Klimaks

831 Words
Katarina dan Mikail duduk di sofa berbeda, tapi terpaku pada meja yang sama dimana dokumen berserakan. Penawaran kerjasama ini besar, tapi mereka harus berhati-hati apalagi mereka meminta jawaban dalam waktu cepat sebelum menawarkan pada orang lain. “Aku pikir, kita perlu menegosiasikan ulang beberapa syarat. Termasuk memperpanjang waktu untuk uji klinis dan meminta tim riset independen untuk melakukan audit. Jika mereka setuju dengan kondisi itu, maka kita bisa melanjutkan. Jika tidak, kita bisa menunda tanpa terlihat menolak,” ucap Katarina yang hanya ditanggapi anggukan oleh Mikail. “Lalu bagaimana dengan daerahnya? Keluargamu berasal dari tanah itu bukan?” Mikail menoleh ketika tidak mendapatkan jawaban. “Kenapa?” “Sudah larut malam, aku butuh penyegaran. Boleh aku buka kulkas itu?” “Buka saja,” ucap Mikail kembali focus pada pekerjaannya. “Kita harus selesaikan malam ini. Mereka menuntut jawaban besok.” “Kenapa banyak minuman manis disini? Aku dengar kau tidak menyukainya.” “Alaya yang suka.” Katarina tersenyum miris. “Kau ingin minum? Mau ambilkan?” “Soda,” jawabnya singkat. Katarina dengan rasa sakit hati, dibutakan oleh rasa benci dan ingin memiliki itu membuka kaleng soda untuk Mikail dan diam-diam memasukan cairan perangsang. Tidak peduli bagaimana akhirnya nanti, dia ingin Alaya merasakan apa yang dia rasakan. Dia benci perempuan pirang yang sok polos dimatanya. “Aku membukakannya untukmu.” Mikail hanya meliriknya sekilas sebelum meminum, membuat Katarina duduk dengan tenang dan senyuman. Sungguh, Mikail adalah pria paling tampan yang pernah Katarina lihat, dia ingin memiliki pria itu. “Aku akan berusaha berkontribusi pada keluarga Zhukov, tapi aku tidak tenang jika melihat kekasihmu berkeliaran bahkan kamar kita berhadapan, aku ti-” “Berhenti membahas itu, aku bilang tidak akan ada yang berubah, Katarina.” Mikail menatap tajam. “Nikmati saja peranmu, dan semua harta yang Zhukov berikan pada keluargamu.” Menelan salivanya kasar, Katarina merasa ini adalah hal yang benar. Melihat bagaimana Mikail meminum soda tersebut sampai habis. Hanya tinggal menunggu reaksi, dan ketika Katarina membaca kegelisahan Mikail, dia pun melangkah pada step selanjutnya. “Kenapa kau membuka pakaianmu?” “Aku gerah dan tidak nyaman memakai gaun terus, kau tidak mengizinkanku mengganti baju dulu.” Mikail menatap tajam bagaimana Katarina membuka pakaiannya menyisakan dalaman saja. “Apa kau tidak malu?” “Tidak, kau suamiku.” Mikail tertawa hambar. “Lagipula kau tidak akan tertarik bukan?” “Tentu saja tidak.” Mikail mencoba untuk focus pada pekerjaannya, tapi semakin lama dirinya semakin tidak focus. Perasaan gelisah menghampiri, panas ditubuhnya mengganggu hingga Mikail meraih botol anggur. Namun bukannya membantu, itu semakin membuat sesuatu dalam dirinya bangun, kepalanya kini pening. Mikail berdiri tiba-tiba. “Kau mau kemana?” Pertanyaan Katarina diabaikan, Mikail hendak pergi menemui Alaya, tapi pintunya tiba-tiba saja tidak bisa dibuka. “s**t!” Mikail semakin tidak bisa mengontrol dirinya, sesak dicelana semakin besar, terlebih alkohol yang kini membuat pikirannya setengah tidak waras. “Ada apa?” Katarina mendekat. “Kau… baik-baik saja?” “Jangan mendekat.” “Lehermu merah. Astaga, Mikail. Apa yang terjadi?” “Kubilang jangan sentuh aku!” Mikail menyentak lengan Katarina yang hendak menyentuhnya, membuat perempuan itu jatuh hingga dalaman gaunnya terangkat dan memperlihatkan pahanya yang mulus. “Kau merencanakan ini kan?” “Apa maksudmu?” “Katarina, akan aku berikan apa yang kau mau.” Mikail mengatakan itu diambang kesadaran, gairahnya tersulut melihat paha yang begitu mulus dengan leher yang jenjang. “Mendekat!” sambil menarik kaki Katarina hingga jeritan terdengar nyaring. “Mikail, kau mau apa?! Mikail, berhenti!” Memang ini yang diinginkan Katarina, tapi siapa yang mau diperlakukan dengan kasar. Setidaknya, Katarina ingin menikmatinya. Namu bagaimana bisa saat gaunnya disingkab, celana diturunkan paksa. Menyebabkan jeritan kesakitan sampai air mata Katarina menetes, sementara Mikail memejamkan matanya kuat merasakan begitu nikmat. Kewarasan benar-benar mengambil alih Mikail. Yang dia kejar hanya kenikmatan. “Ahhh! Jangan! Kumohon Jangan! Ahhh!” Saat Mikail menundukan tubuhnya dengan kedua kaki Katarina di bahunya, itu membuat Katarina merasakan sesak. Rasa sakit itu kini terasa aneh, menggelitik perutnya apalagi saat Mikail mencengkram pipinya dan menyuruhnya menjulurkan lidah hingga pria itu bisa menciumnya. Disisi lain, Polina menghela napas lega setelah beberapa saat mendengar teriakan kesakitan sang majikan. Kini sudah digantikan dengan desahan penuh kenikmatan. Iya, dirinya yang membuat pintu terkunci, supaya Katarina memiliki Mikail malam ini. Suara langkah di koridor menuju arahnya membuat Polina menoleh, dia tersenyum kecil melihat kedatangan Alaya yang tampak ragu-ragu. “Aku… ingin menemui Yang Mulia. Dia janji akan datang sebelum jam 2, ini sudah lewat.” “Ahhhh! Shhhh! Mikail berhenti sebentar! Ahhh!” Suara dari ruang kerja terdengar sangat jelas, membuat Polina tersenyum. “Pengantin baru memang seperti itu ya? Mungkin kau harus kembali saja, mereka sedang sibuk.” Polina tersenyum puas melihat Alaya yang kembali dengan air mata terus menetes dan tangan mengepal. Dan Katarina juga puas, rasa sakit itu berangsur menjadi rasa nikmat. Meskipun Mikail tetap memperlakukannya kasar, layaknya mainan. Entah yang keberapa kali, Mikail tidak berhenti. “Sial! Aku tidak bisa berhenti,” ucap pria itu disela kegiatannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD