Part 21

2169 Words
Sejak pertanyaan-pertanyaan dan sidakan dari keluarga Barra dari Bandung, Fely dan Barra berdiam diri dikamar. Mereka tadi pamit untuk ganti baju. Tapi, sampai detik ini keduanya belum berani turun kebawah. Barra memang mengajak Fely untuk turun. Tapi, Fely masih malu dengan kejadian tadi. "Fel, ayo lah kebawah aja. Lagian Oma juga udah ga papa kan?" "Iya, tapi gue malu sama sepupu lo si Bian itu. Bisa-bisanya ke gep gila. Mana baju gue udah lo lepas" "Ya, tapikan gue udah tutupin itu. Gue udah peluk lo erat banget, gue jamin ga ada celah buat dia liat badan lo". "Tetep aja Barra. Gue malu". "Udah sah ini. Jadi, aman-aman aja". Fely menatap Barra yang sangat terlihat baik-baik saja. Bisa-bisanya Barra terlihat sesantai ini. DIsaat Fely sedang tidak karuan karna kejadian yang seharusnya tidak terlihat oleh siapapun. Tok tok tok Suara pintu diketuk. Fely dan Barra saling tuding untuk membukakan pintu. Tapi, sampai terdengar suarapun tidak ada satupun dari mereka yang hendak membukakan pintu. "Barra, Fely ini oma" Fely semakin tidak karuan saat mendengar suara Oma Ratu diluar. "Barra, oma mau ngapain?" tanya Fely. "Ga tau lo bukain deh, sekali-kali nurut sama suami". Fely memutar kedua bola matanya. Perasaan dia selalu nurut apapun yang Barra katakan. Dengan langkah yang terpaksa, Fely membukakan pintu untuk Oma Ratu masuk. Fely juga memberikan senyuman manisnya pada Oma Ratu yang sekarang, bahkan sudah hampir 3 minggu ini menjadi Oma nya Fely juga. "Fely, boleh oma masuk?" Fely menganggukan kepalanya. "Boleh Oma, silahkan". Oma Ratu memperhatikan kearah sekeliling kamar Barra. Kamar cucu kesayangannya yang tinggal jauh darinya. Karna semua cucu-cucunya tinggal di Bandung. Hanya Barra saja yang tinggal di Jakarta karna Heru yang dulu kerja di Jakarta. Untuk sekarang memang Heru sedang fokus dengan bisnisnya diluar kota. Oma Ratu duduk diranjang Barra dan Fely. Fely hanya mengikutinya. Apalagi Barra saat melihat Barra yang sedang duduk menyender disenderan kasur. Suaminya itu sedang bermain game di hp nya. "Ini serapi ini karna kamu Fel?" tanya Oma. Fely mengangguk malu. Karna memang harus diakui jika kamar Barra cukup berantakan jika bukan karna Bi Inah yang membereskannya. "Barra ngapain aja?" tanya Oma. "Ayo dong push push" ucap Barra saat asyik dengan game nya. Oma Ratu dan Fely menoleh kearah Barra yang semakin fokus bermain game nya. "Barra, kamu ini berisik amat". komentar Oma Ratu. "Sebentar aja oma". "Ga papa oma. Barra kalo sempet aja main game nya" bela Fely. "Fely, oma ga mau pernikahan ini rusak masa depan kalian, terutama kamu. Tolong hati-hati kalo kalian lakuin hubungan suami istri ya?". Fely kembali terdiam saat Oma Ratu kembali mengungkit perkara hubungan suami istri. "Oma kesini mau ajak kamu buat siapin makan malem dibawah. Sekalian kamu berbaur sama sepupu-sepupu Barra" Fely menganggukan kepalanya. Lalu ia segera pergi kebawah bersama Oma Ratu dan meninggalkan Barra yang masih asyik bermain game. *** Fely sedang memotong beberapa sayuran bersama Diandra, istri dari Adam. Mereka juga sesekali mengobrol hal-hal yang berbau perempuan. Bahkan, mereka bercerita tentang peran seorang istri. Harus diakui, Fely gampang sekali akrab dengan keluarga Barra. Baru bertemu beberapa jam yang lalu saja, Fely sudah cukup akrab dengan yang lainnya. Keluarga Barra memang sangat baik dan terbuka padanya. "Fel, nanti juga kamu ngerasain tau, keutuhan rumah tangga itu bakalan lebih lengkap kalo misalnya udah punya anak" ucap Diandra. "Fely sama Barra belum kefikiran kesana sih kak" jawab Fely. Memang Fely sudah menyerahkan hidupnya pada Barra. Tapi, untuk momongan Fely dan Barra belum memikirkannya. Keduanya masih sekolah. Barra memang sangat bertanggung jawab atas hidupnya. Tapi, bukan berarti mereka harus punya anak saat sedang sekolah. "Iya Fel, jangan dulu lagi pula. Tapi ya, serius deh Fel bahagianya bukan main pas kita bisa kasih keturunan buat suami kita". "Kak, Barra pernah kenalin cewek ga ke keluarganya yang di Bandung?" tiba-tiba Fely kefikiran hal ini. Karna jujur saja setelah tahu kenyataan jika Barra tidak pernah membawa perempuan ke barbershop, Fely menjadi penasaran apakah ada perempuan yang pernah suaminya itu kenalkan atau tidak kepada keluarga besarnya. "Seinget kakak sih ngga ya. Barra tuh cuek kalo masalah cewek. Tapi nih ya, kalo ke Bandung, banyak banget cewek yang naksir sama Barra. Bahkan ya ada juga yang terang-terangan buat bilang kalo dia suka sama Barra". Fely menganggukan kepalanya. Ada rasa lega dihati Fely saat mendengarnya. Ditengah asyiknya Fely berbincang dengan Diandra, Bara datang menghampiri istrinya yang sedang sibuk didapur. Pantas saja Fely tidak menghampirinya lagi dikamar. Barra memang tahu jika Fely diajak oma untuk memasak. Tapi, Barra fikir tidak akan selama ini. "Masak apa lo?" tanya Barra. "Menurut lo aja gue lagi ngapain?" "Gue mau kedepan bentar ya. Mau nitip ga?" tanya Barra. "Mau kemana?" "Mau bawa bocil-bocil jajan ke minimarket" jawab Barra yang memang ingin mengajak Haura dan Gavin yang merupakan anak dari Adam dan juga Diandra. "Kamu mah suka beliin makanan yang bikin batuk" protes Diandra. Karna Barra selalu menuruti apapun yang anak-anaknya minta. Bukan apa, anak-anak jika kebanyakan makanan manis bisa menyebabkan batuk. "Yaelah kak sekali-kali aja" jawab Barra. "Mau ice cream boleh? Sama samyang deh satu buat nanti malem takut laper" "Siapa yang kasih lo makan pedes?" tanya Barra. Skak matt. Fely lupa ia sudah memakan makanan pedas hari ini. Dan tentu saja Barra mengetahuinya. "Sekali aja" cicit Fely. "Suami lo siapa?" "Iya, iya ga jadi ice cream aja" jawab Fely dengan suara yang pelan. "Barra, kamu ini sama istri ko gitu" tegur Oma Ratu yang mendengar larangan Barra terhadap Fely. "Oma dia udah makan pedes disekolah, nanti dia sakit Barra juga yang disalahin". "Sekali aja gapapa. Lagian Fely bilang juga kan kalo dia laper nanti. Kalo ga laper kan pasti ga akan dimakan sama dia" Fely tersenyum mendengar pembelaan dari Oma Ratu padanya. Barra juga tidak bisa menolak sekarang. Dalam hati Fely ingin sekali mengucapkan banyak trimakasih pada Oma Ratu karna sudah membolehkannya memakan makanan pedas. "Ya udah iya. Sampe sakit perut jangan salahin gue". Fely tersenyum bahagia sekarang. Sepertinya ia mempunyai senjata agar Barra bisa mengizinkannya untuk makan makanan yang pedas. "Makasih" jawab Fely kesenangan. Setelah itu, Barra segera mengajak Haura dan juga Gavin ke minimarket. Sepeninggal Barra, semua wanita yang ada didapur kembali ke aktivitas masing-masing. Fely dan Diandra sekarang sedang asyik memasak sayur sup ayam kesukaan dari Barra, Haura dan juga Gavin. "Barra emang gitu sama kamu?" tanya Diandra yang cukup kaget melihat Barra yang cukup tegas pada Fely. Bahkan, Fely bisa senurur itu pada Barra. "Iya kak, sejak nikah aku jadi jarang banget makan pedes. Kalo mau itu harus izin dulu ke dia" jawab Fely seadanya. "Kakak ga nyangka loh Barra kaya gitu. Ternyata dia peduli banget sama kamu". Fely menganggukan kepalanya. Memang jika diingat, sejak menikah Barra lah yang paling peduli terhadapnya. Bukan hanya soal makanan, soal apapun yang menyangkut Fely, Barra selalu mengaturnya. Fely juga diwajibkan untuk laporan terhadap Barra atas apapun yang ia perbuat. "Kakak ga tau ya, tadi siang aku juga berantem sama Barra. Ya, ga berantem juga sih. Barra marah katanya aku ga mau dengerin dia buat ga nge dance dulu". Diandra tidak kaget mendengar Fely yang mengatakan kata dance, karna Lita menjelaskan semua prestasi Fely pada keluarganya. Itu salah satu alasan kenapa Fely bisa diterima sangat baik disini. "Kenapa?" "Ya ada insiden yang bikin aku harus rehat dulu. Padahal aku udah ga papa" "Ya, namanya juga suami kamu. Dia pasti marah lah". Fely dan Diandra terus mengobrol sampai semua masakan mereka matang dan disimpan diatas meja makan. *** Barra pulang bertepatan dengan keluarganya yang sudah berkumpul dimeja makan. Terisa satu kursi kosong yang berada disebelah kiri Fely. Barra dengan segera menduduki kursi itu. "Ice creamnya gue taro di freezer ya" ucap Barra pada Fely yang tadi meminta dibelikan ice cream oleh Barra. Fely menganggukan kepalanya. Barra menyerahkan piringnya pada Fely untuk istrinya itu membawakan nasi beserta lauk pauk yang sudah Fely dan yang lainnya masak. "Iya deh yang udah ada yang layanin" sindir Bian yang duduk disebrang Fely yang dimana ia memperhatikan sepupunya itu sedang diambilkan nasi oleh Fely. "Sirik aja lo" jawab Barra yang sudah menerima piring yang sudah berisikan nasi dari Fely. "Nikah itu enak, ada yang layanin. Apa lagi kawinnya ya Bar?" tanya Adam dengan nada bercanda. "Beuh, bukan main Bang" jawab Barra dengan nada yang bercanda pula. "Barra, Adam udah ngapain kalain ini?" tegur Oma Ratu pada cucu-cucu nya. Sebelum makan, Fely mengikat rambutnya agar tidak mengganggunya yang akan makan. Satu hal yang gadis itu lupakan. Fely belum menutup kiss mark yang Barra lakukan tadi saat keduanya kegep. "Tante Fely itu lehelnya kenapa? Ko melah-melah banyak kaya Om Bala" ucap Gavin yang duduk dipangkuan Diandra. Spontan semua menoleh pada Fely yang kini menutupi lehernya. Wajahnya sudah memerah karna menahan malu. Tidak hanya Fely, Barra juga kini menahan malu atas ucapan dari keponakannya itu. "Kakak, kamu ya kalo nanya itu" tegur Diandra pada anak sulungnya. "Kakak penasalan mama, tadi diminimalket juga banyak yang liatin om Bala karna lehelnya melah". Diandra segera menutup mulut anaknya itu menggunakan telapak tangannya. "Fely, aduh maafin Gavin ya. Dia masih kecil" ucap Diandra tidak enak hati pada Fely dan Barra tentunya. "Sayang, ga papa. Ga usah malu, toh kalian udah nikah. Yu makan aja" Lita mencoba mencairkan suasana. Lita sangat mengerti perasaan Fely saat ini. Belum sehari menantunya itu ketahuan akan melakukan kewajibannya sebagai istri pada Barra, sekarang ketahuan lagi apa yang sudah Barra lakukan padanya, begitupun sebaliknya. "Lo kenapa bisa lupa gitu?" bisik Barra pada Fely. "Lo juga lupa kan" bisik Fely kembali. "Ekhm, Barra Fely ayo makan" ucapan dari Oma Ratu akhirnya membuat mereka kini mau makan malam. "Lita, Heru kapan pulang?" tanya Oma Ratu pada anaknya. "Katanya besok mau pulang. Heru ga tau mama mau dateng" "Kakak kenapa ga tinggal disana aja sih sama A Heru?" tanya Luki yang merupakan adik dari Lita. Lita memang 3 bersaudara. Lita mempunyai kakak perempuan yang bernama Lina, tapi Lina tidak ikut ke Jakarta karna sedang mempersiapkan acara pernikahan putranya yang kedua, Kirana yang merupakan adik kandung dari Adam. Sedangkan Bian anak kandung dari Luki. "Ya, sayang ini rumah" "Barra kan udah nikah" "Dek, kakak ipar kamu ga akan lama buat urusin yang di Bekasi. Dia mau gedein usahanya doang disana". Luki menganggukan kepalanya. "Lagian jarak Jakarta-Bekasi kan ga jauh. Kakak ipar kamu cuman males aja bolak baliknya" lanjut Lita. *** Setelah makan malam, Fely memutuskan untuk pergi kekamarnya. Fely masih merasa malu saat ini untuk berkumpul dengan keluarga Barra karna apa yang ia perbuat dengan Barra ketahuan oleh mereka. Ia terus mengutuki dirinya yang sangat ceroboh itu. "Barra, gue malu tau ga" ucap Fely yang terus terusan gelisah itu. "Lo fikir gue ngga? Tapi, ya udah lah. Udah ketauan ini. Kita juga bukan lakuin dosa. Malah ibadah yang ada". Barra memang benar. Bukan dosa yang mereka perbuat, melainkan pahalalah yang mereka raih. Tapi, tetap saja jangan sampai ketahuan oleh orang lain. "Udah sini, tenangin diri lo" Barra menarik Fely kedalam rangkulannya. Mengelus bahu istrinya itu dengan lembut. "Lo denger kan kata Oma tadi siang? Pernikahan kita ga begitu buruk. Justru, pernikahan kita itu ngebuat kita jauh dari zina. Coba kalo kita belum nikah, kita ga bisa tuh rasain enaknya lakuin itu". "Nah, berhubung tadi siang ga jadi...." Barra sengaja menggantungkan ucapannya. "Kenapa?" tanya Fely yang sudah was-was. "Pintunya udah lo kuncikan?" bukannya menjawab, Barra justru balik bertanya pada istrinya itu. Fely menganggukan kepalanya sebelum ia menjawab pertanyaan dari Barra. "Udah, mau ngapain?" "Bikin pahala" jawab Barra yang sudah mendaratkan bibirnya pada bibir Fely. Tidak ada penolakan dari Fely. Justru Fely membalas lumatan Barra dibibirnya. Ia juga membuka mulutnya agar lidah Barra bisa bebas masuk kedalamnya. Barra mengulang semua kejadian tadi siang. Ntah kenapa, semakin hari semakin ia bernafsu pada Fely. Padahal jika diingat, setelah sholat subuh mereka melakukannya. Tapi, rasanya kurang bagi Barra dan juga Fely. Ntah dimenit keberapa, Barra sudah berhasil melucuti semua pakaian yang Fely kenakan. Ia juga kini sedang membuka pakaiannya sendiri. saat Fely sudah terbaring diatas kasur dengan dirinya yang kini mulai melakukan apa yang ingin mereka lakukan sebelum Bian mengacaukan semuanya. Barra dan Fely sudah semakin handal sekali sekarang. Sudah berbagai gaya mereka lakukan malam ini. Sampai keduanya terkulai lemas diatas ranjang dengan tubuh yang saling berpelukan dan tentunya dibalut dengan selimut tebal yang ada disana. "Besok sama gue lagi ya berangkatnya?" ucap Barra lebih kemengajak Fely. "Gue-" "Yang suami lo siapa?" tanya Barra. Sebuah pertanyaan andalan yang pasti akan membuat Fely menurut padanya. "Iya, iya. Suami gue itu lo. Dan gue harus nurut sama lo. Karna apa yang lo minta itu pasti demi kebaikan gue" jawab Fely. "Nah istri pinter" Barra mengecup puncak kepala Fely. "Berarti berangkatnya siang lagi dong?" tanya Fely. "Besok pake mobil aja". "Gila, kalo ketauan gimana?" "Ga bakal. Udah ah tidur. Atau mau sekali lagi?" tanya Barra yang mendapat delikan dari Fely. "Dosa loh kalo lo ga mau". Fely menarik nafasnya sebentar. "Kalo lo mau, bisa ngga jangan bawa-bawa dosa terus?" tanya Fely kesal. Barra tersenyum lalu ia kembali melakukannya dengan Fely yang ternyata masih mau melayani nafsunya itu sebelum keduanya benar-benar tidur malam ini, dengan perasaan yang bahagia. *** TBC. I hope you like the story Don't forget to vote and comment  See you in the next part
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD