Harapan Sang Ayah
Hati Untuk Serigala
Sarapan pagi ini hari ini kurang menyenangkan. Terjadi adu argumen di meja berbentuk bulat yang terletak di dekat jendela.
Makanan di meja terpaksa menganggur karena dua orang yang ada di sana, duduk dengan keadaan panas hati dan kepala. Seorang ayah dan anak lagi debat kusir perihal masa depan.
"Aku gak mau kuliah di sana!" jerit wanita berambut ikal coklat tua yang sedang menatap kesal pada ayahnya.
"Percayalah pada ayah, kau akan menjadi seorang pemusik hebat."
"Ayah, aku tau sejak dulu aku suka main piano, tapi aku ingin kuliah di jurusan lain!"
"Ayah sudah memasukkan datamu ke sana! kerjakan ujianmu besok dan berikan aku hasil terbaik darimu, jangan buat ayah malu," ucap Frengky.
"Terus, apa alasan ayah pindah ke Umea?" tanya Amanda.
"Ayah akan pergi berburu, kau aman di sini bersama bibi Ana."
"Tidak mau, aku tidak mau tinggal sama monster itu." Amanda membuang pandangan matanya.
"Amanda! Sejak kapan kau jadi anak yang suka membantah?"
"Sejak aku tau bahwa manusia lain tidak menghargaiku sebagai manusia," jawabnya dengan nada penuh penekanan lalu pergi meninggalkan ayahnya sendirian.
Frengky mencubit ujung matanya karena merasa sedih dengan sikap Amanda, anak semata wayangnya yang sudah pintar membalas bicaranya.
Menjadi orang tua tanpa pasangan sangatlah sulit. Frengky mengurus Amanda sendirian sejak ia berusia 6 tahun, membuat pria itu mati-matian mengejar bisnis dan anaknya. Sekarang, dia sudah lebih sukses dan perusahaannya dijalankan oleh pegawainya.
Di sela-sela waktu santainya, Frengky senang melakukan perjalanan dan berburu hewan seperti rusa, harimau, kambing hutan, dan banyak lagi. Akibat hobi berburunya itu, Amanda mendapat musibah pada saat ia berumur 9 tahun.
Dulu.
Amanda kecil penasaran dengan aktifitas ayahnya dan mengikuti Frengky diam-diam ke hutan. Meski sudah dilarang, rasa penasaran seorang anak kecil tetap lah tinggi. Bersembunyi di balik pohon, Amanda terkejut menyaksikan sang ayah menembak seekor harimau dengan tepat sasaran. Darahnya belum seberani ayahnya. Ketika melihat hewan itu mati, Amanda gemetaran dan mundur dari posisinya.
Harimau yang harusnya sudah mati tadi malah berlari menyelamatkan diri, tetapi saat melihat Amanda berdiri di dekat pohon besar, langkah keempat tungkai harimau itu pun berbelok ke arahnya.
"Ayaaaah!" jerit Amanda spontan.
Frengky terkejut melihat anaknya ada di sana juga dan sedang dikejar oleh harimau buruannya tadi. Pria itu berusaha mengejar, tapi tidak sempat meraih tubuh putrinya.
Tenaga manusia dan hewan saat berlari sangatlah berbeda apalagi dibandingkan dengan harimau, hewan buas yang senang memangsa.
Amanda pun diterkam!
Tubuhnya terkena kuku harimau yang sangat tajam sampai melukai lengan, paha serta bagian lain. Anak itu menjerit kesakitan dan minta tolong ayahnya segera menyelamatkannya.
DOR!
Frengky menembak harimau itu dari jauh. Tembakannya mengarah tepat ke kepala, membuat tulang tengkorak harimau tersebut berbunyi seperti ranting yang patah terkena pijakan kaki, kepala harimau itu menjadi sarang peluru panas dari senjata api yang langsung menuju ke pusat kesadaran. Perlahan-lahan harimau itu mulai kehilangan keseimbangan dan sempoyongan.
Amanda berusaha melepaskan diri dari kurungan kakinya. Namun, tanpa sengaja saat si harimau akan tumbang, kukunya menyentuh wajah dan melukai mata Amanda.
"Aaaagghhh!" Jeritan Amanda yang terkena kuku tajam itu pun melengking di tengah-tengah hutan. Frengky bersama temannya segera membawa putrinya ke rumah sakit. Tubuhnya penuh darah, kondisinya miris sekali, sang ayah tak sampai hati melihat kondisi putrinya.
“Dok, Tolong selamatkan dia!” pinta Frengky.
“Baiklah, mohon tunggu di sini, kami akan mencoba melakukan yang terbaik.”
“Ya, Dok!”
Frengky memegang kepalanya sendiri, menarik rambutnya dengan kasar. Menyesali kejadian tadi. Harusnya Frengky bisa menahan diri dulu sebelum Amanda tidur. Anak itu mengikuti ayahnya diam-diam. Frengky menangisi keadaan putrinya, duduk di kursi dan menanti kabar dari dokter.
Setelah beberapa saat ditangani oleh dokter, pria itu mendapat kabar bahwa mata kanan Amanda rusak akibat cakaran harimau itu. Mata itu akan cacat dalam waktu yang belum diketahui. Pihak rumah sakit tidak bisa menanganinya. Dokter juga tidak bisa menolong keadaan mata seperti yang dialami Amanda.
Kehidupan Amanda berubah drastis. Semua teman menjauhinya, rasa percaya diri Amanda hilang dan sering menyendiri di kamarnya saja. Anak itu menerima banyak hinaan dari teman-temannya.
Frengky terpaksa menyekolahkannya dengan sistem sekolah di rumah agar Amanda terlepas dari ejekan teman-temannya.
Anak cerdas itu tetap mendapat nilai baik dalam akademiknya hingga SMA dan akan segera melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Kejadian 8 tahun lalu membuat Amanda menjadi perempuan yang sensitif yang mudah tersinggung.
Di dalam kamar, Amanda menangis tersedu-sedu karena merasa ayahnya terlalu keras. Ayahnya dianggap selalu mengatur hidupnya dan tidak membiarkan dirinya bebas seperti anak lain seumurannya yang hidup di Swedia.
Frengky membuka pintu kamarnya, Amanda menutup dirinya dengan selimut, tak ingin melihat wajah ayahnya. Frengky menarik kursi belajarnya dan membawanya ke dekat tempat tidur, duduk dan coba bicara pelan-pelan.
"Amanda, maafkan ayah."
Amanda tidak menggubrisnya. Dia masih tersedu-sedu.
"Ayah hanya ingin kau meneruskan bakatmu di bidang kesenian. Ayah yakin kau akan jadi seniman berkualitas."
"Hentikan! Ayah selalu memaksaku."
"Ayah sayang padamu, jangan selalu menyalahkan ayah. Coba kau pikirkan, kalau ayah ijinkan kau kuliah di bagian manajemen, apa bisa nantinya kau akan diterima kerja kantoran dengan kondisi mata seperti itu?" tanya Frengky penuh kejujuran agar membuka pikiran anaknya.
Pertanyaan itu membuat hati Amanda semakin teriris. "Ini semua salahku memang, harusnya aku tidak mengikuti ayah ke hutan!"
"Ayah juga salah karena tidak berhasil menemukan cara untuk mengembalikan penglihatanmu."
Amanda tau kalau ayahnya telah bersusah payah mencari informasi tentang operasi matanya, tapi semuanya nihil.
"Ayah harap kau mengikuti ujian itu, masalah bibi Ana, lupakanlah! Ayah tidak akan memaksamu tinggal dengannya."
Frengky menatap ke arah kamarnya. “Kau bisa tetap tinggal di sini, ayah harap di umurmu yang telah melewati 17 tahun, kau bisa menjaga diri sendiri dan rumah ini,” lanjutnya.
Amanda melihat ayahnya dan segera membuka selimut yang menutupinya. “Maafin aku, Ayah!”
Frengky tersenyum. “Ya, aku sudah memaafkanmu. Kau adalah putri kesayanganku, aku tidak mungkin membencimu.”
Amanda mendekati ayahnya dan memeluknya. Frengky mencium pipi putrinya dan mengelus kepalanya.
“Jika terjadi sesuatu, bibi Ana adalah saudara terdekatmu. Kau datangi dia.”
“Iya, Ayah!” Amanda melepaskan pelukan ayahnya. Frengky mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Sebuah kotak kacamata berwarna abu-abu.
“Ayah belikan ini untukmu.” Frengky mengeluarkan kacamata itu dan memberikannya pada Amanda.
Amanda menerima sebuah kacamata dengan lensa normal berwarna abu muda gagangnya bertuliskan merk terkenal. Frengky sengaja membelikannya agar Amanda bisa menutupi kekurangannya.
"Terima kasih, Ayah, aku sayang padamu!”
Frengky memegang kepala Amanda. “Ayah juga!”