"Minggir-minggir dong" Fely menyingkirkan sekerumunan orang yang ada diparkiran sampai pada akhirnya Fely dkk berada dibarisan paling depan untuk melihat kejadian yang heboh disana.
Fely dkk bisa melihat Febri yang tengah mengamuk dan Jihan yang sedang menagis tersedu-sedu dengan ditenangkan oleh Barra dkk. Karna kedua gadis itu melihat mobil mereka penuh dengan pilox. Di mobil Febri terdapat tulisan 'LOSER' yang sangat besar, belum lagi dibagian kedua sisi mobil dan juga belakangnya.
Sedangkan tulisan di mobil Jihan yang dimana Nindi yang membuatnya. Tulisan yang cukup miris dibagian depan mobil. 'OPEN BO CALL ME JIHAN MAKAILA KAMILA DIJAMIN KALIAN DAPET SERVICE TERBAIK DARI GUE 081XXXXXXXXX'. Pantas saja Jihan menangis tersedu sekarang ini.
"Anjir" pekik Fely pura-pura tidak mengetahui tentang semua ini.
"SIAPA YANG BERANI LAKUIN INI SEMUA KE MOBIL GUE ANJING?" tanya Febri dengan sedikit berteriak karna tidak adanya orang yang mau mengaku disini.
Pandangan Febri kini tertuju pada Fely dkk dimana Fely dkk berada disana. Febri sudah bisa menebak jika ini adalah perbuatan mereka. Karna, satu minggu yang lalu mereka juga sempat berseteru. Lagi pula, Febri tidak mempunyai masalah dengan siapapun kecuali dengan Fely dkk.
"Lo, lo kan yang lakuin ini semua?" Tanya Febri menunjuk wajah Fely.
"Lah si kocak, gue aja baru dateng gimana cerita gue lakuin itu semua?" Tanya Fely. Untung saja Fely jago berakting. Jadi, perbuatannya tidak akan bisa diketahui.
"Halah, ngaku aja setan. Yang punya masalah gue kan lo semua" ucap Febri kekeuh.
"Ih si setan nuduh ga ada bukti. Mana buktinya kalo kita lakuin itu semua hah? Kita aja dari tadi diruangan dance" kini Nindi yang menjawab.
"Halah, bacot lo semua".
"Lo yang bacot. Nuduh ga jelas tanpa bukti" ucap Fely.
"Lagian, itu pelakunya bener juga ya. Yang satu pecundang, yang satunya cabe murah maunya dikerumunin banyak cowok" ucap Fely dengan pedasnya.
Febri dan Jihan sontak menatap Fely marah. Kepedasan ucapan Fely semakin menyulut emosi kedua gadis yang sedang didzolimi itu. Bahkan, kini semua orang juga menatap kearah Fely. Termasuk Barra dkk.
"Jaga mulut lo Fely" Jihan menunjuk wajah Fely.
"Jihan, jauhin tangan lo dari Fely" perintah Vino yang sudah siap sedia berada dibelakang Fely.
"Its okay Vin, gue bisa tanganin dia" jawab Fely dengan santainya.
"Han, sorry lo berani sentuh si Fely, lo urusan sama gue sama si Ansell juga" ucap Vino lalu membiarkan Fely untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dulu.
Fely tersenyum meremehkan sekarang. Apa lagi saat Jihan tidak bisa berkutik saat Vino mengancamnya. Padahal, dapat Fely yakini jika Vino juga tidak mengetahui siapa biang kerok dari semua ini. Kalaupun Vino tahu, Vino dan Ansell tidak akan membiarkan Fely kenapa-napa disini.
"Heh, jangan gede kepala ya lo karna dapet pembelaan dari Vino sama si Ansell" ucap Febri.
"Kenapa? Ga ada yang belain lo ya? Kasian" jawab Fely.
"Udah ah mending balik aja. Ga guna disini juga, cabut guys" Fely mengajak Clarin, Nindi dan juga Kai untuk pulang. Karna memang jam sudah menunjukan waktu pulang sekolah.
***
Fely dkk tertawa dengan puasnya didalam mobil Fely. Ya, mereka memang memutuskan untuk pulang bersama hari ini. Lagi pula Barra sudah mengizinkan Fely tadi pagi. Jadi, Fely bisa dengan santai mengantarkan teman-temannya yang berbeda arah pulang ini.
"Anjir puas banget gue liat muka si Febri yang kesel" ucap Nindi yang duduk dikursi belakang bersama Kai, sementara Clarin duduk didepan bersama Fely yang menyetir.
"Iya anjir hahaha, apa lagi liat si Jihan sampe nangis bombay gitu hahahah" sahut Clarin.
"Dia pantes digituin, siapa suruh caper terus sama laki gue" jawab Fely yang sangat puas melihat penderitaan Jihan tadi diparkiran. Belum lagi saat Vino mengancam gadis itu.
"Tapi, kalo aksi kita ketauan gimana?" tanya Kai.
"Ga akan kalo misalnya ga ada yang bocor disini" jawab Fely.
"Ga mau ngopi dulu?" tanya Clarin.
"Halah, gue harus izin dulu sama si Barra. Ntar besok aja lah ya?" jawab Fely.
"Iya lagian gue cape juga" timpal Nindi. Clarin menganggukan kepalanya kali ini. Sepertinya memang mereka harus segera pulang saja sekarang.
***
Setelah mengantarkan teman-temannya pulang, Fely kini sudah sampai dirumahnya. Tapi, ia tidak melihat adanya Lita diruang tengah. Sepertinya ibu mertuanya itu berada didalam kamar. Jadi, Fely memutuskan untuk masuk kedalam kamarnya juga. Menemui Barra yang sudah pulang sebelum dirinya pulang itu.
Setelah menaruh tas pada tempat biasanya, Fely mendekati meja riasnya untuk menghapus riasan yang ada diwajahnya. Sedang mengeluarkan cleansing balmnya, tiba-tiba Barra bertanya padanya akan kejadian disekolah tadi.
"Fel, lo ngaku deh lo yang udah lakuin semuanya kan?" tanya Barra yang kini sedang berjalan mendekatinya. Sedangkan Fely menyerngitkan alisnya tidak mengerti apa yang sedang Barra bicarakan.
"Maksud lo?" tanya Fely.
"Lo kan yang udah coret-coret mobil si Jihan sama si Febri?" tanya Barra lagi. Fely semakin menyerngitkan kedua alisnya. Ia harus bisa berakting sebagus mungkin sekarang ini. Jangan sampai Barra curiga padanya. Fely harus bisa membuat Barra percaya padanya.
"Fel, ngapain sih lo? Lo boleh ga suka sama mereka terutama si Jihan mungkin yang dari awal kita nikah lo ga suka sama dia. Tapi apa yang lo lakuin itu jahat banget tau ga. Lo udah bikin nangis anak orang".
Barra berkata seperti ini karna mempunya feeling jika Fely yang melakukannya. Belum lagi Barra yang sangat tidak tega melihat Jihan yang tadi menangis dengan hebatnya karna ada orang yang dengan sengaja mencoret mobil Jihan dengan kata-kata yang tidak senonoh.
Barra tetaplah Barra yang tidak bisa melihat wanita menangis. Jadi, ia merasa sangat iba sekali pada Jihan tadi. Terlepas dari statusnya siapa saat ini. Tapi, Barra tidak akan pernah bisa melihat wanita menangis.
"Lo nuduh gue?" Tanya Fely.
"Ya, kalo bukan lo sama temen-temen lo siapa lagi Fel? Kan lo sempet ngancem mereka saat itu". Fely tersenyum miring pada Barra.
"Gila ya Bar, segitu cintanya ya lo ke si Jihan hah? Sampe lo mikir gue yang lakuin itu semua?" Tanya Fely.
"Gue ga cinta sama dia".
"Bar, 6 bulan kita nikah, dan lo ga bisa percaya sama gue? Segitunya lo hah? Sumpah ya gue fikir lo udah anggep gue sebagai istri lo. Tapi apa sekarang? Karna hal ini lo nuduh gue yang lakuin itu semua? Padahal gue diem aja loh. Gue kecewa sama lo Bar. Vino sama Ansell aja bisa belain gue, lo suami gue malah nyudutin gue kaya gini" ucap Fely panjang lebar. Tidak terasa air matanya turun saat ini.
Ada rasa sakit saat Barra berkata seperti itu padanya. Walau memang dirinya pelaku dari masalah ini, tapi Fely tidak menyangka jika Barra akan menyudutkannya. Bahkan, sedikit pembelaan dari suaminya itu tidak bisa ia rasakan disini.
"Bukan gitu maksud gue Fel, gue ga mau kalo misalnya lo terlibat masalah yang lebih dalem lagi sekarang"
"Tapi bukan gue pelakunya" Jawab Fely.
"Ya terus siapa? Jujur sama gue Fely ga mungkin gue bikin lo masuk ke masalah yang runyam. Gue ini suami lo, wajar kalo gue mau tau semuanya".
"Halah, bacot lo Bar. Belain si Jihan gitu amat. Lo ga pernah mikirin perasaan gue emang. Gue benci sama lo" ucap Fely lalu melengos keluar. Niatnya membersihkan make up ia urungkan.
Tapi, lengannya Barra cekal saat ini. Barra tidak akan membiarkan Fely keluar kamar saat kondisi Fely sedang marah seperti ini. Di rumah juga sedang ada Lita. Barra tidak mau ibunya itu tahu tentang masalahnya dengan Fely sekarang. Belum lagi, masalah ini ada sangkut pautnya dengan Jihan.
"Jangan pergi" ucap Barra.
"Mau lo apa sih Bar? Ngapain gue disini juga, gue punya suami yang ga bisa percaya sama gue. Buang-buang waktu doang tau ga" jawab Fely.
Sebenarnya Barra ingin sekali percaya pada Fely. Tapi ntah kenapa hati kecilnya menolak. Barra tahu hal apa saja yang bisa Fely perbuat jika gadis itu sudah merasa tidak nyaman dengan seseorang. Lantas, mungkin saja Fely bisa melakukan ini semua sekarang.
"Terus lo mau ninggalin gue?" tanya Barra.
"Kalo itu mau lo" jawab Fely.
"Lo ga bisa pergi dari sini" ucap Barra.
Jujur saja Fely takut saat ini. Tatapan Barra begitu menakutkan sekarang. Saat Fely berkata jika Fely akan meninggalkan Barra jika hal itu yang pria inginkan, tatapan Barra menjadi sangat menyeramkan.
"Lepas, gue mau ganti baju" ucap Fely mengurungkan niatnya untuk pergi dari sini. Beruntung, Barra melepaskan cekalan lengannya. Tapi, kini Barra berjalan ke arah pintu lalu menguncinya. Sedangkan Fely lebih baik mandi saja sekarang.
Barra melihat punggung Fely yang kini sudah mulai menjauh darinya. Ada rasa bersalah dalam dirinya pada Fely. Apa benar Barra keterlaluan dengan menuduh Fely tanpa bukti?. Bahkan, Barra tidak bisa seperti Vino dan juga Ansell yang membela Fely dengan mati-matian didepan semuanya.
Lebih baik ia duduk saja disofa sambil menunggu Fely selesai dengan kegiatan gadis itu. Dan berharap jika Fely akan baik-baik saja setelah ini.
***
Ketegangan kini terasa saat jam makan malam dimeja makan. Dimana Fely sampai detik ini belum mau berbicara dengan Barra. Fely memang menyiapkan makan malam untuk Barra. Tapi, gadis itu nggan untuk berbicara sedikitpun. Bahkan, Fely tidak mau menjawab semua ucapan Barra.
"Fel, gue mau paha nya boleh?" tanya Barra.
Fely tidak menjawabnya, ia membawa piring Barra dan menyimpan satu ekor paha ayam disana. Lalu kembali disimpannya didepan Barra.
"Mau minum dong" pinta Barra lagi. Semua ini ia minta semata-mata untuk menarik perhatian Fely lagi. Tapi, semua usahanya sia-sia. Fely masih tidak mau berbicara dengannya.
Fely menuangkan air kedalam gelas yang berada didekat Barra. Dengan tetap membungkam mulutnya.
"Makasih" ucap Barra. Fely hanya menganggukan kepalanya.
Lita sangat menyadari kediaman Fely saat ini. Lita sangat meyakini jika Fely dan Barra sedang bertengkar. Karna, tidak biasanya Fely seperti ini. Biasanya Fely dan Barra selalu berbicara dimeja makan.
"Fely, you okay?" tanya LIta. Fely menoleh pada ibu mertuanya itu, lalu tersenyum.
"I'm okay mom" jawabnya singkat.
"Kalian lagi berantem ya?" Tanya Lita lagi.
Tidak ada yang menjawab kali ini. Fely lebih memilih untuk fokus dengan makanannya saja. Biarkan saja Barra yang pusing harus menjawab apa saat ini. Karna Fely yakin jika Barra tidak akan berkata jujur jika keduanya sedang marahan sekarang. Lebih tepatnya Fely yang marah pada Barra.
"Barra? Jujur sama mama istri kamu kenapa? Fely ga biasanya diem gitu loh".
"Ngga ma, kita ga papa" jawab Barra berbohong.
"Fel, kenapa sayang? Barra nyakitin kamu?" tanya Lita lembut pada menantunya itu. Fely menggelengkan kepalanya pelan.
"Ngga ma" jawabnya lesu.
Padahal, dalam hatinya Fely ingin sekali berkata jika Barra memang menyakitinya. Tapi, Fely tahu bagaimana seorang istri yang baik. Dimana dia harus menjaga aib rumah tangganya. Bahkan, didepan kedua orang tua mereka.
Raut wajah lega juga bisa Fely lihat pada wajah Barra melalui ekor matanya. Dimana Barra sejak tadi merasa takut jika Fely akan membocorkan semua perdebatannya dengan Barra saat mereka baru tiba dirumah.
***
Barra terus berusaha mengajak Fely berbicara. Padahal, Fely sudah memunggunginya. Ya, selepas makan malam Fely memilih untuk segera masuk kedalam kamar. Karna ia tidak mood untuk melakukan hal apapun itu.
Berkali-kali Barra berusaha menciumi pipi Fely, tapi gadis itu terus saja menghindar. Bahkan, Barra sudah melingkarkan satu tangannya diatas kepala Fely agar istrinya itu mau tidur diatas lengannya. Seperti malam-malam biasanya. Tapi, Fely tetap bersikeras untuk menolak.
"Fel, maafin gue. Gue tau gue salah" ucap Barra sambil berkali-kali menciumi pelipis Fely. Karna hanya itu yang bisa Barra jangkau saat ini. Fely benar-benar menolak semua sentuhannya saat ini.
"Awas, jangan peluk gue Barra" ucap Fely sambil menggoyangkan tangannya untuk menyingkirkan lengan Barra disana.
Barra semakin dibalut rasa bersalah saat dimana Fely kembali menangis. Sepertinya Barra benar-benar keterlaluan disini. Ia sampai membuat Fely menangis dua kali hari ini. Padahal, dulu Barra sudah berjanji tidak akan membuat Fely menangis karna ulahnya.
"Fel lo nangis?" Tanya Barra.
"Lepasin Barr" ucap Fely lagi.
"Gue minta maaf, gue tau gue salah. Lo boleh pukulin gue Fel" ucap Barra masih nggan untuk melepaskan pelukannya.
Kini Fely membalikan tubuhnya agar dirinya bisa melihat Barra. Air matanya sudah keluar sejak Barra terus meminta maaf padanya. Walau Fely sangat menyadari jika tuduhan Barra itu benar adanya. Tapi, ntah kenapa sakit sekali rasanya saat Barra tidak mempercayainya.
"Bar, lo sadar ga sih lo nyakitin gue, hah? Bar gue tau lo ga akan pernah tega liat cewek nagis. Dan gue tau lo nuduh gue karna lo liat si Jihan nangis kejer kan tadi? Tapi lo sadar ga sekarang yang lo sakitin siapa, hah? Gue ini istri lo Bar. Ga seharusnya lo nuduh gue atas hal yang ga gue lakuin" ucap Fely masih dengan berbohongnya.
Tidak ingin Fely memunggunginya lagi, Barra kini mendekap Fely kedalam pelukannya. Walau Fely terus meronta, Barra dengan kuat menahan gadis itu agar tidak menolak pelukannya.
"Maaf, maafin gue Fel. Iya gue salah gue udah nyakitin lo. Ga seharunya gue kaya tadi. Tapi, please ya jangan nangis lagi" Barra terus mengelus rambut Fely dan mengecup puncak kepala Fely berkali-kali. Sampai dimana Barra merasa Fely sudah tertidur dalam dekapannya. Sebuah hal yang sudah menjadi hal yang biasa dimana Fely selalu merasa nyaman jika tidur dalam dekapannya itu.
Melihat Fely yang sudah terlelap tapi dengan air mata yang masih membasahi pipi mulus gadis itu, Barra segera mengusapnya. Barra tidak ingin melihat air mata lagi disana. Ia berjanji ini yang terakhir kalinya Fely menangis karna ulahnya. Barra tidak akan pernah melakukan kesalahan ini lagi.
Setelah mengecup kening Fely, Barra memilih untuk ikut tidur juga. Harapannya masih sama. Semoga esok hari Fely akan baik-baik saja lagi padanya. Semoga Fely sudah memaafkan kesalahanya juga nanti. Barra tidak ingin masalahnya dengan Fely semakin berlarut-larut. Barra tidak bisa jika Fely terus mendiamkannya.
***
TBC.
I hope you like the story
Don't forget to vote and comment
See you in the next part