Pulang

1045 Words
Pria yang menyelamatkan gadis itu adalah Thomas! Segera digendongnya Amanda, dibawanya keluar dari sana dan dimasukkan ke mobil. Thomas memasang sabuk pengamannya, menutup pintu mobil lalu membawanya pergi. Dalam perjalanan, mobil yang berjalan secara otomatis itu bisa berjalan tanpa dikemudikan. Thomas berusaha menyadarkan Amanda dengan memberikan minum secara paksa dan meletak minyak aromaterapi ke hidungnya. Thomas menyentuh telapak tangan kanan Amanda, menyatukan dengan tangannya. Sebuah energi mengalir ke tubuh Amanda, bagikan sengatan listrik yang menarik paksa pengaruh bius itu sampai membuat gadis itu tersadar. "Hah!" jeritnya tiba-tiba, lalu melihat ke sekitar. "Kau!" sambungnya terkejut melihat pria yang sudah diusirnya kini ada di hadapannya. "Minumlah," ucapnya kembali duduk normal dan memegang kendali mobil. Amanda menerima botol air mineral itu dan segera meneguknya. "Bagaimana aku bisa lepas dari penjahat-penjahat itu?" tanyanya heran. "Aku datang tepat waktu," jawabnya. "Bagaimana kau bisa di sini? bagaimana kau bisa tahu keberadaanku?" tanyanya lagi. Thomas menghentikan mobil, menepikannya sejenak. "Maaf, aku mengikutimu sejak tadi." "Kau mengikutiku? apa kau salah satu bagian dari mereka?" tuduhnya. Thomas tertawa miring. "Aku menyelamatkanmu, tapi kau malah menuduhku yang bukan-bukan!" Amanda melihat ekspresinya yang terlihat kecewa. "Maaf, aku hanya panik!" Thomas menggeleng cepat, "Katakan alamat rumahmu, aku akan mengantarmu pulang." "Aku bisa pulang sendiri." Amanda melepas sabuk pengamannya, Thomas mengunci sentral pintunya sehingga Amanda tidak bisa membukanya. Gadis itu menoleh, "Buka!" pintanya memaksa. "Aku tidak akan membiarkanmu pulang sendirian." "Kau-" Thomas merasa kesal karena sikap Amanda yang sangat keras. Amanda diam, melipat tangannya lalu menatap ke depan. Thomas menyandarkan tubuhnya ke kursi, coba memahami isi hati gadis ini. "Tolong mengertilah, lingkungan kita sedang tidak aman. Kau harusnya tau alasanku mengikutimu sejak sore." Amanda masih saja diam. "Pria tadi hampir melecehkanmu," ungkap pria itu. Amanda sontak menoleh. "Apa?" sahutnya tidak percaya. "Terserah kau mau percaya atau tidak, kau bisa cek cctv di sana besok bersama sahabatmu. Aku tahu kita baru saling mengenal, bukan berarti aku orang jahat," jawabnya terpancing emosi. Amanda menggigit bibirnya sendiri, merasa bersalah karena telah mencurigainya. "Maaf ya," ujarnya. Thomas meraup nafas banyak lalu menghembus kuat. "Kalau kau mau pergi, silakan!" Pintu yang tadinya tertutup kini dibuka oleh pria itu. Amanda mengurungkan niatnya, memasang kembali sabuk pengaman itu dan Thomas paham maksud hatinya. Mereka pun kembali melanjutkan perjalan. Meski tanpa percakapan, keduanya saling menatap diam-diam. Thomas menyalakan musik agar suasana tak lagi menegang. "Ini kali pertamanya aku pergi sejauh ini, kalau bukan karena tugas kuliah, aku mungkin tidak akan ke sini," akunya. Thomas melirik singkat. "Kau anak rumahan?" tanyanya. Amanda tersenyum. "Lebih tepatnya aku kurang pergaulan." Thomas tersenyum juga mendengarnya, "Kenapa?" "Karena dunia menolak keadaan fisikku." Thomas terkejut mendengarnya. "Terima kasih karena kau salah satu dari mereka yang tidak mempermasalahkan itu," lanjut Amanda. "Kau perempuan yang berbeda, mereka hanya tak mampu melihat itu," sahut Thomas. "Terima kasih!" Thomas memberikan tangan kanannya, "Mulai sekarang kita berteman, apa kau setuju?" tanyanya. Amanda menyambutnya singkat, lalu menarik lagi tangannya. "Baiklah, aku menerimanya karena kau sudah menolongku." Thomas tertawa ringan, Amanda pun ikut senang. Kekakuan di antara mereka hilang. Kedua muda mudi itu mengobrol seru sampai ke tujuan. Ternyata pria itu cukup enak diajak berbincang, Amanda meliriknya diam-diam saat mobil mereka sudah berhenti di depan rumah. "Terima kasih sudah mengantarku pulang, Hati-hati dalam perjalanan kembali," ucap Amanda sebelum turun. Perempuan itu membuka sabuk pengaman, perhatiannya teralihkan pada mobil yang berhenti di depan mobil Thomas. Pria itu juga melihatnya, ikut membuka sabuk pengaman karena tahu kalau mobil itu adalah milik ayahnya. Frengky turun, menghampiri Thomas dan mengetuk kaca putrinya. Amanda segera membuka pintu, menghampiri ayahnya dan menyapa pria itu. "Ayah, dari mana?" tanyanya. "Menjemputmu, tapi sepertinya kau sudah ada yang mengantar pulang," jawab Frengky. "Ah, kenalkan dia temanku, Thomas!" ujar Amanda memperkenalkan pria itu. Thomas menghampirinya, menjabat tangan lalu memperkenalkan diri. "Thomas, teman Amanda." "Kalian pergi bersama sejak tadi?" tanya Frengky. Amanda menggeleng, "Aku pergi sendiri ke toko buku, kami bertemu saat aku mau pulang." Thomas mengangguk, membenarkan jawaban Amanda. Frengky menaikkan alis, mencoba percaya pada mereka. "Baiklah, aku masuk duluan!" "Ya, Ayah!" sahut Amanda, tersenyum pada Thomas. Gadis itu pun langsung melambai, "Sampai ketemu di lain hari." "Selamat malam, Amanda!" "Selamat malam, Thomas!" Amanda melangkah ke arah rumah, Thomas memanggilnya lagi. "Mmh, boleh aku minta nomor teleponmu?" tanyanya. Amanda memberikan kode pemindai. Thomas menyalin dengan cepat. "Terima kasih!" ucapnya. "Sama-sama," sahut gadis itu. Thomas menunggu sampai Amanda masuk ke rumah, setelah itu dia pun kembali ke mobilnya. Di sudut kanan dari posisi rumah Amanda, ada seorang pria melihat ke arah mereka, senyum sendiri lalu jalan ke arah mobil Thomas dan masuk ke dalam, tanpa bicara, dia duduk di samping Thomas. Pria itu sempat kaget, "Kau, jangan sering membuat hal seperti itu. Kau bisa membuat jantungku copot." "Haha, lemah! akhirnya kau dapatkan dia. Kita sudah lama mengincarnya, kau harus ingat misi kita mendekatinya," ujar pria itu. Thomas meliriknya dingin, menjalankan mobilnya ke arah selatan kota Umea. Menuju ke sebuah pemukiman jarang penduduk di tengah hutan, tepat di kaki bukit yang jarang dijamah orang. Thomas dan pria itu turun, lalu berjalan ke arah rumah kayu bertingkat dua di hadapan mereka. Tanpa mengetuk pintu, mereka masuk dan menyapa orang-orang di sana yang sedang menikmati daging rusa panggang yang masih berada di alatnya yang berputar di tengah-tengah mereka. “Hai, Paman Joe!” sapa pria yang datang bersama Thomas. “Hai, Bruce! Kenapa kau dan Thomas bisa datang bersamaan?” tanya Joe. “Aku hanya tidak sengaja melihatnya di jalan,” jawab Bruce tersenyum, lalu duduk di tempat kosong. “Duduk lah Thomas!” pinta Joe. “Ya, Paman.” Thomas segera bergabung setelah mengambil segelas anggur dari meja. Mereka menatap tajam ke arah Thomas yang sedang meneguk minumannya. Pria itu merasa risi dan tersenyum sendiri. “Aku sudah tidak sabar memperpanjang umur, kau sudah bisa mendekati wanita itu?” tanya seorang wanita dengan gaya bicara berat, suaranya serak-serak basah. “Kenapa kalian meminta aku yang mendekati dia?” tanya Thomas. (Dia di sini adalah Amanda.) “Ayo lah, kau yang punya wajah tampan di sini. Kau lihat Bruce, dia memiliki bekas luka cukup serius akibat bertarung dengan beruang di pegunungan Alpen.” Thomas tersenyum. “Aku merasa tidak bisa melakukannya,” ujarnya menunduk sambil memutar-mutar isi gelas di tangannya. Wanita yang bertanya tadi mendadak berubah matanya menjadi kuning bercahaya. Thomas menyadari itu walau tidak melihatnya. “Hentikan kemarahanmu, Jasmine!” erang Thomas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD