PENJELASAN SATRIA 2

1025 Words
Begitulah, ketika itu Satria sungguh tidak tahu menahu apapun tentang Angelin. Yang ia tahu tiba-tiba pamannya Danu Subroto menelphonnya dan menyampaikan kerinduannya. Satria bergegas menuju rumah sakit tempat Angelin di rawat. Dan andai kalian tahu, Satria disambut pelukan mesra oleh satu-satunya saudaranya di dunia ini. Paman mulai menceritakan perihal Angelin pada Satria, tentang sakitnya, tentang kejadian yang menimpanya. Juga tentang lelaki bernama Bayu Dari tatapan kosongnya Satria tahu pamannya terluka. Siapa yang tidak terluka, saat semua keberhasilan telah di tangan, justru mendapati putri yang dibanggakan, putri yang disayang, justru dilukai orang lain. Disaat yang sama pak Danu harus berangkat ke Singapore untuk beberapa waktu. "Paman tenang saja, Satria akan menjaga Angelin dengan baik." ucapan Satria mencoba meyakinkan paman dan bibinya. "Apa aku tidak usah berangkat saja ya ?" suara pak Danu saat itu. "Tidak usah, paman tetap berangkat saja. Percayalah dengan Satria, Satria akan menjaga Angelin dengan baik." Sedikit ragu Pak Danu dan istrinya, mereka saling pandang kemudian melemparkan pandang pada putrinya yang masih tertidur di dalam sana. Hati mereka sangat luka. Kepergian mereka ke Singapore memang sangat penting namun menjaga Angelin saat ini justru jauh lebih penting. Hingga kemudian mereka memutuskan berangkat demi janji Pak Danu pada klien bisnisnya. Sebelum berangkat Pak Danu menemui Satria dikantornya. Beliau menitipkan sejumlah uang dalam koper untuk biaya selama mereka tidak ada di tempat. "Jaga Angelin ya nak.." parau sekali suara Pak Danu hari itu. Ini sudah hari kesekian sejak peristiwa itu. Luka yang dirasakan kedua orang tua itu masih nampak jelas di wajah mereka. Sejak hari itu Satria mulai menjaga Angelin dengan baik. Satria rutin menjenguk Angelin. Melihat setiap perkembangan yang terjadi dan melaporkannya pada paman dan bibinya. Waktu berjalan. Satria kian bersemangat membantu proses kesembuhan Angelin. Satria dan Yuna demikian gigih membangkitkan ingatan Angelin tentang siapa diri Angelin yang sebenarnya. ******* Dua bulan berlalu, Angelin mulai mau diajak berkomunikasi, mulai bisa diajak bercerita, mulai mau memesan makanan bila Satria hendak datang menjenguk. "Ini bertanda baik," sambung dokter saat mengunjungi Angelin di ruangan tulip. Saat Satria tiba Angelin mulai minta diajak berjalan-jalan ke luar kamar dengan kursi rodanya. Satria mengikuti saja semua permintaan Angelin dengan menganggap bahwa ini adalah bagian dari perkembangan proses penyembuhan Angelin. Di taman mereka bercerita tentang masa kecil Angelin. Tentang rambutnya yang di kepang, tentang boneka berambut pirang yang bisa menangis bila 'dot' nya dilepaskan. Bila sudah begitu Angelin akan tertawa terbahak-bahak. Bulan ketiga di rawat Angelin semakin baik. "Angelin butuh support dari orang-orang yang disayanginya." Penjelasan dokter saat memeriksa perkembangan Angelin. Kondisinya makin baik. Jangan khawatir. Satria sangat mengerti bahwa Angelin membutuhkan kawan itu sebabnya ia selalu hadir saat dibutuhkan. ***** Hari itu di siang yang sejuk saat Angelin dan Satria berduaan di taman. Siapa yang menyangka bu Danu yang biasa dipanggil Tante Mayang datang tanpa memberi kabar. Beliau setiap waktu memikirkan perkembangan putrinya. Tante Mayang takjub melihat Angelin tertawa lepas di taman itu bersama Satria. Tante Mayang merasa yakin bahwa Satria mampu menghapus kepedihan putrinya bahkan menghapus bayangan tentang Bayu. Tante Mayang mulai berfikir kotor ingin menjerat Satria dalam lingkaran kemauannya. Selalu begitu sifat Tante Mayang. Apa yang diinginkannya harus benar-benar terwujud, tidak boleh tidak. "Satria adalah jodoh yang tepat bagi Angelin." Tante Mayang berbicara pada Yuna, yang diajak bicara hanya mengangguk - angguk saja. "Lho, tante, kok nggak ngasih kabar kalau mau datang." "Tante sengaja tidak ingin merepotkan. Kasihan kamu." "Angelin sehat sayang?" "Iya, mah." Angelin mengangguk bahagia. Perkembangan Angelin memang makin baik meski sekali waktu Angelin masih menangis sendiri, masing sering tiba-tiba menjerit. Itulah mengapa ia belum bisa berhenti dari suntikan obat penenang. Malam itu usai disuntik Angelin tertidur pulas. Tinggal tante Mayang dan Satria yang berbincang. "Satria," "Iya tante," "Tante lihat Angelin bahagia bersamamu." "Iya, syukurlah tante." Nampak Angelin bergerak dalam tidurnya. "Kalian teman masa kecil." "Iya tante," "Melihat kondisi Angelin tante khawatir tidak ada lelaki yang mau menikahinya." "Ach tidak mungkin itu tante, Angelin akan kembali normal dan keluar dari Zona rasa sakitnya. Dia akan membaik tante percayalah." "Kalau ternyata benar tidak ada lelaki yang mau pada Angelin bagaimana ?" "Tante tenang saja, saya akan menikahi Angelin bila benar tidak ada lelaki yang mau menikahinya." Tidak ada yang tahu saat kalimat itu diucapkan ternyata Angelin dalam keadaan sadar hanya pura-pura tertidur saja. Bu Mayang bahagia mendengar pernyataan Satria. "Kamu janji ?" "InsyaAllah." Angelin luar biasa bersemangat. Hari esoknya mendadak ceria. Diantara kesadarannya yang belum mencapai 80 persen, Angelin bersemangat untuk sembuh. Setiap Satria hendak datang ia selalu minta berdandan. Satria tahu semuanya dari Yuna. "Baguslah kalau benar begitu." Satria menjawab pendek penjelasan dari Yuna. Tante Mayang telah kembali ke Singapore membawa cerita yang telah berubah redaksinya buat Pak Danu suaminya. Angelin seolah menemukan harapan baru bagi hidupnya. Angelin demikian ceria. Kalimat yang diucapkan Satria ia gunakan sebagai alasan bahwa dirinya harus sembuh demi menikah dengan Satria. ******* "Angelin manja sekali padaku." "Ia seperti menggantungkan semua harapannya padaku." "Aku sama sekali tidak memikirkan dampak dari ucapanku. Aku berjanji menikahi Angelin bila memang tak ada satu orang pun yang mau menikahi Angelin." "Kalimat itu diartikan berbeda oleh mereka." "Aku tidak menyangka aku akan bertemu dan jatuh hati padamu, Rey." Satria menggenggam jemari istrinya penuh kasih. "Sejak mengenalmu hidupku berubah menjadi penuh warna. Kamu seperti pelangi buatku." Istrinya hanya menunduk tanpa bicara. "Aku akan setia padamu dan anak-anak namun sebagai lelaki aku pantang mengingkari janji. Aku harus mencari jalan terbaik memecahkan ini." Reynata bergetar hatinya, perasaannya teraduk-aduk. Ia tidak menyangka berada dalam pilihan yang sulit. Ia tidak menyangka hatinya akan demikian sakit. Sekali lagi hidup mempermainkan dirinya. Sekali lagi hidup berusaha mempecundanginya. Hidup yang sangat kejam. Jilbab Reynata berkibar terantuk semilir angin. Wajah cantik Reynata tersapu kabut tebal. Andai bukan karena ini di cafe pasti ia menangis luar biasa. Ia berusaha menahan gejolak hatinya yang meletup-letup. Ia tak berdaya membingkai hatinya yang remuk redam mendengar cerita Satria suaminya. Dua jam sudah mereka berbincang. Dua jam sudah Rey mendengar penjelasan Satria yang panjang lebar. "Kita pulang ?" Ajak Satria tiba-tiba. Reynata berdiri tanpa sepatah kata pun. Ia melenggang menuju mobil mereka diparkir. Ia berjalan sendiri, mempercepat langkahnya mendahului Satria. Satria heran, karena mereka terbiasa berjalan bersisihan. "Aku telah mengecewakan Reynata." Suara Satria tegas. Menggelayut di rongga hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD