Derap langkah kaki menggema di seluruh ruang tangga darurat.
"Ayo, Pelangi. Semangat Semangat!" ucap Pelangi seraya terus berjalan dengan langkah gontai. "Dua lantai lagi, Pelangi. kamu pasti bisa." Lanjutnya lagi bermonolog sendiri untuk menyemangati diri. Baru kemarin ia memberikan pelajaran pada temannya, kini ia malah menerima sebuah hukuman dari bos barunya. Sunggu Pelangi yang malang.
Setelah beberapa puluh menit, akhirnya Pelangi sampai juga di lantai satu dengan napas tersengal. Sejenak ia berhenti untuk mengatur nafas kembali.
"Gila itu manusia Langit! Dia kira lantai sepuluh, ke lantai satu itu dekat! Sepertinya hari ini Langit sedang tidak baik-baik saja, berselimutkan dengan gumpalan awan gelap gulita." Gerutu Pelangi seraya mengibaskan-ngibaskan kedua tangan ke wajahnya yang terasa panas dan penuh keringat. Pendingin yang ada di ruangan lantai satu pun tidak bisa meredakan rasa panas di wajah dan hati Pelangi.
"Ada-ada saja sih permintaan manusia aneh itu." Gerutu Pelangi yang kini berjalan ke luar kantor untuk mencari tukang cilok yang lewat. Beruntungnya tepat ketika ia berdiri di depan gedung, Abang Jay si penjual cilok yang biasa mangkal di sana pun datang, karena sebentar lagi jam istirahat tiba.
"Bang Jay, ciloknya bang!" Panggil Pelangi seraya melambaikan tangannya.
"Wah neng Pelangi tumben jam segini sudah keluar belanja!" Sapa Bang Jay seperti sudah kenal lama pada gadis itu, padahal baru kemarin Pelangi berkenalan dengannya.
"Ya bang, mau belikan si bos. Jangan terlalu pedes ya bang. Beli lima puluh ribu."
"Wah Alhamdulillah neng, tapi banyak amat belinya?"
"Sudah bang bungkus aja cepetan, mungkin mau di bagikan satu-satu buat karyawannya." Jawab Pelangi asal. "Dasar aneh, tumben nemu bos dingin, ganteng tapi doyan cilok." Batin Pelangi.
Setelah mendapatkan pesanannya, Pelangi tak langsung kembali. Ia sudah merencanakan sesuatu.
"Ya ampun, mana aku harus balik lagi ke lantai sepuluh lewat tangga darurat tadi. Mimpi apa aku semalam." Monolog Pelangi dalam hati, ia kembali menghela napasnya dengan panjang ketika sudah berada tepat di depan pintu tangga darurat, ia menengok ke kanan dan ke kiri dengan sebuah senyum licik di bibirnya.
Sementara dari kejauhan sosok seorang wanita dengan balutan gaun simpel selututnya kini tengah memperhatikan gerak-gerik Pelangi dari dalam mobilnya.
"Ternyata dia juga bekerja di sini. Bagus lah." Gumam wanita berparas cantik itu dengan senyum mengembang di bibirnya.
*****
Pelangi yang sudah masuk ke dalam ruangan, tuan Langit. Mulai membuat laporan, kalau dirinya sudah selesai menjalankan hukuman dari tuan Langit.
"Ini cilok anda tuan!" Ucap Pelangi' seraya menyerahkan kresek cilok yang di belinya.
"Bagus, jadi apa kamu turun melalui tangga darurat?" tanya Langit, tanpa mengalihkan tatapan matanya dari berkas yang ada di hadapannya.
"Iya sudah tuan." Jawab Pelangi, dengan suara yang terdengar lelah. Seperti orang yang baru saja naik turun dari lantai sepuluh, kelantai satu dan kembali lagi ke lantai sepuluh dengan menggunakan tangga darurat. Padahal kenyataannya ia hanya turun menggunakan tangga darurat. Sementara ia naik kembali ke lantai sepuluh dengan menggunakan lift. Ketika ia selesai membeli cilok tadi, Pelangi pergi sebentar ke supermarket yang ada tepat di samping gedung kantornya untuk membeli roti sebagai makan siangnya nanti, sekaligus mengulur waktunya agar tuan Langit tidak curiga padanya.
"Bagus." Ucap Langit. "Dan saat kamu naik kembali, apa kamu juga menggunakan tangga darurat?"
"Ya tentu saja, aku." Pelangi terdiam, ia bingung harus menjawab apa. Bahkan ia baru ingat kalau dirinya berbohong, sudah dapat dipastikan ia akan mengalami cegukan. Tapi jika ia tidak berbohong, pasti tuan Langit akan marah kepadanya. Dan tidak menutup kemungkinan, ia akan di pecat oleh Presdir barunya itu.
"Astaga, dasar gadis bodoh. Kenapa aku sampai melupakan penyakit itu sih." Gerutu Pelangi dalam hati merutuki dirinya sendiri.
"Jawab pertanyaanku Pelangi!" Sentak Langit seraya mengalihkan pandangannya, menatap tajam wanita dihadapannya.
"Aku." Lirih Pelangi yang kini menundukkan kepalanya seraya meremas ujung pakaiannya.
Kris yang sedari tadi diam, dan memperhatikan interaksi antara Langit dan Office girls itu. Kini mulai mengerti perintah dari tuannya ketika Pelangi keluar dari ruangan itu. Langit meminta Kris untuk melihat mengawasi Pelangi dari kamera CCTV.
"Kenapa kamu diam saja? Cepat katakan!" Sentak Langit sekali lagi dengan wajah kesalnya seraya menggebrak meja dengan sangat keras.
"Aku, aku juga mengunakan tangga darurat, tuan." Dusta Pelangi. "Hik hik hik." Seketika itu juga Pelangi mulai cegukan.
Sekali lagi Langit menggebrak mejanya. "Berani sekali kamu membohongiku!" Bentak Langit.
"A-aku tidak berbohong, tuan." Pelangi kembali cegukan semakin keras dan cepat.
Langit yang tadinya ingin marah karena telah dibohongi, hanya bisa menatap bingung, pada wanita yang saat ini terlihat kelelahan karena cegukannya itu. Ya Pelangi sampai menepuk-nepuk dadanya karena cegukan yang tak mau berhenti.
"Nona, anda tidak papa?" Tanya Kris , menatap bingung wanita yang ada di hadapannya yang tiba-tiba cegukan itu.
"Aku tidak apa-apa, tuan. Hik hik" Cegukan Pelangi semakin parah dan tidak mau berhenti.
Melihat pemandangan itu, Langit dan Kris kini saling berpandangan dengan bingung.
"Tuan, apa boleh aku keluar? Aku ..." Pelangi kembali cegukan.
"Tidak boleh! Karena aku akan memberikan hukuman padamu, karena kamu sudah berani berbohong pada-." Langit menghentikan perkataannya, saat melihat wanita cantik bermata biru berjalan masuk ke ruangannya.
"Kakak."
"Vega." Langit langsung berdiri, dan menyambut sang adik tercinta. "Kenapa kamu tidak bilang, akan datang kemari?"
Vega menjawab pertanyaan sang kakak, dengan kecupan lembut di pipi Langit.
Pelangi yang masih cegukan langsung menutup mulutnya dengan kedua mata melebar melihat siapa wanita yang ada dihadapannya itu.
"Vega, ternyata dia." Batin Pelangi tak percaya melihat wanita yang pernah ditolongnya ternyata adalah adik dari bosnya itu.
"Kakak siapa gadis ini?" Tunjuk Vega.
"Dia Pelangi, office girl baru di sini." Jawab Langit, "kamu boleh keluar. Tapi ingat hukumanmu belum selesai. Bawa dokumen ini ke bagian keuangan." Lanjut pria itu lagi memberikan perintah seraya
Pelangi yang masih terkejut dengan pemandangan di hadapannya, melangkah keluar meninggalkan ruangan bosnya itu.
"Tuan, apa masih ada yang anda perlukan?"
"Tidak, Kris . kamu juga boleh pergi!"
"Baik, tuan." Kris bergegas pergi dari ruangan, meninggalkan kakak beradik itu.
Kris yang ingin berjalan menuju ruangannya, tanpa sengaja mendengar suara orang cegukan di sudut ruangan, yang merupakan bagian pantry di lantai sepuluh.
"Kamu pasti berbohong lagi kan!" Mika membantu Pelangi menepuk-nepuk punggungnya seraya memberikan gelas berisi air minum, ia juga mengambil alih dokumen yang ada di tangan Pelangi. Sebuah dokumen yang harus diantarkan oleh Pelangi, kebagian keuangan di lantai delapan.
Pelangi yang ditanya hanya menganggukkan kepalanya, ia pun meraih gelas air minum
Mika pun berdecak kesal, menatap teman barunya dengan rasa iba. "Kamu sengaja lupa atau emang pura-pura lupa sih La? Kalau kamu bohong pasti akan terus cegukan begini."
"Eh tunggu perasaan itu konsep pertanyaan kamu sama deh Mik. Ya mau bagaimana lagi? Kalau aku tidak berbohong, tuan Langit juga pasti akan memecat ku karena melanggar hukumannya." Pelangi kembali dengan cegukannya.
"Memangnya kenapa tuan Langit sampai menghukum mu?"
Pelangi menghela napasnya dan mulai bercerita. "Dia menghukum ku karena aku terlambat satu menit meletakkan minumannya di atas meja."
"Apa?" Pekik Mika, "Lalu kamu diberikan hukuman apa oleh, tuan Langit?"
Lagi-lagi Pelangi menghela napasnya, menceritakan semua kejadian yang dialaminya kepada sahabatnya. Mereka terus berbicara, tanpa sadar melewati seseorang yang tengah mendengarkan pembicaraan mereka.
"Sungguh gadis yang menarik dan sangat aneh." Kris mengambil ponselnya, lalu menghubungi seseorang. Menceritakan semua kejadian yang terjadi pada tuan Langit, dan juga tentang seorang yang menyelamatkan nona Vega dari club malam itu. Setelah selesai memberikan laporannya, Kris pun bergegas kembali ke ruangannya.