Teman Baru

1141 Words
“Stuart!” sahutnya. “Leia! Kau dari mana? Apa preman tadi menyerangmu?” tanyanya. Leia tertawa, menggeleng cepat. “Tidak, mana Amanda?” lanjutnya bertanya. “Di depan salon Annita.” “Oh, ayo, pergi!” ajak Leia menarik tangan pria itu. Ketika mereka tiba di depan salon, Amanda sedang berdiri dengan seorang gadis. “Bukannya dia adalah gadis yang dikejar preman tadi?” tanya Stuart. “Ya, kau benar! Dia orangnya. Syukurlah kalau dia selamat.” Leia menyipitkan mata. “Lalu preman tadi ke mana?” tanya Stuart. Leia menoleh, menaikkan bahunya dan segera menghampiri temannya. Amanda senang karena Leia tidak apa-apa. Amanda memeluk Leia, “Aku panik saat kau tidak mengikuti kami.” “Haha, tenanglah! Aku bisa jaga diri.” “Oya, kenalkan ini Nora.” Amanda memperkenalkan gadis yang tadi dikejar preman. Nora memperkenalkan diri pada mereka. Stuart penasaran, bertanya mengenai preman berwajah seram tadi. Nora menjelaskan bahwa mereka ingin melakukan sesuatu yang jahat padanya. Leia dan Amanda terkejut. Mereka menawarkan diri untuk mengantarkan Nora pulang. Namun, gadis itu menolaknya dan mengajak mereka ke kafe tempat dia bekerja. Mereka pun menerima tawaran itu. Sebuah kafe yang terletak di ujung jalan menjadi destinasi selanjutnya dalam perjalanan mereka sore ini. Nora memperbolehkan mereka makan dan minum sepuasnya sebagai bentuk ucapan terima kasih. Leia memesan makaroni panggang dan kopi. Sementara Stuart hanya ingin minum teh sana. Amanda minta segelas jus jeruk. “Kenapa tidak pesan makan?” tanya Leia. “Segan, kita masih baru mengenalnya,” jawab Amanda. “Hahaha, berarti aku kelewatan ya?” tanya Leia. Stuart cekikikan. “Sudah dipesan, diam lah dan nikmati!” “Ya.” Leia tersenyum. Mereka melanjutkan pembahasan tentang kompetisi piano tersebut. Amanda terus diberi suntikan semangat agar mau mengikuti perlombaan itu. Amanda minta waktu dan ingin bilang ke papanya terlebih dahulu. Leia dan Stuart memahaminya, Amanda dibolehkan untuk bertukar pikiran dengan papanya. Nora kembali dengan tiga minuman dan tiga makanan. Amanda, Stuart dan Leia saling berpandangan. “Terima kasih banyak, Nora!” ucap Leia ramah. Amanda dan Stuart tersenyum, ucapan terima kasihnya datar, tidak berlebihan seperti Leia. “Makan lah, aku harus bekerja. Jika butuh sesuatu kalian bisa panggil aku,” katanya. “Eh, tunggu!” Leia menghentikan langkah Nora dan minta nomor teleponnya. Leia ingin berteman dengan Nora. Gadis itu memberikan kartu namanya. “Aku akan sangat senang bila kalian meneruskan hubungan setelah hari ini,” ujar Nora. “Hahaha, pasti! Kau akan memiliki teman baru, itu pun kalau kau tidak keberatan.” Leia melipat bibirnya. “Tentu tidak! Besok di rumahku ada pesta ulang tahunku. Kalau kalian ada waktu, datang lah!” “Wah!” Leia dan Stuart langsung setuju. Amanda ragu untuk menghadiri acara tersebut. Nora kembali bekerja, Leia dan Stuart masih saja gembira karena diajak ke acara ulang tahunnya Nora. “Kau datang kan?” tanya Leia pada Amanda. “Mmh.” Amanda masih berpikir. “Ayo lah! Sekali-sekali kita pesta.” “Oke!” jawabnya singkat. “Yeay!” Leia menjerit kesenangan. Stuart melihat ke arah Amanda, jujur dia ingin sekali membuat Amanda keluar dari kesedihan yang selama ini dirasakannya. Perundungan yang telah dihadapi Amanda membuat batin dan semangatnya menurun. Ketika lingkungan menolaknya hanya karena fisik, mereka hadir untuk menerima semua kekurangannya. Keesokan harinya. Cuaca malam sangat bagus, sangat mendukung keinginan mereka untuk mengikuti pesta di rumah Nora. Leia dan Stuart menunggu Amanda yang sedang merayu ayahnya untuk memberikan izin pergi. "Ayah baru dengar nama mereka," ujarnya. "Ya, Ayah, mereka teman baruku." "Wah, serius?" Amanda tersenyum. "Kukira di dunia ini sudah tidak ada lagi manusia yang menerimaku, ternyata mereka masih ada." "Hahaha, kau buat ayah terhibur. Jadi, kau mau pergi bersama mereka?" tanya Frengky. "Ya, benar. Mereka di luar menungguku." Frengky segera bangkit dari tempat duduknya, bermaksud ingin kenalan dengan mereka. "Ayah mau apa?" tanya Amanda. "Bertemu mereka." "Mmh, jangan bicara hal aneh ya. Kumohon!" Frengky tersenyum, memegang bahu anaknya, lalu membawanya ke luar sambil mengangguk. Amanda ikut bahagia karena ayahnya bisa memberikan izin. Klining. Suara lonceng yang berbunyi setiap pintu terbuka pun didengar oleh Leia dan Stuart. Dua remaja itu menoleh, melihat ke arah pintu. "Hai!" sapa Amanda. "Hai, Amanda! Hai, Pak!" Frengky menaikkan alis, Leia sangat ramah. "Hai, kalian temannya Amanda?" tanyanya. "Ya, kami temannya. Dia sangat baik," jawab Leia. "Aku Leia, ini Stuart," sambungnya. Mendengar namanya dibawa, Stuart berjabatan dengan Frengky, Leia mengikutinya. "Panggil saya Frengky, ayah Amanda. Kalian mau party?" tanyanya. "Ya, Frengky! Seorang teman mengundang kami ke acara ulang tahunnya. Kami bermaksud mengajak Amanda juga," jawab Stuart. Frengky mengizinkan anaknya pergi dengan syarat tidak boleh pulang lebih dari jam 10 malam. Akhir-akhir ini banyak kasus pembunuhan akibat hewan buas, Frengky takut mereka diserang oleh hewan tersebut. Leia dan Stuart mengerti, mereka janji akan pulang sebelum pukul 10 malam. Amanda melambaikan tangan pada ayahnya, melangkah pergi menuju mobil yang terparkir di tepi jalan, milik Stuart. Frengky senang saat melihat anaknya punya teman. Setelah bertahun-tahun menyendiri dan bersembunyi, sekarang bisa tertawa seperti anak lainnya. Leia menyalakan musik, begitu mendapat lagu yang sedang populer, wanita itu langsung bernyanyi. Stuart tertawa melihat Leia yang sifatnya blak-blakan. Amanda tersenyum, perlahan mengikuti lirik lagunya dan menoleh ke arah kiri. Dia melihat pria yang pernah ditemuinya dalam bus. Pria itu menatap ke arahnya dengan sangat tajam. Amanda lagi-lagi melihat tanda berwarna hijau itu di keningnya. Bercahaya bagaikan cahaya dari kamera. Amanda melihatnya terus sampai ke kaca belakang, cahayanya memang tetap ada. "Ada apa, Amanda?" tanya Leia. "Tidak ada, aku seperti melihat sesuatu, sepertinya hanya ilusiku saja," jawab Amanda. Leia geleng kepala dan kembali bernyanyi dengan Stuart selama perjalanan menuju rumah Nora. Sementara Amanda menguras pikirannya pada pria yang aneh itu. Cahaya hijau itu, apa maksudnya? 25 menit kemudian. Mereka tiba di halaman rumah yang sesuai dengan isi pesan Nora tadi siang. Rumahnya lumayan besar juga, banyak tamu sepertinya. Terlihat dari jumlah motor dan mobil yang terparkir di sana. "Waw! Nora keren. Kukira dia orang biasa, ternyata anak orang kaya," pungkas Leia. "Ya, kau benar. Dia kerja di kafe, rasanya gak cocok." Stuart menimpa ucapan Leia. "Mungkin saja rumah ini peninggalan orang tuanya, dia juga butuh makan makanya harus bekerja," ujar Amanda menyampaikan pendapatnya. "Kau benar! Amanda cerdas!" Leia segera melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil. Amanda membawa kado yang sudah mereka siapkan sejak sore. Kado bersama, isinya sebuah buku motivasi untuk menjalani hidup. Ide aneh dari Leia, tapi mereka berharap hadiah dari mereka bermanfaat untuknya. Ketiga remaja tersebut mengayun kaki mendekati pintu rumah yang tertutup. Leia dengan berani membukanya lalu melongok ke dalam. Beberapa dari mereka menatap asing, melihat mereka dari atas sampai bawah. Amanda mencari aman dengan menunduk, menutupi mata kanannya dengan rambut. Stuart melihat pemandangan panas di sudut ruangan. Sepasang kekasih sedang berduaan dengan mesranya, seolah tidak ada orang padahal sangat ramai. Mereka melupakan sikap liar dari beberapa anak yang datang, lalu fokus mencari sosok pemilik rumah. Mereka tidak menemukannya. Leia memutuskan untuk menghubungi Nora.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD