MENIKAH

1015 Words
Dua bulan sudah Satria mengenal Rey, namun sudah seperti hidup dalam dunianya bertahun, tahun. Rey yang imut, Rey yang lucu dan Rey yang selalu membuatnya tersenyum Rey yang mengisi seluruh hari-harinya hingga ia tak sunyi lagi. Rey yang menolak di pindahkan ke apartement mewah, Rey yang menolak cincin berlian darinya. Rey yang sangat sempurna bagi Satria. Rey yang berbeda dengan Indah, dengan Mayang, dengan Kartika. Reynata. Wanita yang tangguh, yang selalu menjadikan air matanya sebagai lecutan untuk selalu bangkit. Reynata yang selalu menjadi alasan baginya untuk hidup lebih baik. Menjadi yatim sejak kecil adalah tamparan keras baginya namun dengan hidup dalam asuhan Danu Subroto pamannya yang kaya raya membuat hidupnya jauh lebih baik dari anak-anak Reynata. Pagi itu, hujan rintik-rintik turun, dengan kaos berwarna hijau tua ia melangkah, menepis dingin yang hadir demi menjumpai Reynata. Sebuah kotak kecil berisi perhiasan peninggalan mamanya ia bawa serta. "Rey, anak-anak mana?" "Sekolah, " jawab Rey pendek sambil menyuguhkan segelas teh manis buatannya. "Keluar yuk," "Kemana ?" "Keluar pokoknya, usai itu kita jemput anak-anak." Reynata masuk ke dalam kamarnya, menyimpan beberapa alat tulis yang berserakan. Menyambar gamis hitam panjang. Pasmina warna senada menghias rambut ikal panjangnya. Reynata keluar kamar dan membuat Satria takjub melihat ratu cantik berdiri di hadapannya. Andai sudah halal ia pasti akan memeluknya. Wanita ini selalu tahu menempatkan diri dan itu menarik. Mereka melenggang menuju mobil mewah yang akhir-akhir ini sering terparkir di depan rumah Reynata. Beberapa pasang mata menatap mereka, mungkin bergunjing mungkin takjub. Reynata tak perduli apapun yang mereka lakukan atas dirinya dengan Satria yang penting dirinya tak melakukan dosa begitu saja sudah cukup. Cafe itu sering mereka sebut " Ayam Nelongso " Rani suka sekali duduk di sana bersama Satria dan anak-anak karena disamping masakannya aroma lezat namun harganya sangat hemat. Satria membelokkan mobilnya di cafe itu. Memilih tempat favorit mereka, kemudian berbincang ringan sambil menikmati paha ayam bakar yang luar biasa lezat. "Rey," "Hmmm" "Rey," "Apa ?" Rey mendongakkan kepala. Satria menatapnya lekat. "Aku punya hadiah untukmu, " Satria berujar sambil mengeluarkan box berwarna coklat tua dari tas kecil yang sedari tadi ia genggam. Membuka box tersebut dan menunjukkannya pada Rey. Rey menatapnya takjub. "Apa ini ?" "Ini perhiasan almarhumah mama, hari itu usai kecelakaan itu aku membuka kamar mama, membuka laci kecil yang belum sempat terbuka oleh paman dan bibi, aku menemukan ini. Aku ingin memberikannya padamu, lihatlah." Satria menyerahkan kotak berwarna coklat itu pada Rey. Saat Rey akan mengambilnya Satria malah menarik kembali kotak tersebut sambil mengulum senyum. "Eits, ada syaratnya," "Syarat apaan kalau gak boleh lihat ya sudah gak maksa." Rey mulai agak sebal hingga Satria menyerahkan kotak tersebut dan Rey menerimanya. Belum lama Rey membuka dan menatap takjub perhiasan yang ada di hadapannya tiba-tiba Satria mendekat. "Yang memegang kotak itu harus menjadi istriku, Rey" Suara dan nafas itu lekat di telinga Rey. Hingga ia benar-benar teramat terkejut. "Maksudmua ?" "Iya, kamu harus menjadi jodohku karena sudah membuka kotak itu." Rey makin penasaran. Ia membalikkan badan menatap sejurus pada Satria. Satria tertawa sangat keras, beberapa pengunjung melihatnya namun ia seolah tak perduli. Ia memberanikan diri menggenggam lengan Rey dan memaksa jarinya menerima cincin yang sudah ia beli hari kemarin. Rey tak bisa berkata apapun. "Satria ?" "Menikahlah dengan ku sayang." "Mau ya, ?" Satria bertanya lagi. Rey mengusap lembut pipi halus lelaki yang sedang berada tepat di hadapannya menunggu jawaban. "Kamu yakin Satria," "Yakin." "Bagaimana dengan anak-anakku." "Anakmu juga anakku." Jawab Satria lugas. "Aku mau menikah denganmu, dengan satu syarat" "Apa ?" "Kita nikah sirri dulu ya, di hadapan ustadz, wali dan saksi." "Kenapa begitu ?" "Aku ingin tidak melukaimu, Satria. Mohon fahami." "Aku akan memahami semua ingin mu Reynata, tetapi menikah Sirri, mengapa ?" "Satria, bila nanti ternyata kamu benar-benar siap menerima anak-anakku maka aku akan bersedia menikah resmi dengan mu namun bila di tengah perjalanan kamu merasa berat memikul kami sebagai beban mu maka kamu bisa dengan mudah menceraikan ku." Satria terhempas, wanita ini selalu memikirkan kebahagiaan orang lain tanpa pernah berfikir kebahagiannya sendiri bahkan tentang sebuah pernikahan. "Aku mencintaimu dan anak-anak Rey," Satria mencoba meyakinkan Reynata. Hingga Satria pasrah meng iya kan kemauan reynata, hari esok terserah saja yang penting ia tulus mencintai Reynata. Menikah resmi atau tidak itu urusan nanti. Begitu Satria berfikir. Yang penting menikah dulu. ***************************** Hari itu Satria menjemput Rey dan anak-anak, membawa mereka ke rumah ustadz. Pernikahan sakral itu disaksikan beberapa kawan juga adik bungsu Reynata. Pernikahan kecil namun khidmat. Pernikahan yang membuat untuk pertama kalinya Satria dapat mencium kening Reynata. Tubuhnya seolah dialiri jutaan maghnet. Ia benar-benar terpesona pada Reynatanya. Usai menjamu beberapa temannya yang datang sebagai undangan ia mengajak Reynata pulang menuju rumahnya. Anak-anakpun turut serta. Rumah megah dengan empat pilar perkasa juga pagar besi berukir warna emas menjulang tepat di balik mobil yang mereka tumpangi. Seorang penunggu rumah membuka pagar sambil menunduk. Mobil itu masuk kemudian berhenti tepat di depan pintu. Satria membuka pintu mobil untuk Reynata, anak-anak turun berhamburan. Semua saling berpandangan. Satria memeluk tujuh anak laki-laki yang ada di hadapannya. "Ini rumah kalian, rumah kita. Mulai hari ini sampai kalian dewasa kelak kalian semua akan tinggal disini. " Mereka kembali berpandanga. Ini memang untuk pertama kalinya Satria membuka siapa dirinya di hadapan Reynata dan keluarga. Reynata takjub. Ia terkejut saat lengannya yang dingin digenggam seseorang. Satria. Suaminya. Melangkah tegap memasuki rumah, meletakkan barang bawaan di kamar masing-masing. Satria menutup kamar pengantin mereka. Memeluk Rey erat. mendekapnya seolah tidak ingin terpisahkan. Ia menjalari leher jenjang Rey dengan kecupan. Mereka beradu gairah, dan Rey sangat tahu bagaimana memperlakukan suami barunya agar bahagia. Gaun panjang yang terbuka, tubuh indah dan kulit mulus itu merangkak diatas ranjang pengantin mereka. Berkali-kali Satria terpesona dengan suguhan istri tercintanya. Reynata. Dan bukan malam pertama bila tak indah, malam itu segala rasa mengalir antara nafsu, gairah, pesona semua berbaur jadi satu. "Nakal," suara Satria di telinga Reynata sambil menggigit gemas ujung telinganya. Rey melenguh manja. Mereka kembali berpelukan. Pernikahan telah memberangus dinding tebal dan tinggi yang membatasi mereka berdua. Dinding itu kini luruh, hanya bahagia mengiringi malam panjang dan penuh kasih. Malam ini. ******************** Andai ada bidadari di ruangan ini Bidadari itu adalah dirimu Andai ada rasa di malam ini Rasa itu adalah rasa cinta padamu Andai ada gelisah malam ini Gelisah itu adalah gelisah karenamu Reynata... I love u, Begitu Satria menulis pesan singkat via w******p pada istrinya yang saat ini terlelap di sampingnya kemudian mengirimkannya agar esok saat Rey terbangun pesan cinta itu adalah pesan pertama yang terbaca olehnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD