Ddrrtt.
Ponselnya Nora berdering di atas nakas tepat di samping tempat tidurnya. Wanita itu sedang bermesraan dengan kekasihnya, tidak bisa menjawabnya sekarang.
Nora mengambil ponselnya, melihat nama penelepon di layar.
“Oh, mereka sudah datang!” katanya. Nora mengabaikannya sejenak karena mereka sudah berada di titik utama kemesraan.
“Jerry! Jangan kau keluarkan di dalam!” erang Nora.
Pria itu langsung menjauh dan menyalurkan muntahan laharnya ke bantal.
“Oh, tidak! Kau mengotori seprai dan bantal aku! Kau bisa ke kamar mandi kan?” protes Nora.
“Aku tidak bisa menahannya,” jawab Jerry.
“Aaagghh, terserah lah!” Nora segera menghubungi Leia kembali.
Wanita itu langsung menjawabnya, “Nora, kami di rumahmu.”
“Tunggu sebentar, aku sedang di kamar,” jawabnya.
“Oke!” Leia menutup teleponnya, memberi kode pada kedua temannya bahwa dia ada di atas.
Amanda berbalik badan menghadap jendela, dia tidak mau orang menatap ke arahnya. Stuart mengerti maksud dari sikap Amanda, menghampiri dirinya dan menemaninya menyendiri.
“Amanda, kau tidak bawa kaca mata?” tanya Stuart.
“Aku lupa,” jawab Amanda.
Stuart tersenyum, dia merogoh kantung celananya lalu mengeluarkan tas kecil berbahan kain berwarna hitam. Tali pengikatnya dilonggarkan, lalu mengeluarkan sesuatu dari sana. “Pakailah,” kata Stuart sambil memberikan kacamata berwarna biru muda.
"Terima kasih!"
“Jangan segan, apa gunanya kita kalau tidak mengerti keadaan satu sama lain?” tanya Stuart memainkan alisnya sambil tersenyum.
Amanda tertawa ringan. “Kalian terbaik.”
“Yoi!” Stuart menyambut tawanya.
Leia datang membawa minuman untuk mereka. “Hei, ambil ini!” ucapnya.
Stuart langsung mengambil dua gelas anggur yang dibawa oleh Leia. Amanda menolaknya karena tidak pernah minum minuman tersebut.
“Amanda, sedikit saja. ini pesta! Kau harus merasakan apa itu pesta!” bisik Leia merayu temannya.
“Leia, ayahku bisa marah kalau tahu aku mabuk.”
“Hmm, payah!”
Gelas itu langsung diambil oleh Leia dan diteguknya sampai habis bersama dengan Stuart.
“Aaahhh, segarnya! Rasa anggurnya nikmat!” beber Leia menanggapi minuman itu.
“Ya, kau benar! Ini pasti anggur mahal.” Stuart setuju.
Amanda tersenyum, baginya bisa datang ke sini bersama mereka saja sudah merupakan suatu kemajuan luar biasa. Amanda tidak ingin membuat ayahnya marah.
Tidak berapa lama kemudian Nora turun, menyapa mereka bertiga.
"Selamat ulang tahun, Nora!” jerit mereka bersamaan.
Nora tertawa bahagia, memeluk mereka semua. “Terima kasih karena kalian sudah datang, aku senang sekali!”
Amanda memberikan kado dari mereka pada Nora. Wanita itu sangat gembira. Dia langsung membukanya dan melihat sebuah buku di dalamnya.
“Wah, ini kado terbaik yang pernah kuterima,” ucap Nora.
Leia dan Stuart sudah menduga bahwa Nora akan suka.
“Semoga bermanfaat untukmu,” kata Amanda.
“Pasti!” Nora mempersilakan mereka untuk menikmati semua yang terhidang. Tidak terbatas dan boleh mereka habiskan.
Acara malam ini bebas, mereka bisa melakukan apa pun di rumahnya. Berdansa, main bilyar, gem atau mau berenang di halaman belakang juga boleh.
Amanda tertawa mendengarnya. “Pesta yang menarik,” sahutnya.
“Ya, selagi orang tuaku pergi, aku bisa melakukan hal ini,” tukasnya.
“Mmh, memangnya kalau mereka ada, apa kau dilarang melakukan ini semua?” tanya Leia.
“Ya, begitu lah.” Nora tersenyum.
“Sabar ya, kau punya banyak teman, kau pasti tidak kesepian,” ujar Stuart.
“Kalian salah, mereka hanyalah teman di saat senang. Aku tidak punya sahabat,” sahut Nora.
Amanda, Leia dan Stuart saling menatap. Mereka mungkin bisa berteman baik setelah ini.
Jerry menghampiri Nora, memeluknya lalu menciumnya tepat di depan mereka. “Aku pergi dulu, kau jaga dirimu, jangan terlalu lama berpesta,” pesannya.
“Oke!” Nora tersenyum lalu melambaikan tangan mengikuti langkah kekasihnya.
Amanda diam membeku, pada pria itu juga dia bisa melihat cahaya hijau yang dilihatnya pada pria di bus kemarin.
Anehnya, saat Jerry memeluk Nora, dia mendengar sesuatu dari dalam diri Jerry. Seperti kata hati yang tersalurkan dari tatapan matanya.
Wanita ini sangat hebat di tempat tidur.
Itulah kalimat yang keluar dari matanya kala memeluk Nora tadi. Alasan terkuat mengapa Amanda terdiam membisu bahkan di saat teman-temannya bercerita, gadis itu tetap kebingungan sendiri.
Bagaimana bisa aku mendengar isi hatinya? Kenapa hanya dia saja? teman-temanku yang lain tidak.
Amanda termenung beberapa saat sampai Leia menepuk bahunya, gadis itu baru tersadar.
“Kau melamun?” tanya Leia.
“Haha, sedikit.”
“Ckck.” Leia cekikikan dan mengajaknya ke taman belakang bersama Nora dan Stuart.
Beberapa jam setelahnya, Amanda di antar pulang oleh Stuart. Amanda melambaikan tangan pada mereka lalu berbalik badan untuk masuk ke rumah.
Langkahnya terhenti karena mendengar suara berisik dari sisi kirinya. Amanda menoleh, melihat ke arah sekitar. Amanda tidak menemukan apa pun, suaranya seperti tapak kaki yang menyeret sesuatu.
Amanda ingat pada kata-kata ayahnya mengenai hewan buas yang akhir-akhir ini mengintai para warga. Amanda mempercepat langkahnya, masuk ke dalam rumah dan memanggil ayahnya.
“Ayah!”
“Ayah.”
Amanda mengunci pintunya, mencari pria yang sudah dipanggilnya beberapa kali itu. Dia tidak menemukan ayahnya di sudut mana pun.
"Ayah yang memintaku untuk pulang lebih cepat, tapi mengapa dia yang belum pulang?" ocehnya sembari mengambil ponsel dan menghubungi Frengky.
Sesaat kemudian pria itu menjawabnya. "Oh, Amanda. Kau sudah pulang?"
"Sudah, Ayah. Di mana ayah sekarang?" tanya Amanda.
"Ayah lagi berkunjung ke rumah kepala polisi di blok H. Sebentar lagi aku akan pulang."
"Ya, aku menunggumu."
"Manis sekali puteriku. Baiklah, kalau kau mengantuk silakan tidur duluan."
Amanda paham, menyudahi panggilan kemudian pergi ke kamarnya. Sekelebat bayangan dilihatnya dari dalam, gadis itu menghentikan langkah dan mengecek ke arah jendela. Dia tidak melihat siapapun di sana.
Amanda segera menutup gordennya kemudian naik ke atas. Timbul paranoid dalam benaknya. Amanda mengirim pesan pada Frengky untuk pulang lebih awal dan hati-hati dengan sekitaran rumahnya, dia mengatakan pada ayahnya mendengar suara gemerisik dari belakang rumah.
Frengky langsung menghubungi putrinya setelah menerima pesan itu 25 menit kemudian. Namun, Amanda keburu tidur dan membuat pria itu panik.
Frengky segera pulang, berbekal senjata api, dia memperhatikan ke sekitaran rumah.
Sebenarnya dugaan Amanda tidak salah, memang ada yang memata-matainya dari balik pepohonan, mengintai kamar Amanda, tetapi masih belum bisa menyerangnya.
Dia adalah seorang pria bertubuh gemuk dan berkulit gelap. Mendengar suara mobil di halaman rumahnya, pria itu pun pergi.
Frengky segera masuk dan melihat anaknya ke kamar. Tangannya yang sudah siap sedia menembak, kembali diturunkan karena Amanda baik-baik saja.
Keesokan harinya.
Amanda melihat berita di televisi, saat dia sedang sarapan sereal bersama ayahnya.
Betapa kagetnya dia melihat pria yang mengejar mereka kemarin ditemukan meninggal dengan luka cakar seperti diserang oleh hewan buas.
Amanda menaruh sendoknya lalu meneguk susunya. Frengky melihat kegelisahannya.
“Ada apa?” tanya ayahnya.
“Pria itu pernah mengejar kami kemarin.”
“Di mana?”
“Saat kami jalan di sekitar toko buku.”
“Astaga! Kalian baik-baik saja?”
“Ya, Ayah. Dia pertamanya mengejar teman kami bernama Nora, tetapi Leia dan Stuart menghalanginya hingga perhatiannya berbalik ke arah kami.”
“Lain kali jangan bermain hal bahaya seperti itu.”
“Iya, Ayah.”
Frengky sangat khawatir dengan putrinya. Dia baru saja mendapat teman dan malah semakin tidak tenang. Takut menantang bahaya hingga membuatnya memilih jalan yang salah.