Perjanjian dengan Dubanak

1053 Words
Hari ini Pelangi datang lebih awal ke kampusnya, ia harus menemui dosen pembimbingnya yang menyebalkan itu dan segera melakukan revisi agar bisa segera selesai dan lulus. Hari ini ia berangkat sendiri, Reina tak menemaninya karena gadis itu tidak ada jadwal revisi hari ini. Pelangi berusaha tetap tenang saat melewati beberapa para mahasiswa yang masih saja mengatai dirinya. "Sepertinya peringatan yang aku berikan pada Echa belum cukup, sehingga mulut-mulut tidak bertanggung jawab ini masih saja berkicau." Gumam Pelangi seraya terus berjalan ke tempat tujuannya. Ia harus segera menyelesaikan urusannya karena harus berangkat ke kantor. Semoga saja ia tidak terlambat, karena pagi ini ia sudah bertukar shift dengan salah satu anak baru yang seangkatan dengannya. Kalau sampai ia terlambat bisa saja ia akan mendapatkan hukuman lagi dari bos menyebalkannya itu. Pelangi sampai di depan ruangan dosen pembimbing nya, ia mengetuk pintunya beberapa kali lalu membukanya perlahan. "Tumben nggak ada orang, biasanya dubanak itu sudah ada di ruangannya ketika aku kunjungan. Apa dia sudah mulai bosan, syukurlah kalau memang seperti itu. Gumam Pelangi menatap ruangan yang kosong itu. Pelangi melirik jam yang melingkar di tangannya, ia memutuskan untuk menunggu sekitar 15 menit, jika memang belum datang juga maka ia akan pergi ke bagian akademik lagi untuk menanyakan keberadaan pembimbingnya itu. Sambil menunggu Pelangi memainkan ponselnya, membuka akun media sosialnya. Ternyata masih sama, setiap post yang ia bagikan akan selalu mendapatkan banyak tanda suka dari pengikutnya. Pelangi memang sangat eksis di dunia sosial, ya selalu membagikan setiap momen di akun Instagramnya, bahkan jumlah pengikutnya kini sudah mencapai angka 10k. Namun Pelangi merahasiakan identitasnya di sana, baik nama maupun foto wajahnya yang tak pernah di bagikan secara utuh seluruhnya. Terkadang dia hanya membagikan foto sebelah matanya saja, dan memperlihatkan manik coklatnya yang indah. Tanpa Pelangi pernah sadari ada seseorang pengagum rahasia yang sering mengirimkannya bunga ke alamat rumahnya yang dulu yang ia cantumkan dalam akun media sosialnya itu. 10 menit berlalu, Pelangi tampak sudah bosan dan berniat untuk pergi, namun baru saja tangannya hendak meraih gagang pintu, pintu itu sudah terbuka duluan. Seorang pria yang lumayan tampan dengan kemeja putih dan celana bahan berwarna hitam masuk dengan santainya, ia bahkan langsung duduk di kursinya tanpa berkata apapun pada Pelangi. "Sejak kapan dia ada di dalam sana, dan dari mana ia datang." Batin Pelangi syok dengan kehadiran dosen pembimbingnya yang seperti hantu. "Pelangi Karyline mau sampai kapan kamu berdiri disana." Suara tegas itu membuat Pelangi memejamkan matanya. Pelangi memegangi dadanya, ia berdoa semoga dosen menyebalkannya itu tidak membuat suatu hal yang aneh atau mendapatkan masalah baru apalagi baru kemarin ia meminta dosen pembimbing baru lagi. Melihat wajahnya yang nampak tengah kusut di sana. Pelangi membalik badan, ia berusaha mengatur nafas. "Duduklah dan letakkan skripsi mu di atas meja." Titah dosen itu mempersilahkan Pelangi duduk. Dengan ragu Pelangi duduk tepat di depan dosen pemilik wajah tampan itu seraya meletakkan map skripsinya. Ya Pak Arya memang terkenal sebagai julukan Duta di kampus itu alias Duda Tampan walaupun memiliki banyak anak, hanya saja pengelihatan Pelangi yang mungkin mengalami sedikit gangguan sehingga tak melihat dan menyadari pesona dosen satu itu. "Kenapa kamu mengajukan permohonan pergantian dosen pembimbing lagi?" tanya dosen itu dengan suara dinginnya seraya membolak-balik halaman skripsi Pelangi. "Mampus aku, harus aku jawab apa ini pertanyaan dubanyak." Batin Pelangi yang masih diam dengan wajah tertunduk. "Kenapa diam? Apa kamu tidak ingin wisuda bersama teman-temanmu nanti?" Suara dingin itu kembali terdengar. "Maaf, Pak. Saya hanya ingin mengganti suasana hati." Jawab Pelangi malah dengan candaan yang dibuat setenang mungkin. Candaan yang memang sebuah kejujuran hati. Dosen itu manggut-manggut, ia lalu menatap Pelangi dengan iris mata elangnya. Pelangi menahan nafasnya. "Alamat sudah, ngapain juga aku ladenin si dubanak ini sih." Batin Pelangi yang mengerti maksud dari anggukan kepala dosennya itu. "Jadi kamu benar-benar ingin mengganti suasana hati baiklah, maka kamu akan wisuda tahun depan. Sehingga kamu bisa menikmati waktu satu tahun lagi di sini." Ucap dingin pak Arya yang terdengar seperti sebuah ancaman mengerikan. "Eh jangan begitu lah pak. Maafkan saya, saya janji tidak akan meminta pergantian dosen pembimbing lagi pak. Saya mau tetap mau ikut wisuda tahun ini pak." Pelangi mulai memohon dengan memasang wajah memelasnya. Ia tak ingin mencari alasan lagi, bisa bahaya kalau dirinya harus cegukan di sini. Sang dosen di hadapannya pun mengeluarkan seringai licik dari sudut bibirnya. "Tidak bisa segampang itu kamu minta maaf Pelangi." Ujarnya. Pelangi mengangkat sebelah alisnya. "Apa yang akan Dubanyak ini rencanakan untukku." Batin Pelangi yang mulai curiga. "Lalu saya harus bagaimana pak kalau tidak minta maaf?" tanya Pelangi. "Temui aku di restoran yang ada di depan kampus nanti malam." Ucap pak Arya seraya menyebutkan nama restoran makanan Jepang yang tepat berada di seberang kampus Pelang. "Jika kamu beneran datang, maka aku bisa saja mengatur jadwal ujian skripsimu Minggu depan. Tapi jika kamu tidak datang maka Pak Arya memberikan sebuah tawaran. Pelangi terdiam, ia berpikir sejenak. "Boleh juga, idenya dubanak itu. Toh paling aku hanya akan menemaninya makan bukan. Gampang lah itu." Ucap Pelangi. "Oke pak saya terima tawaran anda. Tapi tolong ya nanti tepati ucapan anda." Pelangi mengingatkan. "Oh jadi kamu tidak percaya sama saya?" Tanya pak Arya mengerutkan alisnya. "Tentu saja saya tidak percaya. Tunggu kita haru buat perjanjian untuk ini, kali saja kan bapak lupa nanti dengan ucapan bapak sendiri." Saut Pelangi lagi yang kini mengeluarkan buku bindernya menulis sesuatu di sana, membuat kening sang dosen berkerut tak percaya. Matanya melebar ketika Pelangi menyodorkan kertas Binder itu dengan sebuah pernyataan kalau seandainya Pelangi datang ke restoran itu maka ia akan mendapatkan jadwal ujian skripsinya Minggu depan. Dan ada nama lengkap pak Arya di pojok kanan bawah kalimat itu. "Silahkan bapak tanda tangan, dan berikan stampel bapak di sana agar pernyataan ini resmi." Titah Pelangi dengan sedikit mengangkat wajahnya. "Kami serius menyuruh saya melakukan hal seperti ini?" "Serius lah. Ini demi keamanan bersama." Pak Arya pun menghembuskan nafas kasarnya sampai akhirnya ia menandatangi kertas itu. "Sudah puas kamu sekarang?" ucap Arya dingin seraya menyerahkan buku binder yang telah di tandatangani dan diberikan stempel serta map skripsi Pelangi. Pelangi langsung tersenyum lebar. "Tentu saja saya puas pak. Terimakasih banyak. Kalau begitu saya permisi dan sampai jumpa nanti malam." Pelangi pamit undur diri seraya menjabat tangan dosen pembimbingnya yang masih menatapnya dengan wajah herannya itu. "Dia baik sih sebenernya, hanya saja anaknya terlalu banyak. Aku tidak sanggup menjadi ibu muda." Batin Pelangi' dengan tawa dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD