengkilat menyilaukan siapa saja yang memandang kearahnya. Gwen masih menopang dagunya saat Naila menarik narik lengannya untuk mendekat kearahnya.
"Issh, Naila apaan sih, gue pusing nih!"
"Issh, loe liat dulu itu, pusing loe bakalan hilang, ada cowok keren banget Gwen." Naila celingukan membuat Gwen ikut menatap kearah pandangan Naila. Gwen melotot. Itu Akash, sedang berdiri di depan kampusnya sambil memegang ponselnya. Ponsel Gwen seketika berdering, pria yang sedang menggunakan setelan jas rapi itu tengah duduk bertengger di samping mobil sportnya. Gwen menutup wajahnya dengan tas lalu menatap ponselnya yang terus berdering. Naila menatap Gwen yang terlihat aneh disampingnya.
"Loe kenapa sih? Angkat tuh, bikin bising aja, mengganggu ketenangan gue menikmati anugerah yang Tuhan berikan aja!" Gwen menghela nafasnya ia tidak mengangkat panggilan Akash, membuat pria itu mengedarkan pandangannya lalu melirik jam tangannya. Gwen masih memperhatikan terus gerak gerik pria tersebut dari kejauhan. Naila menatap Gwen aneh, karena gadis itu duduk tak tenang dan selalu menutupi wajahnya.
"Loe kenapa sih Gwen, Ambeien loe?" Gwen menepuk lengan Naila keras membuat gadis itu mengaduh.
"Issh apaan sih Gwen, kok loh malah pukul gue, loe lagi main detektif detektifan?" tanya Naila lagi. Kali ini ponsel Gwen kembali berdering, tentu saja pelakunya adalah Akash. Pria itu masih berada di dekat mobilnya menunggu Gwen hingga mondar mandir.
"Siapa sih Gwen, angkat dong!" gerutu Naila sambil meraih ponsel Gwen. Gwen langsung merebut benda pipih itu menjauhi Naila.
"Jangan di angkat!" ucap Gwen dengan tatapan marah.
"Kenapa? itu siapa? Dept colector?" Gwen memutar bola matanya jengah mendengar ucapan sahabatnya. Mengapa Naila memiliki pikiran buruk yang selalu tertuju padanya. Ponsel Gwen kembali berdering, kali ini dengan cepat Naila meraih ponsel itu lalu menggeser tanda hijau di layar ponsel.
"Hallo Gwen, kamu dimana?"
"Di Cafe, depan kam,_!" Gwen langsung membungkam mulut Naila lalu merebut ponsel itu lagi dan mematikan panggilan itu. Naila melepas paksa tangan Gwen yang masih membungkam mulutnya.
"Itu siapa sih? Suara cowok Gwen, loe punya cem ceman gak bilang bilang gue ya!" Naila menatap Gwen dengan tatapan menuduh. Gwen hanya bisa menghela nafasnya kasar lalu melirik Akash yang tampak melihat kearah cafe yang memang berada di depan kampusnya. Pria itu berjalan kearah cafe itu membuat Gwen berdiri spontan hendak kabur.
"Mampus gue, ayo, buruan pergi dari sini!" ucap Gwen dengan nada memburu karena gugup. Naila tetap duduk tenang tanpa bergeser sedikitpun.
"Mau kemana sih?" sambil melipat lengannya di depan dadaa, Naila menatap Gwen marah.
"Cabut lah, ayo Nai, buruan!" Naila menggeleng dramatis sementara Akash sudah tiba di cafe tersebut mencari seseorang dengan mengedarkan pandangannya. Gwen langsung berjongkok, di balik kursi kursi yang Naila duduki. Gadis itu semangkin tidak mengerti dengan sikap Gwen yang aneh, ia ikut menoleh dan seketika terpukau melihat Akash berjalan kearahnya.
"OMG, Gwen, sumpah demi apa. Ini ada mangsa sexy banget Gwen. Ngapain sih loe di bawah situ!" Gwen tetap tak bersuara, ia menepuk jidatnya, merasa jera karena tak punya teman, dan punya satu satunya tapi begitu aneh.
"Maaf, mau tanya, kenal wanita ini. Namanya Gwen, dia kuliah di Universitas di depan itu!" tunjuk Akash pada gedung bertingkat di depan cafe tersebut. Naila mengerjabkan matanya, beneran ini Gwen temen dia kan? Atau dia cuma mimpi doang, tapi kok nyata banget, Naila melirik lebih jelas lagi foto itu lalu mengangguk patuh. Akash tersenyum kearah Naila, pria itu menyimpan ponselnya kedalam saku jasnya lalu menatap Naila.
"Kalau begitu, dimana saya bisa menemuinya?" Naila mengangkat tangannya, menunjuk kearah bawah di seberang mejanya. Akash tampak bingung, ia mengerutkan dahinya lalu bergeser mencari Gwen disana. Ia cukup terkejut Gwen tengah berjongkok sambil menutupi kepalanya dengan tas yang ia bawa. Akash menahan tawanya lalu menarik tas Gwen menampakkan wajah cemberut Gwen.
"Ayo!" ajak Akash tanpa basa basi.
"Enak aja, gue gak bisa. Gue masih ada kelas!" jawab Gwen ketus sambil berdiri dan duduk di hadapan Naila. Naila melongo hanya menatap Gwen dan Akash bergantian.
"Saya butuh bantuan kamu, ini penting. Saya akan lakukan apapun untuk membalasnya!" Gwen tampak goyah. Ia cukup tergiur dengan tawaran pria ini. Gwen menatap Akash dengan tatapan memicing.
"Oke, tapi anda bisa pegang janji anda kalau saya bisa meminta apapun!" Akash mengangguk, sementara Naila mengerjabkan matanya melihat Gwen sudah berdiri hendak meninggalkannya.
"Eiiittsss, tunggu!" Naila sudah merentangkan tangannya menghentikan jalan Gwen dan Akash. "Gwen, dia ini siapa sih?" Gwen tampak melotot lalu mengkode kepada Naila agar membahasnya nanti.
"Perkenalkan, saya calon suami Gwen!" Naila terkejut, shock, ia ingin pingsan. Tapi benarkah yang pria ini ucapkan jika ia adalah calon suami Gwen, berarti pria ini yang dikatakan Gwen mata keranjang. Naila menatap dari atas hingga kebawah penampilan Akash. Tidak bisa di pungkiri, tentu saja semua wanita mendekatinya, Akash tampan dan keren dan sudah pasti kaya batin Naila.
"Oh, jadi ini Gwen, yang kamu ceritain tadi?" Gwen mengangguk sambil menggaruk kepalanya bingung. Naila tampak menyelidiki penampilan Akash lalu mendekati Gwen.
"Gila, oke juga nih cowok, kalau loe gak mau. Buat gue aja, gue rela deh di mesummin sama dia!" Gwen menatap sahabatnya terkejut.
"Dasar sinting. Udah ayo, buruan, ke buru gue berubah pikiran!" Akash mengikuti langkah Gwen. Sementara Naila tampak melongo menatap kepergian sahabatnya. Gwen masuk kedalam mobil sport itu dan langsung di suguhi dengan wangi maskulin yang membuat hati langsung berbunga bunga ingin memiliki pemilik wangi tersebut. Gwen mengerjabkan matanya lalu menoyor sekilas, mengapa ia malah berpikir aneh.
Akash sudah bersiap menghidupkan mobilnya.
"Banyak pertanyaan yang mau gue tanyakan!" ucap Gwen tanpa melirik pada Akash. Pria itu mengangguk sambil memokuskan pada kemudinya.
"Tanyakan saja!" jawab Akash santai.
"Pertama, loe dapet nomor telepon gue darimana?" Gwen sudah melipat kedua lengannya di dadaa menatap kearah Akash. Pria itu tersenyum miring, lalu melirik Gwen.
"Itu perkara mudah, tinggal memintanya pada orang tuaku, selesai!" Gwen mengangguk mengerti lalu menatap Akash kembali dengan tatapan sinis.
"Kalau foto, loe dapet foto gue dari mana?" kali ini nada bicara Gwen terkesan marah dan kuat. Ia terlihat tidak terima, Akash memiliki fotonya.
"Oh, kalau itu sudah jelas, dari sosial media, itu perkara gampang Gwen, kamu sendiri yang tebarin begitu banyak foto di sosial media kamu!"
"What!" Gwen mengerjabkan matanya. Dari mana Akash tahu alamat sosial media Gwen. "Loe kepoin akun sosmed gue?" tanya Gwen tak percaya.
"Ya, kenapa?" Gwen menatap Akash horor, jangan jangan pria ini tahu kebiasaan, kesukaan dan tempat tempat dimana Gwen sering nongkrong.
"Gila apa? Loe pikir loe siapa? Hah, kenapa sih loe sepertu neror hidup gue!" teriak Gwen tak tenang sambil memegang dahinya.
"Itu perihal wajar, kamu akan menjadi istri saya, dan saya harus tahu kamu lebih jauh lagi!" Gwen sesak nafas, ibunya katakan, ia bisa menolak jika merasa tak cocok. Dan Gwen yakin ia tidak cocok dengan pria aneh ini, fix Gwen mau demo dengan orang tuanya. Mengapa mereka bisa menjodohkan Gwen dengan pria ini.
"Terus kita mau kemana?" Akash tampak melirik jam tangannya. Masih ada waktu untuk datang keacara putrinya. Ia menghela nafasnya lalu tersenyum kearah Gwen. Senyuman yang Gwen lihat seperti sebuah kesialan.
"Saya mau minta tolong denganmu!"
"Ya, apa?" Akash menghela nafasnya lalu menatap Gwen lekat.
"Tolong temani ponakan saya, hari ini ia ada lomba menari, dia ingin menari dengan ibunya tapi tidak ada, jadi saya rasa kamu bisa menemaninya. Sebentar saja. Saya mohon?" pinta Akash dengan raut sendu. Gwen menatap Akash tak mengerti. Mengapa pria ini rela melakukan hal ini kepada ponakannya, sungguh pria yang langkah. Tapi Gwen tetap menolak keras untuk menikahinya, No.
"Dimana orang tuanya?" Akash terbatuk kecil mendengar pertanyaan Gwen. Ia menghela nafasnya, merasa bersalah membohongi status anaknya sendiri.
"Sudah tiada, dia anak dari sepupu saya. Kamu mau membantunya kan?" Gwen menghela nafasnya, mengapa sedih sekali mendengar anak itu sudah yatim piatu dengan usia sekecil itu.
"Oke, dimana? Tapi loe harus janji, penuhi apapun permintaan gue setelah ini!" Akash tampak tersenyum bahagia. Ia mengangguk pasti.
"Kita kesana, mereka sudah menunggu!"
Gwen mengangguk setuju, Akash menambah kecepatan mobilnya menuju taman kanak kanak dimana putrinya berada.
_________________________________