WCC 5 – Jati Diri Bos Misterius

1268 Words
Kekepun bergegas pergi ke kantor. Semakin lama berada di rumah, Keke merasa semakin berpeluang untuk mendapatkan banyak pertanyaan dari kedua orang tuanya. Dia tentu tidak mau bila hal itu terjadi.  Keke benar-benar tidak siap menerima banyak pertanyaan. Sesampainya di kantor, Lusi menghampiri Keke.   “Keke, kamu dari mana saja?” tanya Lusi.   “Aku tidak dari mana-mana.” tanya Keke.   “Asal kamu tahu ya, Mama sama Papa kamu itu kemarin sempat ingin melaporkan kehilanganmu ke polisi.” kata Lusi.   “Hah? Lalu?” tanya Keke.   “Ya tidak jadi, karena aku mengatakan pada mereka akan kemungkinan kalau kamu main ke rumah temanmu yang lain.” kata Lusi.   “Harusnya kamu biarkan saja orang tuaku melapor.” sahut Keke sambil mengerucutkan bibirnya. Dia sedikit protes atas tindakan Lusi.   “Lho, memang kamu betul-betul diculik?” tanya Lusi.   Keke refleks mengangguk. Bayangan bagaimana dia diculik kembali terngiang-ngiang di kepalanya.   “Hah? Diculik?” tanya Lusi panik.   Keke yang tersadar kalau dirinya kelepasan bicara langsung memutar otak untuk memutar balikkan fakta.  Keke mulai mencari Alibi untuk menutupi kebohongannya.   “Maksudku, aku bermain ke rumah temanku. Sepertinya karena aku kurang tidur jadi aku mengatakan hal-hal yang melantur. Maafkan aku ya?” kata Keke sambil memaksakan terkekeh.   Lusi mengangguk percaya pada Keke. Lusi sudah berkawan dengan Keke sejak kecil, jadi Lusi tahu tabiat Keke yang suka melakukan hal-hal aneh menyebalkan.   Diam-diam Keke merasa kesal karena Lusi percaya begitu saja pada kata-katanya, sama persis dengan kedua orang tuanya yang mempercayai kebohongannya begitu mudah,   Keke rasanya ingin menangis bila memikirkan apa yang terjadi pada dirinya kemarin. Kejadian yang sungguh dia ingin lupakan seumur hidup. Terlebih bayangan menjijikan saat dia menjilat wajah Iblis juga terus mengambil tempat di pikirannya.    “Oiya, kamu di panggil Pak Danu di ruangannya.” kata Lusi. Suara Lusi berhasil membawa Keke ke alam sadar.   Keke yang mendengar nama pujaan hatinya disebut, buru-buru bersemangat. Raut wajahnya kini berubah bersinar. Keceriaannya kembali. Tidak murung seperti beberapa detik yang lalu.   Keke mengulurkan tangannya pada Lusi.   “Apa?” tanya Lusi tak mengerti apa yang dimaksud oleh Keke.   “Aku tidak bawa lipstick. Tolong pinjami aku.” kata Keke sambil nyengir kuda.   “Kamu ini, tidak ada habis-habisnya merepotkan aku.” kata Lusi, sambil bersungut-sungut.   Meski sambil bersungut-sungut, Lusi tetap memenuhi permintaan Keke. Diapun merogoh kantong roknya mengambil lipstick, dan memberikan lipstick-nya pada Keke. Keke cepat mengambilnya.   Keke mengambil ponselnya lalu mulai menggunakan ponselnya sebagai kaca.   “Ya ampun, Keke, apa susahnya sih ke kamar mandi?” tanya Lusi.   “Susah sekali.” kata Keke terkekeh.   “Apa kamu tidak malu melihat orang-orang yang terus mengarahkan pandangannya kepada kamu?” tanya Lusi.   “Rasanya urat maluku sudah putus bila berkaitan dengan Kak Danu.” kata Keke.   Lusi menggeleng, heran dengan tingkah temannya yang masih kekanak-kanakkan dan belum berubah  dewasa sama sekali.   “Sudah ah, aku ke Kak Danu terlebih dahulu. Ini, terima kasih ya.” kata Keke, sambil memberikan lipstick itu ke tangan Lusi.   Kekepun langsung melesat menuju ruangan Danu.   Sebelum memasuki ruangan, Keke berinisiatif untuk merapikan pakaiannya tepat di depan pintu masuk ruangan. Baru saja Keke memegang bajunya bagian bawah, pintu ruangan Danu terbuka. Dan menampilkan Danu dengan wajah marah di sana. Danu mengamati tangan Keke, Keke buru-buru melepaskan tangannya dari baju.   “Hai, Kak Danu!” sapa Keke dengan penuh semangat.   “Ck, kamu itu manusia atau siput sih, lama sekali!” gerutu Danu.   “Apa kamu merindukanku, Kak?” tanya Keke dengan mata berbinar-binar.   “Tidak.” seru Danu.   “Coba kulihat wajahmu, Kak.” kata Keke menghampiri Danu.   Danu yang merasa terancam langsung mempercepat langkah untuk menghindari Keke. Danu benar-benar tidak ingin di dekati Keke yang sudah di cap sebagai hama di hidupnya.   “Jangan mendekat!” seru Danu.   “Kau pasti ingin aku kejar kan, Kak? Aku datang..” kata keke berlari sambil merentangkan tangannya. Dia terlihat seperti seseorang yang siap untuk menangkap Danu.   “Demi Tuhan! Jangan mendekat atau aku akan menyeretmu keluar sekarang juga!” seru Danu marah.   Tanpa memperdikan apa yang dikatakan oleh Danu, Keke terus maju menghampirinya. Namun, tiba-tiba sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Keke yang ceroboh tidak melihat ada meja di depannya pun terpentok meja.   TOKK!   “Aw!” ringis Keke.   Keke tidak mengaja terpentok meja. Tidak keras memang namun lebam di lutut Keke akibat penculikan itu masih memar berwarna ungu jadi pentokan yang seperti tidak berefek tetaplah berefek dahsyat.   Karena merasakan sakit pada lututnya, Kekepun duduk, lalu menarik roknya ke atas sedikit agar bisa melihat lututnya. Dan benar saja, Keke mendapati lututnya berwarna semakin memar, ungu pekat. Perih sekali. Kekepun menekuk lututnya agar bisa lebih jelas melihat lebamnya.   “Ekhm!" Danu berdehem melirik Keke. Keke mendongak ke arah Danu tidak mengerti apa arti deheman itu. "Nih pakai!” seru Danu. Dia melemparkan jasnya ke atas rok Keke yang terbuka.   Keke tidak mengerti maksud dari Danu yang melemparkan jasnya padanya. Dia hanya diam melongo. Danu mengepalkan tangan lalu berbalik.    “Berdirilah, ada yang ingin saya tanyakan.” katanya, sambil berjalan ke meja kerjanya.   Kekepun berdiri, lalu membetulkan roknya. Tak lupa, Keke juga membawa jas Danu lalu mendekati Sang Pemilik. Meski berjalan sedikit tertatih, Danu tetap tidak berniat untuk membantu Keke. Keke sedikit kecewa karena di dalam bayangannya, Danu akan membantunya berdiri, bahkan menggendongnya ala bridal seperti yang sering diceritakan dalam n****+-novelnya.   “Ada apa, Kak Danu mencariku?” tanya Keke, sambil memasang wajah terimutnya. Danu memutar bola mata, malas melihat Keke yang kembali berubah menjadi centil.   Danu melirik leher Keke. Keke melotot salah tingkah. Dia berpikir kalau bedak yang dia gunakan untuk menyamarkan tanda merah di lehernya itu luntur.   “E, Kak Danu. Begini, aku.. aku..” Keke mencoba menjelaskan dengan susah payah.   “Setebal apapun kau menutupinya, aku sudah melihatnya dengan jelas.” ujar Danu, dingin dan menusuk.   Deg!   Seperti ada tamparan keras hinggap pada diri Keke. Keke mulai menerka-nerka maksud Danu yang terlihat sangat mengerti apa yang terjadi pada leher naasnya itu.   “M-Maksud Kak Danu apa?” tanya Keke. Sambil tersenyum pura-pura tak mengerti. Dia berdoa agar maksud Danu bukanlah seperti yang ada di pikirannya.   Danu menatap sinis Keke. Dia tentu tahu gelagat orang yang sedang berbohong, apalagi gelagat Keke yang tidak pandai berbohong begitu terbaca jelas di matanya. Bola mata Keke kini ke kanan dan ke kiri, tangannya tanpa sadar terus memegangi leher, seakan menyembunyikan tanda merah itu.   “Jadi, kau hilang karena bermain dengan laki-laki?” tanya Danu tajam.   “Apa maksud Kak Danu? Aku tidak pernah bermain dengan laki-laki. Aku hanya mencintaimu, sungguh.” kata Keke.   “Ada tiga tanda di lehermu. Aku bahkan tidak yakin kalau tidak ada tanda di bagian tubuhmu yang lain.” kata Danu.   Duaarrr!   Keke kini seperti tersambar petir. Dia melepaskan tangannya dari lehernya. Ternyata Danu melihat tanda itu. Keke mulai berpikir mengapa Danu bisa tahu jumlah tanda merah itu. Kekepun memikirkan kemungkinan kalau Danu adalah Bos tampan yang disebut orang tuanya telah mengantarkannya ke rumah.   “A-apa kamu yang mengantarkanku pulang?” tanya Keke.   “Menurutmu?” tanya Kak Danu.   Tiba-tiba Keke pun tersenyum. Bayangan Danu menggendon dan menutupi tanda merah itu dengan jaketnya terbayang di pikirannya. Keke kini menatap Danu dengan tatapan mata memuja dan bahagia.   “Kenapa?” tanya Danu sinis.   Keke tiba-tiba memeluk Danu dengan erat. Mau tak mau Danu meronta-ronta. “Lepas! Lepaskan aku!” Danu tidak benar-benar meronta sekuat tenaga.   “Terima kasih, kalau kamu tidak memakaikanku jaket pada malam itu. Aku tentu tidak bisa lolos dari cecaran kedua orang tuaku. Aaa! Terima kasih, Kak!” seru Keke sambil mencium pipi Danu sekilas.   Kali ini Danu melepaskan Keke dengan sekuat tenaga. Dia melepaskan Keke yang tengah memeluknya dengan kasar, lalu mengusap pipinya bekas bibir Keke. Dia menghapusnya kasar.   “Dasar wanita gila, bagaimana bisa kau mencium seorang laki-laki begitu saja?” seru Danu, kesal.   Yang membuat Danu lebih kesal adalah Danu memikirkan ini: kalau Keke saja bisa mencium dia tanpa berpikir panjang dan dengan entengnya, bagaimana dengan pria lain? Akankah Keke mudah melakukan hal serupa?   “Aku merasa tidak masalah kalau itu kamu, Kak.” kata Keke sambil nyengir kuda.   Danu mendecak sebal. “Ck, dilihat dari bagaimana kondisi lehermu, aku tidak yakin kalau kau hanya melakukannya padaku.” katanya sarkasme.   “Percayalah padaku, Kak. Aku tidak melakukan hal macam-macam pada orang lain. Aku berani bersumpah. Ini hanya.. Hanya..” kata Keke, Keke kembali tidak bisa menjelaskan kondisinya.   “Aku tidak peduli dengan apa yang kau lakukan di luar sana. Tapi ingat, kamu adalah penulis kami. Kalau citramu jatuh dan mempengaruhi pendapatan perusahaan, aku tidak akan memaafkanmu. Mengerti?” tanya Danu pada Keke.   Keke terdengar sedih mendengar perkataan Danu. Namun, Kekepun mengangguk mengerti. Apa yang dikatakan oleh Danu memang benar adanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD