DEVON 1 - Tentang mereka
" Selamat pagi, Pak." sapa beberapa karyawan yang kebetulan berpapasan dengan nya. Aura yang Devon pancarkan sanggup mengintimidasi semua karyawan nya.
Devon Jurg , lelaki berusia tiga puluh lima tahun pemilik perusahaan yang bergerak di bidang prperty. Lelaki dingin yang tak banyak bicara sehingga sangat disegani oleh para karyawan nya.
Dengan langkah tegap dan mantap, Devon memasuki ruang kerjanya, diikuti oleh seorang wanita cantik dengan baju kerja yang rapi dan seksi. Dialah Devita, sekretaris Devon sejak dua bulan lalu.
" Apa saja jadwal ku hari ini." tanya Devon tanpa menoleh sedikit pun pada wanita cantik yang ada di belakangnya.
Pria itu menuju kursi kebesaran dan mendaratkan pantatnya disana. Ponsel yang sedari tadi berada di genggaman tangan, diletakkan begitu saja di atas meja.
Dihadapannya ada Devi yang sedang membuka ipad mengecek beberapa jadwal atasan nya ini.
" Pak Devon, jam sepuluh pagi ini anda ada jadwal meeting dengan klien kita dari Singapura. Lalu ada jamuan lunch dari PT. Arabia, selanjutnya jam tiga sore anda ada aja jadwal golf dengan Bapak Sancaka. Dan malamnya ada undangan untuk menghadiri party anniversary dari perusahaan Ramono Group. "
Setelah membacakan jadwal Devon selama satu hari ini, Devi mengambil nafas dalam. Lalu dia menatap Devon yang justru pria itu sedang fokus pada ponsel di tangan nya.
Bukan nya ponsel itu tadi sudah diletak kan di atas meja, kenapa sudah berpindah lagi di tangan Pak Devon. Gerutu Devi yang hanya bisa gadis itu suarakan di dalam hatinya.
" Kosongkan jadwalku malam ini." ucap Devon datar dengan suara berat dan tegas.
" Malam ini? Tapi pak...." protes Devi.
" Aku ada urusan." Devon segera menyela protes sang sekretaris.
" Eum, saya mohon maaf Pak. Tapi, acara nanti malam harus anda hadiri. Karena di acara tersebut pasti akan banyak sekali para pengusaha yang datang di acara Ramono Group."
" Lalu? "
" Apa anda yakin akan melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan mereka. Yang saya tahu mungkin saja akan membawa banyak keuntungan untuk perusahaan . "
Devon berpikir sejenak, apa yang dikatakan Devi memang benar adanya. Wanita itu terkadang terlalu pintar jika hanya untuk sekedar menjadi seorang sekretaris. Karena jiwa bisnisnya sangat jelas kentara. Ramono adalah salah satu pengusaha sukses dan kaya raya. Sudah barang tentu tamu yang beliau undang bukan lah tamu sembarangan. Di acara anniversary perusahaan besarnya, akan banyak pengusaha yang turut hadir disana. Dan di tempat itulah biasanya Devon akan banyak meraup keuntungan dengan mengadakan perjanjian kerja ataupun bertukar info mengenai proyek baru yang sedang di rilis dengan para pengusaha yang ia jumpai disana.
Perusahaan milik Devon ini bergerak di bidang bisnis property. Dia akan banyak berhubungan dengan banyak perusahaan tak hanya dari dalam negeri tapi juga luar negeri.
" Devi, seperti nya aku membutuhkan bantuanmu malam ini." ucap Devon tiba-tiba. Jelas saja dia tidak ingin kehilangan kesempatan emas dalam acara nanti malam.
Tapi, Devon sudah terlanjur berjanji dengan kekasihnya jika malam ini mereka akan bertemu. Sudah lebih dari satu minggu mereka tak bertemu dan Devon yang sudah terlanjur merindukan kekasihnya tak akan mungkin juga melewatkan kesempatan untuk dapat menghabiskan malam berdua.
" Maaf Pak Devon. Maksud Bapak bantuan apa ya?" tanya Devi tak mengerti.
Gadis itu baru dua bulan bekerja pada Devon. Dan selama dua bulan ini, Devi berusaha mengerti tentang Devon yang sialnya hingga detik ini Devi belum menemukan beberapa fakta mengejutkan dari seorang Devon.
" Gantikan aku untuk menghadiri acara di Ramono Group."
" Apa? Saya Pak?" Devi menunjuk dirinya dengan jari telujuknya .
" Ya."
" Maaf Pak, saya tidak bisa." Devi segera menolaknya.
" Hei kau ini sekretarisku. Jika aku sedang membutuhkan bantuan mu, kau harus membantuku."
" Lalu, apa yang bisa saya lakukan untuk membantu Bapak dengan menghadiri acara tersebut. Bahkan saya tak mengenal satu orang pun dan jika saya boleh tahu apa keuntungan nya buat bapak jika sayalah yang datang mewakili bapak untuk menghadiri acara tersebut. "
Devon meraup wajahnya, terkadang Devi ini akan pandai bicara, seperti sekarang ini.
" Dengarkan aku. Ini acara besar dan aku tidak ingin mencoreng nama baik ku sendiri dengan tidak menghadiri acara tersebut. Kau paham tidak? "
" Maaf Pak, saya kurang paham. Eum.. Jikalaupun saya datang, disana tidak akan ada yang mengenali saya. Dan saya tidak akan sama seperti pak Devon jika menghadiri acara seperti itu pasti pulang tidak dengan tangan kosong."
Iya, Devi masih ngotot, karena menurutnya hanya Devon yang pantas menghadiri acara tersebut. Acara yang pasti dihadiri para pengusaha yang sudah barang tentu dikenal luas oleh Devon. Dari acara itu juga Devon akan bisa banyak tahu tentang info terkini seputar dunia bisnis. Sementara itu, jika dirinya yang menghadiri, Devi yakin tak akan mendapatkan hasil apa-apa karena Devi juga tak mengerti dunia bisnis yang digeluti bosnya.
" Dengar Devi ! Kau hanya perlu datang dan isi buku tamu nya. Berdiam diri disana untuk sementara hingga aku datang. Akan kuusahakan untuk bisa datang secepatnya setelah aku menemui kekasihku. Dan kau harus mewakiliku untuk sementara waktu. Dengarkan apa saja yang bisa kau dengar di acara itu, simpan baik baik di memori otakmu. Selanjutnya laporkan padaku apa saja yang kau ketahui dari acara itu. "
Devi sudah membuka mulutnya ingin bicara tapi devon sudah mengulurkan telapak tangan nya.
" Tidak ada bantahan dan penolakan. Lakukan saja apa yang kuminta. " sisi Arogan Devon mulai diperlihatkan pada Devi, sekretarisnya yang menurut Devon selalu saja berani membantah ucapan nya.
Sekujur tubuh Devi terasa lemas. Bos nya tak bisa dibantah lagi. Devi sangat paham aka hal itu. Dua bulan bekerja bersama Devon, menjadikan Devi hafal dengan semua sikap Devon kepada para karyawan nya.
" Baiklah jika seperti itu pak. Eum... apa adalagi yang anda butuhkan dari saya."
" Tidak ada."
" Baiklah kalau seperti itu, saya permisi dulu. "
Devi sudah berbalik badan dan bersiap melangkah keluar ruangan, akan tetapi perkataan Devon membuat langkah Devi terhenti.
" Jangan lagi kau bersikap jalang jika masih ingin bekerja disini. Berapa kali harus aku katakan. Pakailah pakaian yang rapi dan jangan memakai pakaian seksi jika berada disini. "
Devon mampu melihat wajah Devi yang memerah. Mungkin saja sekretarisnya itu marah karena teguran nya. Devon tak peduli karena baginya Devi ini terlalu berani. Hampir setiap hari selalu memakai pakaian kerja yang mampu membuat lelaki selalu menatap pada wanita itu. Dan Devon tidak suka melihatnya. Bagi Devon, kantornya ini bukan ajang foto model atau apapun dan semua karawan nya harus patuh pada apa yang ia perintahkan, termasuk di dalam nya mengenai kesopanan dalam cara berpakaian.