Part 18

2143 Words
Fely mengoleskan selai kacang pada roti tawar milik Barra. Keduanya sedang menikmati sarapan dengan Lita. Sejak bangun tadi pagi, Fely sudah bisa diajak bicara lagi oleh Barra. "Makasih Fel" ucap Barra yang mendapat anggukan dari Fely. "Bar, nanti gue mau ambil kostum buat kompetisi" ucap Fely meminta izin pada Barra. "Sama siapa?" tanya Barra. "Sama temen-temen gue" jawab Fely. "Terus pulangnya? Dianterin pulangnya kesini?" "Gue bawa mobil aja, kaki gue udah ga papa ko". "Ada gue kasih izin?" tanya Barra sambil menatap Fely. "Bar sekali aja" "Felysia Inez Gianina". Fely terdiam. Ia selalu merasa takut jika Barra memanggil namanya dengan lengkap. "Fely, pulangnya dijemput sama Pak Tio aja. Nanti kamu sharelock ke Pak Tio" ucap Lita menengahi. "Iya, ma" jawab Fely. Sedang menikmati sarapan, sebuah telfon masuk ke hp Barra. Fely melirik sebentar kearah hp suaminya yang memang Barra taruh diantara piringnya dan juga Barra. Fely memutar kedua bola matanya sat melihat siapa yang meneflon suaminya itu pagi-pagi seperti ini. Sedangkan Barra melihat ekspresi Fely yang sudah tidak bersahabat lagi. Dengan ragu, Barra mengangkat telfon itu. Fely semakin kesal saja sampai ia memotong roti tawarnya dengan sekuat tenaga. Sehingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring. Lita saja sampai menoleh pada menantunya itu. "Halo kenapa?" tanya Barra setelah mengangkat telfon dari Jihan. "Barra udah berangkat belum?" "Belum kenapa?" "Ini mobil aku masuk bengkel lagi, aku boleh ikut nebeng ga?" "Lo ga bisa pake taxi online?" "Takut ga keburu sih Bar, ini kan udah siang". Sebenarnya hanya alasan Jihan saja agar ia bisa kesekolah bersama Barra. "Gue pesenin aja mau ga? Kayanya gue ga bisa kesana" tolak Barra. Bisa berabe jika Barra mengiyakan permintaan dari Jihan. "Barra beneran ga bisa jemput ya?" "Iya sorry banget ya" "Iya deh Bar kalo gitu" Barra segera menutup telfonnya. Ia melirik kearah Fely yang sedang memakan roti tawarnya. "Ga papa ko Bar, jemput aja biar gue bawa mobil sendiri kan gue mandiri ga kaya cewek lo, manja" ucap Fely sambil membereskan piringnya dan juga Barra yang sudah habis roti tawarnya. "Dia bukan cewek gue" jawab Barra. Fely menghampiri Barra yang masih duduk dimeja makan bersama mertuanya. Fely menyalami tangan Barra setelah ia membawa tas sekolahnya. "Gue duluan ya, mobil udah dipanasin kan?" pamit dan tanya Fely. Barra menahan tangan Fely agar istrinya itu tidak pergi duluan. Padahal, Fely hanya ingin mengerjai Barra saja sekarang. Karna ia kesal pada Jihan yang selalu mencari cara untuk pergi kesekolah bersama Barra. "Berangkat sama gue atau sama Pak Tio?" tanya Barra. "Kalo sama lo, nanti Jihan nganggepnya kita ada apa-apa. Eh, emang benerkan ya kita ada apa-apa. Tapi, kasian dia kalo tau lo udah nikah" jawab Fely. "Gue ikutin mobil Pak Tio" setelah berkata seperti itu, Barra mengambil tasnya dan menyalami tangan Lita setelah itu Fely menyalami tangan Lita. Lita sedari tadi memilih terdiam. Tidak ingin ikut campur dengan urusan anak dan menantunya. Fely menaikan bahunya tanda acuh. Fely sudah bosan sekarang. Maka ia lebih baik mengizinkan Barra untuk menjemput Jihan. Sekaligus, Fely ingin mengetes suaminya itu. Apakah benar Barra akan menjauhi Jihan mulai sekarang. "Hati-hati ya Fel, berangkatnya sama pak Tio aja oke. Nanti pulangnya juga sama Pak Tio" ucap Lita. "Iya ma, Fely berangkat dulu ya". Fely segera meninggalkan meja makan yang segera diikuti oleh Barra. *** Berkali-kali Fely menoleh kearah belakang. Benar saja jika Barra mengikuti mobilnya sekarang. Ternyata segitu takutnya Barra jika ia akan membawa mobil sendirian. Fely senyum-senyum sendiri dibuatnya. "Den Barra ngikutin kita ya non?" tanya Pak Tio pada Fely. "Iya pak, biarin aja" "Kalian kenapa ga kesekolah barengan aja sih? kan tujuan kalian sama?" tanya Pak Tio. "Nanti orang-orang curiga pak. Kan Fely sama Barra ga kenal kalo disekolah". Pak Tio menganggukan kepalanya. "Lucu juga ya penihakan kalian" komentar Pak Tio. "Lucu gimana pak?" "Menikah saat SMA, dijodohin. Non Fely pernah ngebayangin ini semua ga?" tanya Pak Tio. "Boro-boro pak, jangankan nikah muda. Mimpi dijodohin aja ga pernah" "Tapi non, emang selama ini Nyonya ga suka setiap siapapun cewek yang dateng kerumah. Ya, emang sih Den Barra ga pernah bilang kalo cewek itu pacarnya. Tapi, respon nyonya emang kurang mengenakan. Makanya bapak juga kaget pas denger Den Barra mau dijodohin aja" ucap Pak Tio. "Masa iya sih pak?" "Iya non, berani sumpah bapak mah". Fely menganggukan kepalanya. Memang hidup Fely dan Barra sudah diatur orang tua mereka. Karna bukan hanya Barra, Fely juga kalau membawa lelaki pasti tidak disambut dengan baik oleh kedua orang tuanya. Giliran saat menikah dengan Barra, Barra diterima dengan sangat baik dikeluarganya. *** Jam istirahat, Fely dkk pergi ke kantin. Diarah berlawanan, Fely dkk bertemu dengan Barra dkk yang dimana selalu ada Jihan disamping Barra. Fely menatap tajam suaminya itu. Tapi, Fely segera masuk ke kantin agar tidak menimbulkan kecuriigaan bagi teman-temannya. Fely dkk duduk dimeja paling pojok. Fely kembali bangkit berdiri karna kali ini gilirannya untuk memesan makanan untuk teman-temannya. Fely ditemani dengan Kai kali ini. Setelah selesai mencatat semua makanan teman-temannya, Fely dan Kai berjalan melewati meja Barra dkk. Sekitar 10 menit, Fely dan Kai sudah kembali. Karna keduanya meminta penjual makanan untuk mengantarkan pesanan mereka ke meja dimana mereka diam. Lagi dan lagi Fely dan Kai melewati meja Barra dkk karna meja mereka memang berada didekat meja Barra. Tangan Fely dicekal oleh Vino yang sengaja menahan sahabatnya itu untuk tidak kembali duduk dimejanuya. Dengan terpaksa Fely menghentikan langkahnya. "Buru-buru amat" ucap Vino. Barra memperhatikan interaksi diantara Vino dan juga Fely. Ada sedikit rasa kesal dihati Barra. Tapi, Barra tahu jika Vino hanya sebatas sahabat saja dengan Fely tidak lebih. "Apaan sih lo" "Kaki lo udah sembuh?" tanya Vino. "Menurut lo aja bego!" jawab Fely dengan kesal. "Hehehe, bagi makanan lo ya?" tanya Vino lagi. Fely menatap sinis sahabatnya itu. Memang dai dulu, Vino tidak berubah sifatnya pada Fely. Beruntung Fely sudah menganggap Vino sebagai saudaranya. Jika tidak, sepertinya sifat Vino yang seperti ini bisa memancing Fely untuk membunuhnya. "Nyokap lo ga pernah kasih uang jajan ya?" tanya Fely. Ansel tertawa mendengar Fely berkata seperti itu pada Vino. "Hahaha, anjing lah kefikiran lo kesana" jawab Ansell. Tiba-tiba, Kamal menggeser duduknya untuk memberikan space bagi Fely agar duduk disebelahnya. Nizam yang tergeser sedikit duduknya itu sontak mengeluarkan aksi protesnya terhadap Kamal. "Heh, ngapain geser-geser?" "Fel, sini masih ada tempat buat lo" Ucap Kamal. Fely menoleh sebentar pada Kamal. "Ga makasih" jawab Fely lalu kembali berjalan menuju mejanya. *** Seperti yang sudah direncanakan, para anggota dance yang akan ikut serta dalam kompetisi sedang datang ke boutique mikik teman ibunya Clarin. Memang mereka sering membuat kostum disini. Jadi, mereka sudah akrab dengan pemilik boutiqe karna sudah berkali-kali datang kesini. "Gimana, ada yang ngerasa kurang pas ga sama bajunya?" tanya tante Indah, pemilik boutique. "Udah pas tante, emang ga pernah gagal kalo bikin baju disini" jawab Clarin yang mewakili teman-temannya. Memang jika busana hasil rancangan dari Indah tidak pernah mengecewakan. Jadi, Clarin merekomendasikan tempat ini untuk teman-temannya. Beruntung, teman-temannya juga menyukai hasil tangan Indah. "Tante emang top" puji Febri yang sedang bercermin dikaca yang cukup besar. "Kamu bisa aja. Gimana, ada yang perlu tante ubah ga dibaju kamu Feb?" tanya Indah. Memang Indah sudah menghafal semua teman-teman Clarin karna saking seringnya mereka kesini. Membuat mereka menjadi semakin nyaman saja jika membuat baju disini. "Ngga tante, aman ga ada yang perlu dirubah" jawab Febri. "Kalian kapan sih tandingnya tante lupa" "Sekitar 3 minggu lagi tante. Tante dateng ya" jawab Fely. "Kalo ada waktu ya. Pokonya tante doain kalian akan menang kaya yang biasanya" "Aminnn" jawab semuanya serentak. *** Setelah selesai, semua anggota dance memilih untuk pulang langsung. Sebenarnya Fely sudah diajak oleh Febri untuk pulang bersana. Tapi Fely menolaknya dengan beralasan jika supirnya sudah dijalan. Beruntung, saat Febri memaksanya, Pak Tio sudah menjemput Fely. Jadi, Fely tidak kembali dipaksa oleh Febri. Fely segera masuk kedalam mobilnya. Tidak lupa ia berpamitan pada teman-temannya yang sedari tadi menunggu Fely dijemput. Karna mereka takut tidak ada yang menjemput Fely nantinya. "Guys gue balik duluan ya" ucap Fely membuka kaca mobilnya. "Bye, hati-hati" jawab Nindi. Fely kembali menutup kaca mobilnya. Pak Tio juga sudah melajukan mobilnya. Karna pak Tio sudah diberi pesan oleh Barra agar segera mengantarkan Fely pulang dengan cepat. Fely membuka hp nya saat ia mendapatkan notifikasi jika ada pesan masuk. Tanpa menunggu lama, Fely membaca dan membalas pesan yang baru ia dapat dari Barra. B Pak Tio udah sampe? Cia Udah ini dijalan B Langsung pulang (read) Fely memang sengaja tidak membalas pesan dari Barra. Ia sudah lelah sekali hari ini. Sampai ia tertidur didalam mobil karna kelelahan. Pak Tio tersenyum saat melihat Fely yang terelelap dikursi penumpang. Ia juga segera menghubungi Barra untuk memberi tahu pria itu jika Fely ketiduran. Meski sudah bekerja cukup lama dirumah Barra, Pak Tio tetap saja masih merasa sungkan jika harus membawa Fely yang tertidur didalam mobil dan memindahkannya kekamar. Bagaimanapun Fely adalah istri dari Barra, anak dari majikannya. *** Barra menanti kedatangan mobil Fely diterlas rumah. Setelah mendapat kabar jika Fely ketiduran, Barra bersiap untuk memangku Fely dari mobil. Karna Barra mengerti jika Pak Tio akan merasa sungkan untuk membawa Fely. Hanya menunggu 5 menit, mobil Fely yang dikendarai oleh Pak Tio sudah sampai. Dengan segera Barra membuka pintu belakang mobil Fely dan segera menurunkan istrinya itu. Barra memangku Fely yang tidur dengan pulas. Dengan dibantu oleh Pak Tio yang menutup pintu mobil karna Barra yang sedang memangku Fely masuk kedalam rumahnya. "Loh, Fely kenapa Bar?" tanya Lita yang sepertinya baru saja keluar dari dapur. "Kecapean kali ma, dia ketiduran dimobil kata pak Tio" jawab Barra yang kini sudah mulai menaiki anak tangga. "Ya udah, buruan bawa istri kamu kekamar". *** Barra membaringkan Fely diatas kasur mereka. Ia mencopot sepatu yang Fely pakai. Tidak lupa Barra menyelimuti tubuh istrinya itu. Barra juga kini menyimpan sepatu sekolah Fely dirak sepatu yang semula miliknya, kini menjadi milik berdua. Tidak hanya rak sepatu, semua barang yang ada dikamar Barra kini sudah menjadi milik Fely juga. Tok tok tok Terdengar suara pintu yang diketuk. Barra segera membuka pintu kamarnya agar bisa mengetahui siapa yang sedang berdiri didepan kamarnya sekarang. "Pak Tio, kenapa?" tanya Barra pada Pak Tio yang ternyata sedang berdiri didepan pintu kamar Barra dan Fely. "Ini Den, tas sama hp nya non Fely ketinggalan dimobil" Pak Tio menyerahkan tas dan hp milim Fely pada Barra. Barra menerimanya. Tidak lupa ia mengucapkan trimakasih pada Pak Tio. "Oh iya, makasih pak" jawab Barra. "Iya den sama-sama. Kalo gitu saya pamit ke bawah lagi ya" setelah berkata seperti itu, Pak Tio segera turun ke bawah untuk melanjutkan pekerjaaannya. Barra juga memilih untuk masuk kedalam kamarnya. Mengunci pintu kamar, karna ia akan ikut tidur bersama Fely yang sudah sangat pulas. *** Fely bangun saat suara adzan magrib berkumandang. Dirasakannya hembusan nafas Barra diceruk lehernya. Bahkan tangan Barra yang sudah melingkari pinggangnya. "Barra, bangun udah magrib" ucap Fely sambil menggoyangkan tubuh Barra. "Hmm" rengkuh Barra yang masih merasa ngantuk. "Bangun ah gue mau mandi dulu gerah ini" ucap Fely yang sudah merasa tidak nyaman dengan tubuhnya yang belum mandi. Bahkan belum ganti baju karna sepertinya ia tertidur sejak dalam mobil. "Mandi bareng yu?" ajak Barra. "Ga ah ga mau" tolak Fely. "Dosa loh nolak ajakan suami" Fely memutar kedua bola matanya. Barra selalu mengungkit dosa jika Fely tidak menuruti permintaannya. Alhasil, Fely setuju saat Barra memintanya untuk mandi berdua. *** Bukannya langsung mandi, Barra justru mengajak Fely untuk melakukan kewajiban mereka sebagai suami istri. Fely yang tidak mau melakukannya sekarang dengan alasan jika sholat magrib hanya mempunyai waktu yang sangat sebentar itupun berhasil meyakinkan Barra. Dengan catatan mereka harus melakukannya sebelum mereka tidur nanti. Kini, Barra dan Fely sudah selesai mandi, keduanya juga akan segera melakukan sholat magrib dengan Barra yang akan menjadi imamnya. Selesai sholat, seperti biasa Fely selalu mencium telapak tangan Barra. Kali ini, Barra mencium kening Fely, sebelum Fely membuka mukena yang ia pakai untuk sholat. "Mau makan diluar ga?" tanya Barra pada Fely saat keduanya sudah duduk dipinggiran kasur. "Ngga ah males lagi cape" tolak Fely. "Beneran?" tanya Barra lagi. "Iya malem minggu aja. Gue mau nonton". "Boleh" jawab Barra tanpa berfikir panjang. "Ya udah kebawah, mama pasti udah nunggu kita" ucap Fely yang mendapat anggukan dari Barra. "Eh tunggu dulu, pemanasan dulu napa" ucap Barra yang menahan tangan Fely saat Fely hendak keluar dari kamar. Fely menyerngitkan alisnya karna ia tidak mengerti apa yang Barra maksud. "Maksud lo". "Sini duduk dulu" Fely menuruti permintaan Barra. Tanpa ia sadari, Barra sudah berhasil melumat bibirnya. Fely yang ikut menikmatinya pun melingkarkan tangannya pada leher Barra. Karna Barra juga sudah melingkarkan tangannya pada pinggang Fely. Lama mereka berciuman, karna jujur saja Barra sudah sangat candu dengan bibir Fely yang selalu manis. Barra menjauhkan bibirnya sebentar. Memberikan jeda pada Fely. Lalu ia kembali melumat bibir Fely lagi. Kini, ciuman mereka semakin dalam. Sampai dimana ketukan pintu kamar mereka yang memaksa Barra melepaskan lumatannya pada bibir Fely. *** TBC. I hope you like the story Don't forget to vote and comment  See you in the next part
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD