Peringatan Kecil untuk Echa

1551 Words
"Awas saja kalau ketemu, habis kamu Cha." Gerutu Pelangi yang kini tengah melangkah menyusuri gedung fakultas hukum tempatnya berkutat menjadi seorang mahasiswi 4 tahun terakhir ini. Jalannya pun tak biasa, ia terus saja menghentakkan kakinya lebih keras sehingga menimbulka suara di lantai itu, memasang wajah kesalnya mencari-cari sosok temannya itu. "Reina, kamu nggak akan khianatin gue juga kan?" tanya Pelangi memicingkan mata pada temannya. "Ngomong apaan sih kamu La, ya nggak lah. Lo kenapa sih hari ini nggak jelas banget? Baru dateng sudah pasang wajah begitu dengan pertanyaan aneh pula." Ketus Reina dengan wajah anehnya melihat kelakuan teman kelasnya itu. Pelangi pun mulai menceritakan tentang Echa yang membawanya ke sebuah club bahkan meninggalkannya seorang diri, sampai kejadian ia menyelamatkan sang idola kampus. Sementara Reina begitu terkejut mendengar penjelasan dari Pelangi, ia tak menyangka jika sahabatnya itu bisa berniat sangat jahat sampai ingin menghancurkan masa depan seseorang. "Keterlaluan banget itu ayam kampus. Nggak bisa di biarin ni La. Kita harus laporin dia." Ujar Reina seraya mengepalkan kedua tangannya. Pelangi menggelengkan kepalanya. "Nggak bisa semudah itu, Na. Gue nggak punya bukti, kita balas secara langsung aja Na. Gimana?" Sahut Pelangi. "Nah itu cakep lebih baik begitu, tenang aja, gue pasti akan bantu lo kok." Ucap Reina menggebu-gebu, "Kasih tahu gue kalo lo butuh bantuan, sekarang mending lo siap-siap. Lo di cariin sama bagian akademik, katanya mau lulus apa nggak?" Celetuk Reina lagi membuat Pelangi terkekeh. "Astaga, gue lupa kalau belum bayar iuran semester ini." Timpal Pelangi lalu segera pergi ke kamar. "Lah bukannya kamu dapet beasiswa La, kok pakai. Bayar SPP segala." Tanya Reina sedikit terkejut mendengar temannya yang harus membayar biaya kuliah kembali, karena seinget Reina temannya itu mendapatkan beasiswa di sana. "Sudah di cabut semester lalu, gara-gara dubanak sialan itu, sekalian aku juga mau minta ganti dosen pembimbing aja. Males banget kalau harus ngeliat dia tiep Konsul." Gerutu Pelangi dengan tangan kanan yang terkepal mengingat sepulang kuliah ia mendapatkan pemberitahuan dari pihak kampus beasiswanya di cabut dan kini harus membayar sendiri. "Kok bisa sampai begitu ya, berarti pak Arya bukan dosen biasa La. Atau jangan-jangan dia itu sebenarnya rektor yang menyamar jadi dosen. Tau sendiri rektor kita nggak pernah keliatan batang hidungnya." Ucap Reina dengan bola mata yang melebar. "Terserah lah aku nggak tertarik sedikit pun dengan asal usulnya. Ya sudah yuks kita ke bagian akademik, sekalian cari ayam kampus itu. Awas saja kalau ketemu!" Ajak Pelangi menggebu-gebu mengingat perbuatan Echa padanya. Pelangi dan Reina pun berjalan ke bagian administrasi akademik untuk meminta penggantian dosen pembimbing yang baru dan membayar iuran semesternya. Saat sedang menunggu, entah mengapa ia merasa beberapa mata mahasiswa yang lewat menatapnya dengan sedikit sinis. "Na, lo ngerasa di perhatiin nggak sih?" bisik Pelangi ditelinga Reina. "Pastilah, gue yakin ini pasti kerjaannya Echa. Bisa aja dia nyebar gosip yang nggak-nggak. Kalau ketemu kita langsung robek aja mulutnya La." Jawab Reina membalas tatapan orang-orang yang lewat. Pelangi hanya bisa menghela nafas kasar, "pasti Na, nggak bisa di biarkan dia itu. Eh ya Lo tau nggak, si idola kampus juga hampir saja di lahap sama pria b******k itu juga." Ujar Pelangi yang mengingat Vega yang juga hampir mengalami nasib yang sama dengannya. "Hah seriusan?" tanya Reina dengan wajah terkejutnya. "Ya dia berada satu kamar denganku, bahkan aku sengaja mau diajak pria itu agar bisa mengikuti Vega." bisik Pelangi lagi. Reina yang mendengar penuturan temannya itu langsung menutup mulutnya. "Apa Echa juga berniat jahat pada Vega? Berani sekali dia mencelakai idola kampus kita, sepertinya dia tidak tahu siapa Vega sebenarnya." tutur Reina dengan seringai di bibirnya. "Terus apa kamu berhasil menolongnya?" tanya Reina lagi. "Ya jelas lah, aku bahkan mengantarkannya pulang ke rumahnya. Dan lo tau rumah Vega seperti sebuah istana di cerita dongeng." "Ya jelas rumahnya seperti istana, dia adalah anak dari pengusaha terkaya di negeri kita tercinta ini. Bahkan kabarnya sang kakak juga adalah seorang presdir sekaligus CEO di perusahaannya sendiri, kakaknya Vega itu masih muda sudah bangun perusahaannya sendiri, mana masih single lagi." "Emm" Pelangi hanya menganggukkan kepalanya mendengar penuturan Reina yang begitu bersemangat tentang keluarga Vega. "Berarti yang menjebak Vega bukanlah Echa, mana berani Echa melakukan hal itu." Ucap Pelangi yang kini meletakkan jarinya di dagu lancipnya itu seraya berpikir tentang rencana Echa pada Vega. "Ya juga sih, mustahil Echa nggak tahu tentang Vega. Kalau kamu jelas tak akan tahu menahu soal it, karena dalam otakmu hanya ada uang, uang dan uang." Kekeh Reina. Mereka pun tertawa bersama. Ucapan Reina memang benar, di pikiran Pelangi hanya ada bagaimana cara untuk menghasilkan uang yang banyak agar bisa meneruskan hidupnya dengan tenang. "Pelangi Karyline?" suara itu membuat Pelangi menoleh ke asal suara. Pelangi menerima secarik kertas yang berisi identitas dosen pembimbingnya yang baru, ia membacanya sesaat lalu segera mengucapkan terima kasih. "Ini kwitansi pelunasan iuran SPPmu dan untuk pengajuan pergantian dosen pembimbungmu tidak bisa disetujui. Silahkan kamu meminta langsung pada pak Arya!" Ujar dosen bagian akademik itu menjelaskan. "Ya sudah bu, terimakasih banyak. Kalau begitu saya permisi dulu." Pamit Pelangi kemudian pergi bersama Reina. "Dasar dubanyak sialan. Ish, menyebalkan sekali." Umpat Pelangi dalam hati. Baru saja mereka keluar dari ruangan akademik, Pelangi kembali menjadi pusat perhatian orang-orang di sana, bahkan ada yang mencibir terang-terangan. "Muka aja polos, padahal mainnya ke club. Sama aja lo cantik-cantik tapi munak." Sindir seorang wanita sambil melirik Pelangi sinis. "Yakin banget gue dia udah biasa mengeluarkan suara uh ah, cih!" sahut teman wanita itu tak kalah sinis. Reina mendekati meja kedua orang itu berdiri tepat dihadapan mereka. "Tau apa lo berdua hah soal temen gue? Jangan asal ngomong deh!" bentak Reina dengan penuh emosi. "Tau apa? Ya jelas kita semua tahu, satu angkatan bahkan tahu kelakuan busuk dia." Celetuk mahasiswa yang lainnya. "Malu banget pasti orang tuanya karena punya anak kayak dia ini." "Dasar gadis murahan!" Reina mulai geram, kedua tangannya terkepal. Namun baru saja ia akan menghajar dua wanita itu, Pelangi dengan cepat menarik lengannya. "Jangan habiskan tenagamu untuk mereka berdua, lebih baik kamu simpan untuk menghadapi musuh sesungguhnya." Ucap Pelangi seraya menarik Reina pergi dari dua wanita itu, Pelangi telah melihat sosok seseorang yang memang dicarinya sejak ia tiba di kampus, dan kini orang itu tengah berjalan dengan santainya tertawa bersama teman disebelahnya. Melihat Pelangi yang berlalu begit saja, dua wanita tadi pun terus memperhatikan langkah Pelangi. "Apaan sih lu La, aku kan mau belain lu." Ucap Reina yang belum sadar kemana Pelangi akan membawanya. "Lihat di depan lu." Titah Pelangi dengan emosi membara di wajah cantiknya. "Echa." Sentak Reina begitu melihat ke arah yang di tunjuk Pelangi dengan tatapannya tadi. Sementara Pelangi mempercepat langkahnya, Echa sudah tidak bisa menghindar karena Pelangi dengan cepat menyambar lengannya, menyeretnya dan membawanya pergi ke sudut bangunan kosong di belakang mereka. Dengan kasarnya Pelangi mendorong tubuh Echa hingga membentur di tembok itu. "Aw, apa-apaan sih kamu Pelangi!" Sentak Echa dengan mata lebarnya yang membulat sempurna. Wajah cantik Pelangi kini berubah menyeramkan, Reina yang baru pertama kali melihat kemarahan Pelangi pun langsung bergidik ngeri. "La, ternyata kamu serem kalau marah." Gumam Reina, ini memang untuk pertama kalinya ia melihat Pelangi marah seperti itu. "Kamu yang apa-apaan, berani sekali kamu menjebakku dan menyebarkan menfitnahku di seluruh penghuni kampus hah." Sentak Pelangi tak mau kalah seraya mendorong bahu kiri Echa membuat gadis itu sedikit mundur kembali ke belakang. Bukannya membalas, Echa pun menyeringai. "Aku lakuin semua itu karena lo deket sama Rangga." Suara tajam itu berhasil membuat Pelangi terdiam sejenak. "Rangga? Gue sama Rangga nggak ada hubungan apa, jadi itu masalah lo. Astaga dasar ayam kampus, lo suka sama Rangga?" tanya Pelangi. "Ya, itulah kenapa aku ingin ngebales lo. Lo nggak pernah sadar kalau gue suka sama Rangga, dan lo dengan seenaknya deket sama dia tanpa peduli perasaan gue!!!" jawab Echa berteriak sedikit keras. "Kalau lo suka sama orang seharusnya lo langsung bilang bodoh, bukannya kaya gini! Nyebar fitnah sana-sini sampai mau ngerusak hidup orang." Pungkas Pelangi. Sementara di sekeliling mereka sudah banyak yang berkerumun melihat pertengkaran itu. "Nah sekarang kalian semua denger sendiri kan, Pelangi itu cuma di fitnah, jadi kalau sampai aku denger kalian lagi menghina Pelangi. Akan ku sobek-sobek mulut kalian kek kertas." Seru Reina pada semua penonton di sana. Sontak para penonton pun menyoraki Echa bahkan ada yang melemparkan botol kosong dan gumpalan kertas ke arah Echa. "Uuuuwww, bersaing kok begitu. cih." seru mereka. "Sudah pada bubar-bubar sebelum ada dosen yang melihat." Seru salah satu mahasiswa yang menggunakan kacamata itu, membuat kerumunan itu pun membubarkan diri. "Belum lengkap nih kayaknya." Ucap Echa yang kini ikutan menyiramkan air dalam botol kemasan yang sedari tadi di bawanya. "Reina" sentak Echa dengan mata melototnya. Namun Pelangi mengacungkan jari tengahnya tepat di wajah Echa yang langsung membuat wanita itu tertunduk. "Kamu salah orang Cha untuk diajak bermain. Untung rambut indahmu ini tidak aku cabut satu-satu." Ucap Pelangi seraya menarik sedikit ujung rambut Echa. "Jangan berpikir kamu mengenalku sebagai gadis yang pendiam dan polos, lantas aku tak berani melawanmu. Kamu salah Cha, aku jauh lebih bisa menghancurkan hidupmu. Tapi kali ini aku maafkan." Lanjut Pelangi dengan diakhiri sedikit tawa kemenangan yang terdengar menakutkan. Echa pun dari awal melihat wajah merah Pelangi yang marah sungguh menjadi takut, karena itu untuk pertama kalinya ia melihat temannya marah seperti itu. "Dasar ayam kampus." Reina pun menoyor kening Echa yang basah dengan telunjuknya. "Ayo Reina kita pergi!" Ajak Pelangi yang langsung berbalik meninggalkan Echa yang masih mematung di sana, diikuti Reina yang menyamakan langkahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD