Hiruk pikuk yang terjadi antara Yuna dan Satria di rumah sakit hanya bisa dipandangi dari kejauhan oleh Rey, hampir 20 menit Rey melihat mereka berbincang, sampai kemudian datang dua orang yang berumur kisaran 60 tahun usianya. Mereka berpelukan, wanitanya menangis memeluk Satria kemudian lelakinya menepuk bahu Satria seolah berbagi kekuatan. Rey bingung, namun demi apapun Rey harus bersabar. Harus.
Beginilah resikonya menikah tanpa tahu seluk beluk orang yang kita nikahi, bagaimana masa lalunya, bagaimana kehidupannya. Meskinya ke dua pasangan yang menikah menguliti diri mereka masing-masing agar jelas. Agar tidak ada pertanyaan atau hal yang tidak diinginkan seperti hari ini antara Rey dan Satria.
Satria nampak memandang Rey sejenak kemudian kembali berbicara lagi dengan mereka. Sesaat kemudian Satria mendekat.
"Kita keluar yuk," ajak Satria pada Rey dan demi menghargai privasi suaminya Rey ikut saja pada kemauannya.
Mereka berjalan bersisihan menuju tempat parkir mobil, memasuki mobil dengan yakin kemudian mengikuti jalanan beraspal tanpa perbincangan. Rey tak menanyakan apapun pada Satria ia berkutat dengan fikirannya sendiri, menebak siapa sebenarnya wanita yang bernama Angelin itu. Dan hubungannya apa dengan suaminya.
"Cafe Surga" sebuah cafe dengan desain minimalis bersekat pepohonan rindang. Mereka memasukinya. Satria menggamit lengan Rey lekat, sesuatu yang tidak pernah terlewatkan antara Satria dan dirinya. Romantis dimanapun mereka berada. Mereka memendam gejolak hati masing-masing.
"Es Firdaus 2 tambah Mienya 2 juga ya " Satria memesan menu pada pelayan.
"Mienya pedes pak?"
"Biasa saja,"
Sejurus Satria melihat Ry yang memutar-mutar ponselnya. Satria menggenggam lengan Rey,
"Kamu butuh jawaban dari pertanyaanmu tadi kan sayang?" rey mengangguk-angguk pelan. Batinnya mendadak kosong. Tak ada yang ia fikirkan selain gelisah yang menggantung.
"Aku menjadi yatim piatu saat berusia 12 tahun, Rey." Satria mulai bicara, Rey mendengarkannya dengan seksama.
"Ayah ibuku meninggal dalam kecelakaan saat hendak membelikan baju baru untuk pesta ulang tahunku. Kejadiannya aku tidak begitu tahu yang aku tahu tiba-tiba ada mobil ambulance datang, rumah menjadi penuh orang dan tetangga berdatangan."
"Om Danu Subroto adik ayahku, yang kamu lihat di rumah sakit tadi memelukku, menciumku dan aku masih tidak mengerti apa maksudnya."
"Angelin yang saat itu masih enam tahun berada dalam gendongan bik Ijah. Tante Mayang memelukku dan membimbingku ke ruang tamu. Saat itu aku melihat ayah dan ibuku terdiam di atas ranjang panjang. Aku masih tidak mengerti apa maksudnya. Aku mendekati ayah dan ibuku mengajak mereka berbicara namun mereka tetap diam. Sama sekali tidak menjawab pertanyaanku."
"Aku baru tahu bahwa mereka meninggal dunia. Saat itu aku berteriak kencang terlebih saat ibu guruku datang dan beliau menciumiku. Bergantian dari pipi kiri dan kanan. Aku masih terus menangis. Sampai aku melihat ayah dan ibuku seolah di telan oleh gundukan tanah. Aku terus menangis sepanjang malam merasa tidak tenang. Sejak hari itu aku hanya tinggal di rumah itu bersama bik Ijah. Aku menolak di bawa serta oleh paman Danu dan Tante Mayang ke rumahnya. Aku lebih nyaman tinggal bersama ke dua orang tua itu meskipun hanya dengan kenangan mereka. "
"Beberapa kali paman dan tante merayu agar aku ikut mereka namun aku menolak. Tinggal di rumah yang di tinggalkan ayah dan ibu demikian menyenangkan meskipun aku akhirnya menjadi anak kecil yang murung. Jarang berkawan. Aku hanya sekolah selanjutnya menghabiskan semua kehidupanku di rumah bersama bik Ijah dan Pak Sukri. Mereka seperti orang tuaku. Paman dan tante kemudian mengurusi usaha almarhum ayah juga mengurusi sekolahan yang didirikan ibuku. Ibu ku cantik Rey, secantik dirimu." Rey tertunduk. Cerita itu mengaduk-aduk isi hatinya, ia masih beruntung memiliki mama meskipun ia jarang bertemu abah. Satria nyaris tak pernah lagi menatap wajah orang tuanya setelah ia berusia 12 tahun. Sebanyak apapun harta yang dimilikinya tetap tak akan menggantikan kebersamaan bersama keluarga. Dan Satria tak sempat menikmati itu.
"Angelin itu anak paman Danu dan tante Mayang, " Sampai disitu Satria menghentikan kalimatnya.
"Kok berhenti?," tanya Rey cepat.
Satria menatap langit-langit lepas.
"Angelin itu anak yang manja, ia suka di kucir rambutnya oleh ibuku, ia sering berlarian di rumahku. Ibuku selalu gemas melihat tingkah kecilnya. Angelin yang manis. Masa kecilnya penuh kebahagiaan semua inginnya selalu diikuti oleh paman Danu dan tante Mayang."
Dua es firdaus dan mie pesanan mereka datang, perbincangan mereka sejenak terhenti. Mereka menikmati hidangan yang disajikan, sambil saling melempar senyum.
"Rey," panggil Satria tiba-tiba.
"Iya, ada apa ?" jawab Rey cepat.
"Kamu masih mencintaiku, kan ?"
"Maksudnya ?"
"Setelah nanti semua ku ceritakan kamu yakin masih tetap akan mencintaiku kan Rey ?"
Rey memandang jauh ke belakan Satria, ia menatap banyak jendela kaca dengan daun panjang bergelantungan di tiap sudutnya. Ia merasa bingung mengartikan perasaannya saat ini. Ia ingat betapa Firman sangat menyayangi Satria sebagai ayah barunya, begitu juga Rahman, bila nanti ternyata Angelin dan Satria memang ada hubungan apa yang harus ia lakukan ? Apa yang harus ia ceritakan pada anak-anak yang terlanjur menganggap ayah barunya seorang 'idola'
"Kalau aku besar aku pingin jadi kayak ayah Satria," suara Muza sambil memainkan mobile remote yang baru saja dibelikan oleh Satria.
REy mendadak ingin menjerit. Ia kembali menapak i saat yang tidak nyaman. Ia ingin marah, ingin memaki Tuhan, ingin protes pada kebijakan Tuhan atas dirinya. Baru saja ia bahagia memiliki keluarga yang lengkap kini Tuhan kembali mengombang-ambingkan hidupnya. Baru saja ia bisa tersenyum bekerjaran dengan anak-anak didampingi suami tercinta ia kembali harus menikmati fase tidak nyaman. Harusnya ia meminta Satria lebih cepat menceritakan perihal Angelin namun ia merasa sekali lagi 'tidak punya hak'
"Rey,"
Reynata tergagap mendengar panggilan namanya.
"Apa yang kau fikirkan ?"
"Mas, Angelin itu siapa ?" suara Rey bergetar.
Aku akan lanjutkan ceritaku dengan sarat kamu mau menjawab pertanyaanku tadi.
"kamu masih akan mencintaiku kan Rey ?" Satria kembali mengulang pertanyaannya. Dan Rey hanya bisa mengangguk.
"Syukurlah...." suara Satria panjang.
Kalian tahu, lelaki juga punya rasa takut kehilangan. Sehebat dan segagah apapun hidup mereka. lelaki juga punya rasa takut ditinggalkan, sehebat dan setinggi apapun pangkat mereka. Andai mereka berani jatuh cinta lagi bukan berarti cinta mereka padamu telah hilang. Mereka adalah makhluk yang paling mampu membuat petak-petak dalam hatinya. Namun tetap saja cinta sejati membelenggunya. Tetap saja cinta sejati adalah pilihan yang akan ia pilih untuk menemani khayalannya, untuk menemani perbincangan hati mereka. Lelaki juga sama seperti wanita. Sama-sama makhluk Tuhan yang memiliki perasaan.
"Aku akan lanjutkan ceritaku Rey, dengan cintamu. Tanpa cintamu aku takut menjelaskan apapun." Suara parau Satria di hadapan Rey.
Banyak kuncup melati yang tiba-tiba mekar saat melihat senyum Rey mengembang. Andai para suami tahu pernyataan cinta mungkin sebuah ungkapan klise tetapi bagi setiap istri pernyataan cinta dari suami adalah sebuah bucket bunga indah bahkan lebih dari itu.