SEBUAH PERTANYAAN
Oleh: Rarashasha
Dua bulan usai pernikahan yang indah itu, kehidupan Rey dan anak-anak makin sejahtera. Satria ternyata suami yang baik, perbedaan status mereka tak membuat mereka menjadi berjarak. Satria menjaga anak-anak Rey seperti anaknya sendiri. Tak ada sekat antara dirinya dan anak-anak.
Hari itu Satria pergi ke kantor dengan terburu-buru ada beberapa tugas yang belum diselesaikan.
"Sayang, aku berangkat dulu ya." Sambil mencium pipi Rey ia membawa beberapa perlengkapannya.
"Nggak sarapan dulu mas?"
"Ada beberapa tugas yang belum ku selesaikan, hari ini ada meeting dan semua harus selesai."
"Tapi bukan berarti nggak sarapan kan?" Tanya Rey sambil menyuapkan beberapa sendok nasi sembari menunggu Satria berkemas. Bagitulah Rey dan Satria. Mereka saling mencintai.
Setelah kepergian Satria ke kantor Rey melanjutkan aktivitasnya di rumah.
Membaca majalah adalah hobbynya. Beberapa kali ia mendengar suara hp berdering.
"HP siapa ya?" Fikir Rey. Rey bangkit mencari asal suara. Ia ikuti dari mana suara itu berasal. Ternyata ponsel Satria suaminya tertinggal. Rey memungut ponsel tersebut kemudian melihatnya. Ada beberapa pesan tak terjawab dan panggilan yang terabaikan begitu saja.
Rey tak mau ambil pusing, ia tidak punya hak membuka ponsel Satria meskipun ia istrinya. Rey meletakkan kembali ponsel tersebut di meja kecil dekat pembaringan mereka.
Tetapi ponsel itu berdering lagi, berulang-ulang. Rey bangkit, melihat layar. Ada nama dan nomer yang sama. 'Yuna' siapa dia?
Sekali lagi ponsel berdering dan Rey memberanikan diri mengankat ponsel tersebut.
"Mas Satria Angelin koma sudah sejak pagi tadi, ia terjatuh dari kamar mandi. Sudah lebih sebulan Angelin menunggu mas datang. Tolong mas, sekali saja jenguk Angelin. Hallo mas, mas Satria kenapa mas diam saja?"
Rey menutup perbincangan di ponsel tersebut. Ia merasa tidak punya hak menjawab. Ia tadi sudah lancang mengangkat telp yang bukan untuk dirinya. Begitu saja cukup tak perlu ia menambah batasan lagi.
Mereka memang suami istri namun masing-masing dari mereka punya privasi yang tidak bisa dilanggar oleh yang lainnya. Pasangan kita bukan tahanan yang harus terus menerus diawasi. Harus ada saling keterbukaan dan rasa percaya antara ke dua belah fihak. Andai salah satu melakukan kecurangan percayalah suatu hari kecurangan itu akan dibongkar oleh Tuhan. Keyakinan yang besar terhadap Tuhan memang harus dibangun. Hingga koneksitas hati terwakili akan kepercayaan di setiap keadaan.
Rey berfikir keras. Yuna... Angelin... Mereka, siapa?
Angelin koma, berarti ini berita penting yang harus tersampaikan pada suaminya.
Rey memutuskan berkemas. Memakai gaun panjang berwarna biru tua dan jilbab putih ia melangkah menuju kantor Satria bersama pak Sukri sopir pribadi mereka.
"Ibu siapa? Sudah ada janji dengan bapak?" Sapa receptionist begitu melihat Rey dan mengetahui maksud kedatangannya. Sebagai istri Satria ia bisa saja marah diperlakukan demikian namun bukan Rey namanya bila ia tak mampu menahan emosinya. Pegawai ini pasti belum tahu perihal pernikahan mereka. Pernikahan sirri mereka yang dihadiri beberapa teman dekat mungkin tak sempat tersiarkan hingga tak semua orang tahu.
"Iya saya sudah janji. Mbak bilang saja saya Reynata." Jawab Rey tenang.
"Baiklah bu,"
"Selamat pagi bapak, ini ada tamu ibu Reynata beliau bilang sudah ada janji dengan bapak." Wanita itu sepertinya menelphon Satria.
"Siapa?"
"Bu Reynata pak."
"Itu istri saya Mur, suruh beliau masuk." Perintah Satria pada pegawainya.
"Oh maaf pak"
"Ibu mohon silahkan masuk bu, mohon maaf saya tidak tahu bu."
"Nggak papa mbak tenang saja" jawab Rey bijak.
Rey melangkah menuju ruangan Satria. Beberapa pasang mata memandangnya takjub.
"Istri bapak cantik ya."
Kalimat-kalimat kecil beredar di seluruh penjuru ruangan. Memandang Rey yang cantik dan imut. Ia melenggang sopan di sepanjang lorong sambil mengumbar senyum.
"Assalamualaikum,,"
"Masuk sayang," Satria mempersilahkan istrinya masuk.
"Ada apa, tumben datang tanpa memberi kabar." Satria mendekati Rey, menggamit lengannya, mencumbu bibirnya. Selalu begitu. Satria selalu memperlakukan Rey dengan penuh cinta.
"Aku tadi mendengar suara ponsel berdering berkali-kali ternyata ponsel mas tertinggal."
"Oh pantas," ucap Satria menepuk kepalanya sendiri.
"Banyak panggilan tak terjawab juga pesan masuk.Aku tak berani membukanya. Lalu panggilan itu berdering lagi berkali-kali karena takut itu hal penting aku mengangkatnya. Untuk itu ku mohon maaf kan aku." Satria nengangguk.
"Sekarang ponselku mana, cantik."
"Ini, " ucap Rey sambil menyerahkan ponsel tersebut.
"Tadi Yuna telp dan bilang bahwa Angelin koma. Angelin menunggu mas datang selama sebulan ini." Rey menjelaskan lagi dengan sangat tenang. Satria mulai resah. Sejak pernikahannya dengan Rey, ia memang nyaris lupa pada Angelin yang sedang sakit.
"Angelin itu siapa, mas?" tanya Rey sambil menyandarkan kepala di bahu Satria.
Satria tidak tahu harus bercerita dari mana. Yang ia tahu memang selama ini Rey sama sekali belum ia beri cerita tentang masa lalunya juga dirinya. Sambil membaca 21 chat dari Yuna di ponselnya Satria berfikir cara untuk menjelaskan pada Rey.
Satria berdiri, menggamit lengan Rey. " Kita ke rumah sakit sekarang ya."
"Untuk apa?" tanya Rey cepat.
"Menjenguk Angelin."
"Angelin itu siapa?" Rey bertanya lagi.
"Aku akan jelaskan semuanya nanti yang penting kita ke rumah sakit sekarang.Tolong jangan berdebat denganku."
Rey pasrah dalam genggaman tangan Satria. Sepanjang jalan lengan itu digamit erat,Satria seolah tak perduli dengan tatapan tajam beberapa mata yang menatap mereka. Satria ingin menunjukkan pada seluruh dunia bahwa Rey adalah istri tercintanya. Itu saja.
Lalu lintas padat mengiringi perjalanan mereka. Satria sengaja ikut mobil yang dipakai Rey dengan pak Sukri sebagai sopir karena ia ingin tenang di jok belakang.
Rey memalingkan pandang ke jalanan beraspal yang basah di guyur hujan semalam. Sebuah pertanyaan bergelayut di dinding hatinya tentang siapa sebenarnya Angelin. Sebagai istri jelas ia memiliki ketakutan namun ia tetap berusaha tenang dan bersabar menunggu Satria menjelaskan. Ia tak ingin membuat kebingungan yang tampak di wajah Satria semakin nampak. Ia ingin Satria tenang saat tiba waktunya menjelaskan semua pada dirinya.
Sesampainya di rumah sakit, Satria nampak gusar. Ia menemui seorang yang dipanggil Yuna. Mereka tampak berbincang serius. Rey menatap keduanya dari kejauhan. Rey ingin memberi ruang bagi keduanya untuk berbincang tentang kejadian yang mungkin Rey tidak boleh untuk tahu.
Sesekali Rey melihat Satria memandang lepas pada gadis yang kini berada di ruang ICU.
Pandangan panik yang tidak dapat disembunyikan. Rey bukan wanita bodoh, Rey yakin ada sesuatu antara gadis yang bernama Angelin dengan Satria suaminya. Sesuatu yang meski disembunyikan oleh Satria tetap terbaca oleh instingnya sebagai istri.
Sebuah pertanyaan yang belum terjawab dan dinantinya dengan sabar.