Duda Banyak Anak
Di hari yang menjelang sore itu, tampak seorang gadis berlari tergopoh-gopoh ke dalam ruangan dosen pembimbingnya, ia sudah terlambat 5 menit dari waktu yang ditentukan untuk bertemu sang dosen. Sambil membawa beberapa buku di tangannya, ia mengetuk pintu sang dosen dan setelahnya buru-buru masuk saat diizinkan.
"Selamat sore, Pak." Sapa Pelangi dengan nafas tersengal-sengal.
"Kamu terlambat lima menit, Pelangi. Kali ini pekerjaanmu yang mana lagi yang sudah membuatmu terlambat menghadap ku!" tutur dosen dinginnya itu sambil membenarkan kacamatanya. Dosen pembimbing satu ini adalah seorang duda beranak empat. Tampangnya cukup lumayan, tapi ia merupakan dosen yang paling tidak di sukai oleh gadis bernama lengkap Pelangi Karyline, pasalnya sang dosen dingin bin killer itu sudah berkali-kali meminta Pelangi untuk menjadi ibu sambung dari keempat anak-anaknya. Ya jelas saja Pelangi langsung menolak tawaran itu, bayangkan saja ia mengurus dirinya sendiri saja masih belum mampu, ini bakalan ditambah lagi ngurus anak.
"Mohon maaf, Pak. Tadi saya sedikit mengalami kesulitan di jalan. Ban sepeda motor saya pecah." Jelas Pelangi berusaha mengatur nafasnya.
"Coba saja kamu menerima pinanganku, kamu tidak perlu berusaha sekeras itu untuk melanjutkan hidup dan menyelesaikan kuliah mu." Ucap Pak Arya, sang dosen.
"Cih ogah gila gue jadi ibu suri anak-anakmu, kaya sih kaya. Tapi aku masih ingin menikmati hidup dan menjadi seorang wanita seutuhnya. Gila apa, aku harus habisin sisa umurku cuma buat ngerawat anak-anak lu." Gerutu Pelangi dalam hati.
"Mana revisi terbarunya?" Tanya pak Arya meminta skripsi milik anak didiknya itu untuk diperiksa, sudah terhitung dua kali Pelangi melakukan revisi pada skripsinya. "Baik, ini hanya tinggal merubah sedikit kalimat nya saja. Oh iya satu lagi, pertimbangkan sekali lagi tawaranku. Menikahlah dengan ku, maka aku akan mencarikan pekerjaan tetap yang jauh lebih baik di kampus ini. Sayang kan kecerdasanmu kalau hanya kamu gunakan mencari pekerjaan paruh waktu saja." Ujar Pak Arya, membuat Pelangi memutar bola matanya dengan malas. Beruntungnya itu dosen masih fokus pada lembaga skripsi yang ada di tangannya.
"Mulai lagi ini si dubanak ngehalu tingkat dewa, mana manis banget lagi omongannya ngalahin gula aren." Batin Pelangi. Dubanak alias duda banyak anak julukan untuk pak Arya.
"Mohon maaf, Pak. Maksudnya apa ya?" tanya Pelangi heran.
"Ya maksudku kamu bisa jadi asisten dosen di sini, bahkan kamu bisa menjadi salah satu dosen nantinya." Jawab Pak Arya menjelaskan.
"Oh Begitu ya, Pak. Tapi terima kasih atas bantuannya selama ini, maaf bukannya saya bermaksud kurang ajar. Tapi bapak lanjutin aja dulu bermimpinya. Permisi." Ucap Pelangi seraya bangkit dari duduknya lalu menyalami tangan sang dosen.
"Kurang ajar, lihat saja kamu Pelangi. Bapak akan pastikan kamu tidak bisa ikut wisuda." Sentak Pak Joko yang merasa tersinggung atas penolakan gadis itu.
"Sak karepmu lah pak." Balas Pelangi dengan santai. Pelangi keluar dari ruangan dosennya lalu bergegas ke kantin dimana sahabatnya sudah menunggu. Sebenarnya ia sedikit khawatir akan pembimbing yang baru, ia takut jika nantinya akan mendapatkan pembimbing yang lebih tegas dan killer dari pembimbing sebelumnya.
"Pelangi." Panggil seorang gadis melambaikan tangannya kepada Pelangi.
Pelangi tersadar, ia segera menghampiri kedua sahabatnya. "Sudah pesan?" tanya Pelangi seraya meletakkan tas nya di meja.
"Sudah dong." Jawab Reina menunjukkan kedua ibu jarinya.
"Kok lo cepet banget bimbingan, nggak kayak biasanya?" tanya Echa heran.
"Oh itu, Pak Arya mau lanjutin mimpinya dulu katanya." Jawab Pelangi asal.
"Hahahaha kamu pasti di lamar lagi kan, diminta jadi istrinya lagi. Udah episode ke berapa ya belum kelar-kelar ceritanya." Celetuk Reina menutup mulutnya sendiri.
"Kenapa nggak lu terima aja sih Pelangi, kan lumayan dapet sugar daddy, oh iya nanti jadi kan temenin ke pesta teman gue?" tanya Echa pada kedua sahabatnya.
"Idih. Sugar rush yang ada." Celetuk Pelangi dengan tatapan menjijikkan.
"Sorry, gue nggak bisa. Ada janji sama ayang Deve." Jawab Reina si bucin.
"Lo gimana, La?" tanya Echa menatap Pelangi penuh harap.
"Beres, nanti jemput gue aja jam tujuh." Jawab Pelangi manggut-manggut.
"Pasti itu." Timpal Echa diselingi senyuman misterius.
Setelah selesai makan di kantin, Pelangi dan kedua sahabatnya bergegas untuk pulang. Seperti biasa Reina akan dijemput kekasihnya, sementara Pelangi dan Echa membawa kendaraan masing-masing.
"La, Cha. Gue duluan ya, dah" pamit Reina melambaikan tangannya sebelum motor kekasihnya itu menjauh.
"Lo bawa motor?" tanya Echa.
"Bawa, tuh." Jawab Pelangi menunjuk ke arah motor buntutnya. Ya gadis itu hanya bisa membeli motor bekas dan itupun motor Vespa yang sudah ketinggalan jaman.
"Ya udah gue-" Ucapan Echa terhenti saat tiba-tiba ada yang memanggil nama Pelangi.
"Pelangi." Panggil Rangga, teman sekelas Pelangi yang diketahui naksir gadis itu.
"Pulang bareng gue yuk!" Ajak Rangga dengan lembut.
"Sorry, Ga. Gue bawa motor, next time ya." Sahut Pelangi membuat Rangga terkekeh.
"Ya udah, tapi besok lu harus barengan gue ya, janji. Motor lu taro dimuseumkan aja napa sih." Pinta Rangga dengan candaan yang langsung mendapat tatapan tajam dari gadis itu.
"Becanda La, segitunya tatapan itu." Ralat Rangga cepat.
"Eh Ga, La. Gue duluan ya, udah sore banget juga." Pamit Echa pada keduanya yang asik berbincang.
"Iya hati-hati, gue juga baru ingat kita lupa ke bagian akademik tadi." Sahut Pelangi tiba-tiba teringat akan tujuannya tadi.
"Ya sudah besok aja, Ra. Sekalian gue anterin nanti," timpal Rangga memotong saat Echa hendak berucap.
"Ya sudah, gue balik ya. Dahh." pamit Pelangi melambaikan tangannya.
*****
Malam harinya, Pelangi telah siap dengan gaun yang melekat indah di tubuhnya. Gaun hitam yang menjadi dress code dalam pesta temannya Echa membuat penampilan Pelangi menjadi berkali-kali cantiknya. Gaun itu adalah gaun satu-satunya milik Pelangi, pemberian almarhumah ibunya yang ia simpan sampai sekarang. Pelangi meraih tas miliknya saat Echa telah menelpon dan memberi kabar bahwa dirinya telah ada di depan kosnya.
Pelangi dan Echa segera pergi. Keduanya menaiki mobil Echa dengan Pelangi yang menyetirnya. Kehidupan Pelangi yang merupakan anak yatim-piatu sejak ia duduk di bangku SMA membuat gadis itu melakukan segala hal dalam hidupnya untuk sekedar mencari uang agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga pendidikannya. Bahkan ketika baru masuk kuliah ia menjadi seorang sopir angkot, ia belajar menyetir dari tetangga kosnya. Bahkan ia juga sudah memiliki SIM sendiri, namun pekerjaan itu ia tinggalkan lantaran angkutan umum sudah tidak diperbolehkan lagi beroperasi di jalanan kota besar itu.
"Lo nggak bilang kalau pesta ulang tahun, gue pikir cuma pesta biasa." Ujar Pelangi seraya tetap fokus pada jalanan di depannya.
"Pesta biasa kok, La. Gue yakin Lo juga bakal senang di sana." Sahut Echa melirik Pelangi sesaat.
Pelangi hanya manggut-manggut menanggapinya, ia kemudian mengendarai mobilnya sesuai petunjuk dari Echa sampai akhirnya kini mereka sampai di sebuah club malam. Pelangi tidak selamanya menjadi gadis polos, ia sesekali terjun ke sisi lain kehidupan bersama teman-teman preman pasarnya. Agar ia tumbuh menjadi gadis yang kuat, maka ia juga harus belajar pada dunia kehidupan yang bisa saja mempermainkannya kapan saja.
"Club, Cha Lu serius kita pesta di sini." Ujar Pelangi tampak terkejut. Pelangi memang bukan gadis yang selalu di jalan yang baik hanya saja ia menghindari kehidupan malam dan minuman keras. Senakal-nakalnya pelangi hanya sampai ikut merokok bersama kang ojek yang ada di pangkalan dan main judi bersama mereka. Namun tidak untuk dunia gelap seperti ini.
"Sudah yuk masuk. Kita nggak ngapa-ngapain kok di sini." Ajak Echa keluar dari mobil duluan.
Dengan ragu Pelangi keluar dari mobil lalu mengikuti langkah Echa pergi. Pelangi tampak mengerutkan keningnya saat mendengar dentuman suara musik yang begitu keras dan cahaya lampu yang temaram.
"Lu duduk disini, gue ketemu temen-temen gue dulu ya." Tutur Echa mendudukkan Pelangi di sofa yang ada di sana.
"Jangan lama-lama, Cha." Sahut Pelangi memohon. Tentu saja tak ada yang Pelangi takuti, ia hanya tidak mau kalau sampai hal buruk terjadi padanya.
Echa mengangguk lalu meninggalkan Pelangi sendirian, senyuman jahat terbit di wajahnya karena berpikir malam ini ia akan berhasil dalam rencananya.