Devon ternganga berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Dia tak menyangka jika Denzel akan berkata seperti itu pada sekretarisnya. Apa yang akan Devi katakan perihal dirinya seandainya semua rahasia nya selama ini terbongkar.
Devon melotot menatap Devi. Karena perempuan itu juga sedang menatapnya penuh tanya.
"Pak Devon ... sunggguh saya tidak paham dengan apa yang dikatakan teman lelaki anda tadi ?"
"Apa maksud perkataanmu, Devi ?"
Mata Devi menyipit menatap Devon penuh selidik. "Apa lelaki tadi pacar anda Pak Devon?" pertanyaan yang terlontar dari mulut Devi begitu saja.
Sial, kenapa Devi harus mengetahui rahasianya. "Kau ini bicara apa? Sudahlah. Jangan berprasangka yang tidak-tidak terhadapku."
Devi nyengir lalu menatap Devon yang kini sudah membanting pintu dan menghilang dari hadapan nya.
Devon menjatuhkan tubuhnya di atas kursi kerja. Menyandarkan punggung nya dengan tangan memijit pelipisnya. Akhir-akhir ini Denzel sangat sensitif sekali dan mudah tersulut emosi dengan hal-hal kecil. Mungkin karena beberapa bulan terakhir keduanya sama-sama disibukan oleh pekerjaan masing - masing sehingga menyebabkan kurangnya intensitas pertemuan keduanya.
Tapi, tak seharusnya Denzel menunduhnya yang bukan-bukan tentang nya juga Devi. Dipejamkan matanya, memikirkan seandainya Devi memang berpikiran bahwa ia dan Denzel memang menjalin hubungan. Mau ditaruh dimana mukanya? Apalagi jika sampai Devi membocorkan hal ini pada Darco. Pastilah Darco akan semakin menertawakan nya. Karena dia lah Devon menjadi seperti ini. Menurut Devon, Darco telah berhasil menghancurkan hidupnya dan Devon tak akan lagi membiarkan Darco semena-mena padanya juga pada mama.
Devon, lelaki itu lagi-lagi menerawang. Andai benar Devi menceritakan hal ini pada Darco, lalu Darco mengatakan pada Mamanya. Apa yang akan terjadi?
Tidak. Tidak boleh ada orang terdekatnya yang mengetahui hubungan menyimpang yang selama ini ia lakukan. Tidak boleh. Devon tak akan bisa membuat mamanya kecewa. Di negara ini, hubungan sesama jenis merupakan salah satu tindakan yang di tentang karena dianggap tabu. Hubungan sesama jenis yang membuat sebagian orang terkesan memalukan. Padahal, mereka tidak tahu saja jika hubungan menyimpang itu terkadang bisa memberikan kenyamanan.
Dalam masyarakat dan dalam agama, akan ditentang habis-habisan jika kedapatan hubungan sesama jenis. Akan menjadi hinaan orang, dan itu bisa saja membuat aib keluarga. Astaga! Devon sungguh dilema sekarang. Apa yang akan dia lakukan .
Hidupnya sungguh rumit. Darco, Devi, Diana, Denzel. Orang-orang yang sangat berpengaruh dalam keseharian nya. Bisakah dia memilih untuk melakukan hal terbaik apa yang harus dia lakukan.
***
Sebenarnya Devon enggan kembali ke rumah kedua orang tuanya. Tapi telpon dari sang mama yang memintanya untuk datang tak mungkin bisa Devon tolak. Menurut sang mama, Devon hanya perlu datang untuk makan malam bersama.
Benar saja, saat ia datang, Mama Diana sudah menyiapkan banyak makanan di atas meja makan.
"Dev ... Kau sudah datang rupanya?" sambutan sang mama kala Devon baru saja tiba.
Devon mencium kedua pipi Diana lalu merangkul bahu wanita yang telah melahirkan nya itu. Membawanya menuju ruang makan.
"Kita tunggu papa. Sebentar lagi pasti papa akan turun. Masih mandi di dalam kamar," ucap mamanya tanpa Devon bertanya.
Tumben sekali papanya sudah pulang ke rumah. Biasanya sang papa akan berpetualang. Ah, masa bodoh dengan lelaki tua sialan itu.
Devon sudah duduk di salah satu kursi berdampingan bersama Diana. Tak lama berselang, Darco datang menghampiri keduanya. Menarik kursi sambil berdehem. Menarik perhatian Devon yang sedang mengobrol bersama Diana.
"Kau datang juga, Dev?" tanya Darco dan Devon tak berniat menjawab.
Mereka bertiga memilih makan dalam diam. Devon terlalu malas berkata - kata di hadapan Darco. Sementara Darco juga tak banyak kata yang ia lontarkan. Darco sebenarnya takut jika Devon bercerita banyak hal pada Diana.
Hanya Diana yang sibuk menawari makanan ini dan itu pada Devon dan juga Darco.
Selesai makan Devon terburu-buru ingin segera meninggalkan rumah kedua orang tuanya. Tapi Diana menahan nya.
"Dev ... Kenapa harus terburu - buru. Toh kamu juga tak ada istri yang sedang menunggumu bukan? Jadi, tinggal lah disini lebih lama lagi agar kerinduan mama bisa terobati."
"Kenapa mama membicarakan mengenai istri. Meski tak ada istri yang menungguku, tapi ada pekerjaan yang harus segera aku selesaikan."
"Kau ini selalu pekerjaan dan pekerjaan. Kapan kau akan berpikir menikah, Dev? Ingat Dev, usiamu ini sudah tiga puluh lima tahun. Menjelang kepala empat dan kau masih saja menyendiri. Menikahlah Dev!" pinta sang mama.
"Ma! Stop membicarakan tentang pernikahan. Aku tak tertarik sama sekali dengan hal itu."
Jawaban Devon yang ambigu membuat Diana mengernyit sampai kedua alisnya saling bertaut.
"Apa maksudnya tidak tertarik? Kau tak tertarik dengan perempuan atau kau tak tertarik menikah?"
Pertanyaan yang sangat memojokkan Devon, karena jujur jika Devon sana sekali tak tertarik pada keduanya. Devon tak tertarik pada perempuan juga tak tertarik untuk menikah.
"Kenapa kau diam Dev?" tanya Diana lagi.
"Devon....!" suara berat Darco membuat Devon menoleh menatap sang papa.
"Jika kau tak bisa mencari istri sendiri, papa dan mama siap untuk mencarikannya. Bagaimana?" tawar Darco kemudian yang justru membuat rahang Devon mengeras.
Huh ...enak saja lelaki tua itu bicara. Dari nada bicara yang Devon tangkap, Darco dengan terang - terangan meragukan nya atau bahkan mengejeknya, mungkin. Disaat Darco sering bergonta ganti pasangan, akan tetapi Devon tak sekalipun pernah membawa perempuan. Semakin bertambah kekesalan Devon pada Darco.
"Betul itu, Dev. Sejak dulu bukankah mama sering berniat mengenalkan mu pada anak perempuan sahabat mama. Tapi kau selalu menolaknya. Sekarang apalagi alasanmu seandainya kau menolak lagi jika mama dan papa ingin menjodohkanmu."
"Sudahlah, Ma. Berhenti membahas hal itu. Lebih baik aku pulang sekarang."
Devon sudah beranjak berdiri lalu meninggalkan keduanya. Tanpa Devon sadari jika Darco mengikuti nya dari belakang.
"Dev...! Tunggu....!" Devon terkejut dengan panggilan Darco. Menghentikan langkahnya lalu berbalik. Menatap Darco penuh kebencian.
"Papa ingin bertanya sesuatu padamu?"
Devon masih diam membisu.
" Apa benar jika kau lebih senang berkencan dengan sesama lelaki daripada menjalin hubungan dengan seorang perempuan ?"
Hei...! pertanyaan macam apa yang Darco lontarkan. Devon sudah mengumpat berkali - kali dalam hatinya mendengar kata yang terlontar dari mulut Darco.
Helaan nafas keluar dari mulut Darco. "Jadi benar apa yang Devi sampaikan, jika kau memang menjalin hubungan dengan teman lelakimu?" Darco menggelengkan kepalanya.
"Sungguh papa tak habis pikir padamu. Apa enaknya berkencan dengan pria, jika berkencan dengan wanita jauh lebih nikmat rasanya. Sekali- kali kau harus mencoba nya dan papa yakin kau akan menyesal karena selama ini telah mengabaikan untuk menikah dengan ... Wanita."
Setelah mengejek putranya, Darco begitu saja berlalu meninggalkan Devon dan masuk kembali ke dalam rumah. Sementara Devon tanpa dia sadari jika kedua tangan nya sudah terkepal menahan amarah yang ingin sekali meledak saat ini juga.