8.Isshy

1164 Words
Gwen sedang berada di sebuah cafe, ia membenamkan wajahnya di atas meja dengan tangan di lipat. Ia masih kesal dengan kedua orang tuanya, yang tega teganya menjodohkan dirinya dengan pria mesuum. Setelah menyelesaikan kelasnya. Gwen duduk di seberang kampus yang terdapat sebuah cafe. Naila tampak masuk kedalam cafe tersebut sesuai yang di minta Gwen untuk datang menemuinya. Meskipun mereka sudah berbeda universitas. Tapi cuma Naila yang nyantol berteman dengan Gwen. "Aduh, panas banget Indonesia Raya, ada apa sih. Loe nyuruh gue datang kemari?" Gwen mengangkat wajahnya menatap sahabatnya yang hanya satu satunya. "Gue lagi kesel nih?" Naila tampak biasa saja mendengar ucapan sahabatnya. "Kesel kenapa?" tanya Naila datar. "Gue di jodohin!" ucap Gwen membuat Naila tersedak minum yang baru saja ia minum. "Gak lucu, jangan bercanda!" Naila kembali menenggak minuman milik Gwen. "Beneran!" ucap Gwen dengan mimik wajah serius. "Ck, kayak jaman Siti Khadijah aja!" Gwrn memutar bola matanya lelah. "Siti Nurbaya, itu mah istri Nabi dodol!" "Oh iya, udah ganti nama rupanya!" Gwen menghembuskan nafasnya lalu kembali meletakkan kepalanya di atas meja. "Ck, gak lucu, gimana nih, gue harus gimana Nai, mana pria itu mesuum lagi!" Gwen menatap sahabatnya yang terlihat santai. "Ya udahlah, terima nasib aja, kan loe gak ada bakat di pendidikan, siapa tahu ada bakat jadi ibu rumah tangga!" Gwen langsung menaikkan alisnya menatap Naila sinis. "Loe kalau ngomong dipikir dong, jangan seenaknya doang, loe mau gue nikah sama pria mesuum. Yang ada pria kayak gitu bakalan suka mendua!" Naila mengangguk mendengar ucapan Gwen. "Iya juga sih, kok gue jadi prihatin Gwen, tampangnya gimana? Dia kaya? Udah nikah? Atau duda beranak?" Gwen melotot menatap sahabatnya. "Loe kalau nanyak satu satu dong!" "Oh iya sorry sorry, yang penting dia single mah!" "Dia single sih, tapi udah tua?" Naila menatap Gwen dengan dahi berkerut. "Tua? Bujang lapuk maksud loe?" Gwen memutar bola matanya jengah. "Gak juga sih, dia super keren, makannya gue bilang cowok itu messum. Tampang nya itu dia buat menaklukkan cewek, tapi gak berlaku buat gue!" "Tampan banget ya?" "Iya!" ucap Gwen spontan menjawab."Eh, bukan, biasa aja!" Naila menatap Gwen aneh. "Gak konsisten loe, tadi bilang tampan banget, sekarang enggak. Seenggak konsisten itu loe sama ucapan. Gimana mau percaya orang tua loe, udah jelas lah mereka jodohin loe, kaya gak tuh cowok?" "Kaya, makan malam aja mereka booking di restoran bintang lima!" "Nah itu, fix, gak usah lanjutin sekolah loe lagi deh, biar jadi Nyonya Sultan aja. Lumayan kagak keluar keringet, cuma banyak banyakin aja service suami!" Gwen memutar bola matanya mendengar ucapan Naila. Bunyi dering ponsel Gwen membuat gadis itu melirik ponselnya yang berada di atas meja. Gadis itu hanya melirik sederet nomor baru disana lalu mengabaikannya. "Siapa tuh, calon suami?" tanya Naila sambil melirik ponsel Gwen. "Bukan, gak ada namanya, males gue!" "Angkat gih, siapa tahu penting!" Gwen melirik kembali ponselnya dan saat ia hendak mengangkat panggilan itu mati. "Dahlah, gak jodoh, udah mati!" jawab Gwen menggerutu. "Loe nya aja yang kelamaan, jadi gimana menurut loe saran gue, jadi istri Sultan." Naila menaik turunkan alisnya. Gwen memasang wajah muak kearah sahabatnya. Ponselnya kembali berdering membuat kedua gadis itu saling melirik satu sama lain. "Nah, loh, jodoh tuh, manggil lagi!" Naila menunjuk ponsel Gwen. Gadis itu langsung mengangkat panggilan yang mengganggunya. "Hallo, siapa nih?" Gwen bertanya dengan nada ketus. "Ini saya, apa saya bisa minta tolong padamu?" Gwen menjauhkan ponselnya. Menatap ponsel itu horor, mengapa suara pria itu muncul di panggilan telepon nya. Apa segini ngenesnya Gwen karena perjodohan itu. Naila tampak bertanya dari tatapan matanya, Gwen hanya menghedikkan pundak bingung. "Saya siapa? Gue gak kenal!" jawab Gwen sangar. "Ini saya, Akash!" Gwen menatap horor ponselnya. Bukan perjodohan saja yang membuatnya semangkin pusing. Kini pria itu juga ikut menerornya lewat ponsel. "Ada apa?" tanya Gwen dengan nada ketus. "Kamu dimana?" Gwen mengerutkan dahinya bingung, mungkinkah Akash sudah mulai membatasi geraknya karena ia sebagai calon istrinya. "Loe gak perlu tahu!" "Gwen, katakan kamu dimana? Saya akan menjemputmu sekarang!" "Hah, dasar pria sinting!" gerutu Gwen. "Universitas Bima Raksa, kamu kuliah disana, bukan?" Gwen melotot mendengar ucapan Akash. Ia menatap Naila yang memasang wajah bingung. "Gilak, loe mau neror gue!" teriak Gwen tidak terima. "Gue kesana sekarang!" panggilan itu terputus, sementara Gwen sudah mengumpati ponselnya dengan sumpah serapah. *** Kalila memandang kearah televisi yang menayangkan sebuah berita infotainment. Ia menatap terpaku pada sosok pria yang berada di dalam televisi tersebut. Pradipta Akasha Rajasa, produser sukses yang melahirkan film film berkualitas memenangkan penghargaan sebagai produser terbaik tahun ini. Kalila meremas pinsil yang sedang ia pegang. Mengapa pria bernama Akash itu sangat mirip dengan Tomi, Kalila meneteskan air matanya. Hatinya berdenyut nyeri, benarkah ia Tomi, pria yang selalu Kalila maki dengan segala kerendahannya karena miskin. Dan selalu melakukan hal yang menurut Kalila sia sia karena hobinya yang hanya suka memotret dan tidak memiliki karier. Kalila terbayang kehidupannya dengan Tomi, dengan semua kelakuan mereka yang menghadirkan seorang putri. Ya putri, dimana putrinya saat ini, mengapa semua orang mengatakan pria bernama Akash itu seorang lajang. Apa pria itu bukan Tomi, mengapa mereka sangat mirip batin Kalila. Ia menekan dadaanya yang terasa sesak. Merindukan sosok sang putri yang bahkan ia tidak pernah melihat bagaimana rupanya. Ia menangis menunduk membasahi desain kertas yang sudah ia gambar di hadapannya. Kalila menyesal, ia ingin melihat putrinya, dimana putrinya dimana Tomi berada. "Tomi maafkan aku!" lirih Kalila dalam isakannya. Nadia masuk membuat Kalila dengan cepat mengapus air matanya. Nadia menatap Kalila dengan dahi berkerut, melirik televisi yang sudah berganti berita. "Ada apa? Kenapa menangis lagi Lila? Sudahlah!" Kalila menunduk ia tidak ingin Nadia tahu betapa terpuruknya hidup diatas penyesalan. "Gue gak nangis karena hal itu kok!" Kalila memaksakan senyum di wajahnya. "Kamu bohong, aku lihat tadi, ada berita tentang pria yang mirip banget dengan Tomi. Namanya Akash, apa Tomi memiliki nama lain?" Kalila menggeleng ia tidak tahu, karena tidak begitu menyukai pria itu. Kalila seakan buta dan tak ingin mencari tahu karena menurutnya tak penting. "Aku gak tahu Nad, sepertinya mereka orang uang beda, Akash itu pria lajang, sedangkan Tomi!" Kalila tak sanggup melanjutkan kata katanya. Ia menatap Nadia dengan tatapan berkaca kaca. "Udah, gak usah di bahas, aku kesini cuma mau kasih tahu, ada tamu di depan, katanya mau booking gaun pertunangan!" Kalila mengangguk merapikan hijabnya yang sedikit berantakan karena menangis. "Bilang aja, lima menit lagi aku keluar!" Nadia mengangguk mengerti. "Kalila!" panggil Nadia membuat gadis cantik itu menoleh. "Ya?" "Kamu masih sayang sama Tomi?" pertanyaan itu. Mengapa pertanyaan itu membuat hatinya sakit, meskipun ia mencintai Tomi seperti yang ibunya katakan. Jika ia sebenarnya mencintai Tomi, hanya karena ia tidak menyadari hal itu karena obsesinya terhadap Ayaz. Kalila tersenyum menatap kearah Nadia. "Dia punya tempat tersendiri di hati aku Nad, sudahlah jangan membahas ini lagi!" Nadia mengangguk, wanita itu keluar lebih dulu. Kalila terduduk di kursinya. memijit dahinya, mengapa setelah acara pernikahannya semangkin dekat. Ia malah selalu memikirkan Tomi, dimana pria itu, dimana putrinya, seperti apa wajahnya lebih seperti Kalila atau Tomi. Lagi lagi matanya berkaca kaca, "Sayang, maafkan Mama!" lirih Kalila dalam diamnya. _____________________________ See you Next Monday Guyyyssss
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD