Part 68

2208 Words
Setibanya dirumah, Barra terus diberi nasihat untuk lebih menjaga Fely lagi saat keduanya sedang jauh dari rumah. Telinganya terasa pengang sendiri saat diharuskan untuk mendengar semua perkataan dari Lita tentang dirinya yang teledor. Belum lagi ditambah dengan Winda yang terus berkata menyesal mengizinkan Fely ikut. Karna semuanya kini sedang berkumpul dirumah Lita. Bahkan, Heru pun ada diantara mereka. Ntah sejak kapan Heru datang ke Jakarta. "Barra, kalo kamu lebih jaga Fely ga akan Fely kaya kemarin" ucap Lita terus menyalahkannya. "Ma, udah jangan dimarahin terus Barra nya. Barra ga salah ko" bela Fely pada suaminya. Jelas Fely merasa tidak enak pada Barra yang terus disalahkan padahal bukan karna Barra semua ini terjadi. Melainkan karna orang iseng yang belum sempat Fely cari tau siapa pelakunya. Rencananya saat masuk sekolah Fely akan menyelidiki semuanya. Bahkan, seharunya Barra diucapkan trimakasih karna sudah menemukan Fely. Jika tidak ada Barra, Fely bahkan tidak tahu nasibnya akan seperti apa nanti. "Tapi sayang, kalo Barra lebih jagain kamu, ga mungkin kamu sampe ilang terus pingsan juga" ucap Lita lagi. "Ma, Barra yang cari Fely. Bahkan nih ya Barra khawatir banget katanya, dia nyari Fely aja sendirian" jawab Fely. "Tapi mommy masih trauma sama kamu yang masuk rumah sakit dulu" "Ya udah, kan buktinya Fely ga papa, jangan dimarahin terus Barra nya. Ini bukan salah Barra. Coba kalo Barra ga cepet nyari Fely? Bisa-bisa Fely pingsan ditengah hutan". Heru dan Radit sejak tadi juga sebenarnya tidak tega saat melihat Barra terus dimarahi atas hal yang bukan kesalahan dari Barra. Tapi, mereka juga tidak bisa apa-apa jika para istri mereka sudah berbicara. "Iya, bener kata Fely. Harusnya bilang makasih sama Barra udah bisa nemuin Fely. Lagian kita semua juga udah kumpul disini. Fely sama Barra pulang dengan selamat aja harusnya kita bersyukur" ucap Radit menengahi semuanya. "Ya udah sayang, kamu istirahat ya ke kamar" ucap Lita pada Fely. Fely tersenyum lalu menganggukan kepalanya. Ia segera bangkit berdiri lalu mengajak Barra juga untuk naik ke kamar. Karna, Fely takut jika Barra terus disalahkan disini. "Ya udah, Fely sama Barra ke atas dulu ya" ucap Fely yang mendapat anggukan dari semuanya. *** Malam harinya, tepat saat mereka berdua akan tidur Fely terus meminta maaf atas hilangnya Fely membuat Barra terus disalahkan di rumah. "Maafin gue ya, lo jadi dimarahin lagi" ucap Fely mendongkakan wajahnya karna ia dan Barra sedang berpelukan, dengan wajah Fely yang sedari tadi menyandarkan kepalanya pada d**a bidang Barra. "Ga papa, dari tadi minta maaf mulu ga cape apa itu mulut?" Pasalnya, sejak masuknya mereka kedalam kamar tadi siang, Fely terus meminta maaf pada Barra yang jelas-jelas sudah memaafkannya. Lagi pula ini bukan kesalahan dari Fely. Orang tua mereka memang sangat sayang terhadap Fely. Jadi, wajah saja jika mereka semarah itu karna rasa khawatirnya pada Fely. "Gue ga enak tau ga". "Fel, jangan difikirin. Mendingan kita tidur aja, gue juga udah ngantuk ini" ucap Barra menarik kepala Fely untuk kembali menyandar pada d**a bidangnya. "Selamat malam suami" ucap Fely pelan. Barra terkekeh. "Selamat malam juga istri bawel" jawab Barra lalu mengecup puncak kepala Fely. Lalu keduanya segera terlelap tidur. *** Esok harinya, sekolah sudah kembali masuk. Tapi, Fely memilih untuk tidak sekolah atas permintaan Barra dan orang tua mereka yang meminta Fely untuk istirahat hari ini. Untuk menstabilkan kondisi Fely katanya. Fely memilih untuk menghabiskan waktunya didalam kamar saja. Maraton film kesukaannya seorang diri. Karna kedua mertuanya yang sedang mengunjungi kantor pusat untuk melakukan pengecekan kantor. Sedangkan Barra sedang berada disekolah. Karna memang suaminya itu memutuskan untuk masuk saja hari ini. Sedang asyik menonton drama, bel berbunyi. Bi Inah yang tadi pamit ke pasar sepertinya belum pulang. Terpaksa Fely harus turun untuk melihat siapa yang bertamu siang ini. Karna, ia tidak mendengar mobil Barra saat ini. Sudah dipastikan jika itu bukan suaminya. Fely membelalakan matanya kala ia membukakan pintu untuk tamu yang saat ini datang ke rumahnya. Begitu juga dengan tamu itu. Mereka menatap tidak percaya atas apa yang mereka lihat saat ini. Dimana Fely yang mengenakan celana hotpants dan juga kaos oversize milik Barra. "Ka.. kalian ma... ma.. suk" ucap Fely terbata-bata saat melihat ketiga temannya yang kini sedang bediri didepan pintu. Fely mengambilkan air minum terlebih dahulu untuk ketiga temannya yang kini sudah duduk disofa ruang tamu. Mereka terus menatap Fely tidak percaya. Dengan perasaan canggungnya, Fely duduk disofa single, karna ketiga temannya duduk di sofa yang panjang. "Minum dulu" ucap Fely. "Fel, jelasin isi WA ini. Tadi pagi ada yang WA ini ke kita dengan nomor yang sama" Kai menunjukan hp nya pada Fely. Fely membaca isi pesan itu yang mengatakan jika Fely dan Barra sudah menikah. Dan orang itu juga mengirim alamat Barra agar bisa membuktikan jika orang itu tidak berbohong. "Jelasin Fel, itu semua bener atau boong" ucap Nindi yang sejak tadi ingin segera mengetahui semuanya. "Oke, oke gue jelasin semuanya" ucap Fely lalu menarik nafasnya sebentar sebelum ia akan menjelaskan semuanya pada ketiga temannya. "Iya, gue udah nikah sama Barra. Kita berdua dijodohin" ucap Fely. "Sejak kapan?" Tanya Clarin. "Sekitar 6 bulan yang lalu. Tepat saat gue sama Nindi ga jadi ketoko buku". "Anjir, selama itu dan lo ga bilang sama kita?" tanya Nindi. Fely menghela nafasnya. Ingin kembali menjelaskan kepada teman-temannya, Barra memanggilnya dengan pria itu yang memabawa sekantung makanan yang pastinya untuk Fely. "Fely.. Diluar ada mobil sia-" Barra tidak berani melanjutkan ucapannya saat ia melihat teman-teman Fely berada disini. Tapi, tangannya sudah ia julurkan pada Fely, dimana Fely kini sudah menciumnya. "Duduk dulu Bar" ucap Fely meminta suaminya itu untuk duduk di kursinya, sedangkan Fely memilih duduk disofa panjang, karna Clarin yang memberikan space untuknya. Barra menatap Fely dengan tatapan yang penuh tanya. Jujur saja Barra kaget melihat teman-teman istrinya itu berada disini. Belum lagi dengan tatapan mereka yang sulit Barra artikan sekarang. "Gue, minta maaf sebelumnya sama kalian. Gue sama Barra emang mutusin buat rahasiain ini semua dari kalian bahkan semuanya. Gue ga mau berita ini kesebar sebelum gue sama Barra lulus dari Palm" ucap Fely lagi. Barra kini mengerti jika teman-teman Fely sudah mengetahui hubungannya dengan Fely. Tapi, Barra memilih untuk menyimaknya saja. Tapi, jika Fely kesusahan untuk menjelaskan pada ketiga temannya, barulah Barra akan ikut bersuara. Atau, jika ada tindakan dari teman-teman Fely yang membuat Fely tidak nyaman. Barra tidak akan tinggal diam untuk tidak membela Fely. "Tapi kenapa Fel? Lo ga percaya sama kita? Kita itu temenan loh udah lama" tanya Kai. "Gue.. gue.." Barra mengerti perasaan Fely kali ini. Ia menggenggam jemari Fely untuk memberi kekuatan pada istrinya itu, sekaligus ia memberi isyarat pada Fely untuk mengatakan dengan sejujurnya pada teman-temannya ini. "Gue takut lo semua jauhin gue karna hal ini, kaya si Febri" jawab Fely. "What? Jadi si Febri udah tau masalah ini?" tanya Clarin yang shock kenapa Febri tidak memberi tahu mereka hal sebesar ini. Fely menganggukan kepalanya. "Dan sekarang, kalian udah tau semuanya, gue tau kalian kecewa sama gue. Dan gue ga papa kalo kalian ga mau temenan sama gue" ucap Fely pasrah. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi saat ini. "Ekhm" Barra berdehem sebentar sebelum ia akan membela Fely disini. Ia juga menegakan duduknya. "Kalo kalian mau jauhin Fely juga ga papa. Berarti lo semua sama kaya si Febri. Fely ga butuh temen yang ga tulus temenan sama dia. Lagian dia punya gue, gue ga akan biarin istri gue kesepian disekolah atau dimanapun itu" ucap Barra. Clarin, Kai, dan Nindi menatap wajah Barra kesal. "Heh, lo berdua ini mikir apa sih? Lo berdua fikir kita temen macem apa yang jauhin karna hal ini? Kita emang kecewa sama kalian yang ga jujur dari awal. Tapi kita juga bukan anak kecil yang main musuhan gitu aja" ucap Nindi membuat Fely tersenyum lega saat ini. Melihat Fely yang tersenyum tentu saja Barra juga ikut tersenyum dibuatnya. "Lo semua ga akan jauhin gue kaya si Febri?" tanya Fely. "Ngga lah gila. Persahabatan kita terlalu mahal untuk dihancurin gitu aja karna hal kaya gini" jawab Clarin. "Ahhh,, gue sayang sama kalian semua" ucap Fely lalu keempatnya kini berpelukan. Barra menatap tinggkah keempat gadis itu dengan geli. Bisa-bisanya mereka seperti itu didepan Barra. Perasaan sejak Barra datang tatapan teman-teman Fely cukup menyeramkan. Tapi, dibalik itu semua Barra lega karna ketakutan Fely selama ini tidak terjadi. "Kita juga sayang sama lo. Tapi, lo janji ya mulai saat ini jangan pernah tutupin apapun dari kita?" ucap dan tanya Nindi pada Fely. "Iya, janji" jawab Fely. "Eh bentar, bukannya si Barra itu deketnya sama si Jihan ya?" tanya Clarin saat mereka sudah melepaskan pelukan mereka. "Eh iya ya, ko malah nikahnya sama lo?" tanya Kai. Kini Fely menatap kesal Barra yang masih melihat kearah mereka. Mendengar kedekatan Barra dan juga Jihan disini membuat Fely ingin menjambak rambut Barra saat ini juga rasanya. "Dia nya aja kegatelan jadi cowok. Gue udah cape ngomong buat jangan deket-deket sama si Jihan. Masih aja deket" jawab Fely membuat Barra melongo dibuatnya. Kurang menjauhi apa Barra selama ini?. "Gue udah jauhin astaga Fely" jawab Barra membela dirinya. "Halah, jauhin apanya gue tadi liat ko diparkiran si Jihan keluar dari mobil lo" ucap Nindi memberi tahu Fely jika Barra datang kesekolah bersama Jihan. Memang, tadi dijalan sekitar 7 km lagi ke sekolah Barra menemukan Jihan dengan mobilnya yang mogok ditengah jalan. Karna rasa kemanusiaannya Barra memutuskan untuk memberi tumpangan pada Jihan untuk kesekolah. Hanya karma itu saja, jika Barra harus menjemput Jihan mana ada keberanian Barra untuk melakukannya. "Oh, jadi gitu kelakuan lo Bar? Gila ya lo, nyuruh gue istirahat taunya lo mau jemput si Jihan dulu" ucap Fely yang sudah salah faham pada Barra. "Ngga bukan gitu Fel, gue ga sengaja ketemu sama dia sumpah, mobilnya mogok" "Halah ga percaya gue, emang ga bisa dipercaya lo itu Bar" jawab Fely. "Ngga Fel, sumpah gue ga ada jemput dia" Barra terus berusaha untuk membuat Fely percaya padanya. Tapi, sepertinya Fely tidak akan dengan mudah percaya begitu saja pada ucapannya. "Heh Barra, sampe gue liat lo deket-deket sama si Jihan dan buat sahabat gue sakit hati, liat aja lo ya" ancam Kai yang tidak terima sahabatnya jika sampai diduakan oleh Barra. "Gue ga ada deket sama Jihan. Tadi juga gue ga sengaja ketemu dia, percaya sama gue Fely" "Gue ga percaya sama lo, udah lah mendingan lo naik aja ga guna lo disini juga" jawab Fely dengan amarahnya. "Gue ini suami lo, ga sopan usir gue" "Bodo amat, suaminya ga tau diri" jawab Fely. "Felysia Inez Gianina". Fely menutup mulutnya seketika. Ia juga tidak berani bersuara saat ini. Barra sudah menatapnya dengan tatapan serius padanya. Fely tidak berani jika Barra sudah seperti ini. Clarin. Kai dan juga Nindi terkekeh melihat pertengkaran sepasang suami istri ini. Terlebih saat Fely langsung bungkam karna Barra barusan. Tidak biasanya Fely seperti ini. Biasanya Fely akan terus berdebat jika memang Fely tidak salah. Tapi apa yang mereka lihat kali ini? Fely diam seribu bahasa. *** Barra terus berusaha membujuk Fely agar istrinya itu tidak marah lagi padanya. Memang salahnya meberikan tumpangan pada Jihan. Tapi, semua itu Barra lakukan karna Barra melihat Jihan yang kesusahan. Dan tidak mungkin rasanya Barra akan diam begitu saja saat orang lain membutuhkan pertolongan. "Fel, maafin gue. Tapi sumpah gue ga ada jemput dia. Tadi gue ga sengaja liat dia dipinggir jalan mobilnya mogok, masa iya sih gue biarin dia gitu aja" ucap Barra sudah bosan menjelaskannya. Tapi, masih saja Fely tidak mau berbicara padanya. "Felysia Inez Gianina, suami lo lagi ngomong sama lo" ucap Barra yang kini sudah kesal karna Fely masih asyik memainkan hp nya. Bahkan, tidak ada niatan sedikitpun Fely untuk menjawab ucapannya. Dengan tatapan kesal Fely menatap Barra yang duduk disebelahnya. Jelas saja tatapan kesal yang Fely perlihatkan. Karna Fely tidak terima Jihan yang selalu mencari perhatian Barra dengan mudahnya menaiki mobil suaminya itu. "Heh, gue ga suka ya mau lo nolongin kek atau apa ke. Gue jamin, kalo si Nindi ga bilang sama gue, lo ga akan mungkin jujur masalah ini". "Tapi apa salahnya nolong orang?" "Apa susahnya lo bilang?". Barra mengusap wajahnya, frustasi. Hanya ada satu cara untuk menyulut emosinya dan juga Fely saat ini. Dengan satu gerakan, Barra sudah melumat bibir Fely. Tapi, ciuman kali ini cukup panas. Dimana Fely dan Barra meluapkan semua emosi mereka disini. Baik Fely maupun Barra terus bergantian memimpin permainan ini. Bahkan, Barra kini sudah menindih istrinya itu. Meluapkan semua emosi mereka disini. "Gue minta maaf, gue janji lain kali bakalan bilang" ucap Barra setelah ia melepaskan ciumannya pada Fely, tapi ia masih nggan untuk menarik tubuhnya yang masih berada diatas tubuh Fely. "Gue ga percaya" jawab Fely sinis. "Minggir lo" Fely mendorong tubuh Barra untuk menjauh darinya. Tapi, tentu saja tenanganya tidak akan pernah kuat untuk menyingkirkan Barra. "Kalo gue ga mau gimana?" "Minggir atau gue teriak biar tetangga gebukin lo" "Mau teriak apa hmm? Mereka ga akan ngapa-ngapain kali, kita udah nikah. Dan, emangnya lo tega liat suami lo sampe digebukin orang?" tanya Barra lalu setelah itu kembali melumat bibir Fely. Perlahan, pertahanan Fely mulai menurun. Ia masih normal untuk menolak ajakan Barra kali ini. Terlepas dari semua kekesalannya pada suaminya itu, Fely kini mau melayani keinginan Barra malam ini. Barra hanya bisa tersenyum puas saat Fely pada akhirnya luluh juga. Karna, Barra tidak bisa jika sampai Fely mendiamkannya terlalu lama. *** TBC. I hope you like the story Don't forget to vote and comment  See you in the next part
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD