"Bawa dia keluar, aku tidak tahan dengan baunya!" Ucap Langit seraya mengibaskan tangannya.
Pelangi hanya bisa mengangkat kedua alisnya mendengar ucapan bosnya itu.
"Silahkan anda keluar sekarang!" Titah Kris.
"Saya permisi, tuan." Ucap Pelangi dengan hati yang lega, melangkahkan kakinya keluar dari ruangan menyebalkan.
"Tunggu dulu!" Cegah suara berat dan tegas membuat Pelangi membalikkan tubuhnya kembali.
"Ini bukan bau kentutmu kan?" Langit yang baru teringat pada bau tidak sedap yang sempat diciumnya, kini menatap tajam pada wanita itu.
"Sialan, aroma parfum ku malah disamakan dengan bau kentut." Umpat Pelangi dalam hati.
"Astaga tuan, masa dibilang bau kentut sih. Ini adalah bau menyan dan sesajen yang saya bawa ke ruangan tuan untuk memberikan sedikit persembahan." Bohong Pelangi dengan sedikit candaan. "Hik hik hik." Seketika Pelangi mulai cegukan bahkan sampai membuat wajah gadis itu menjadi semerah tomat.
"Berani sekali kamu bercanda denganku, cepat suruh dia keluar." Langit semakin menatap tajam pada wanita itu.
"Apa anda sedang sakit?" Kris merasa kasihan saat melihat wanita itu terus cegukan dengan wajah yang semakin merah seperti tomat.
"Tidak, tuan. Aku hanya, hik, hik, hik." Pelangi sudah tidak sanggup lagi menahan cegukan.
"Kris cepat suruh dia keluar! Aku tidak ingin dia menularkan penyakitnya di sini." Ketus Langit. "Dan satu lagi! Kalau dia berani bersembunyi di ruangan ini lagi, maka aku akan langsung memecatnya!" Ucap Langit dengan sangat tegas.
"Tapi tuan, cegukan itu bukanlah sebuah penyakit!" Saut Pelangi dengan cepat untuk membantah ucapan bosnya itu tapi Kris juga dengan cepat langsung memotong ucapannya agar gadis itu tak mendapatkan masalah tambahan.
"Tolong, diam lah. Silahkan anda keluar sekarang." Kris menatap wanita muda di sampingnya, mempersilahkan untuk keluar dari ruangan.
Pelangi pun segera keluar dari ruangan tersebut. Pelangi memiliki sebuah ciri khas sendiri, ia akan mengalami cegukan ketika ia berbohong.
"Pelangi." Mika menarik tangan teman barunya itu, saat melihat Pelangi keluar dari ruangan. "Kamu baik-baik saja kan? Kamu tidak diberi hukuman kan?"
"Aku baik-baik saja, dan tuan Langit tidak menghukum ku, hik, hik." Jawab Pelangi.
"Kamu kenapa jadi cegukan begitu? Eh wajahmu juga kok jadi merah gitu sih?" Tanya Mika yang sedikit bingung dengan keadaan temannya.
"Aku tadi sedikit berbohong pada pak bos, niatnya sih becanda, tapi aku malah jadi seperti ini."
Pelangi mulai menceritakan semuanya yang terjadi saat dirinya bersembunyi di ruangan tuan Langit.
"Gila kamu ya! Bisa-bisanya kamu bertingkah konyol seperti itu Pelangi." Mika menatap tak percaya pada rekan barunya itu.
"Ya mau gimana lagi, masa parfum melatiku dibilang bau kuburan." Pelangi kembali tertawa.
"Ya ampun, Pelangi, melati kan emang identik dengan kuburan yang menyeramkan, ya wajar lah." Mika ikut tertawa, ia tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajah tuan Langit yang dingin dan kaku saat mencium aroma parfum Pelangi. "Tapi emang sih parfummu ini terlalu menyengat, bahkan bau banget. Mungkin udah expired kali parfummu itu." Ucap Mika.
"Ish kamu mah suka bener deh. Ya sudah nanti aku beli parfum baru lagi." Ucap Pelangi seraya menyenggol lengan Mika dengan sikunya, mereka pun tertawa kembali.
"Ya ampun Pelangi Pelangi, miskin amet sih kamu ya. sampai make parfum expired begitu. Haha." Canda Mika.
"Tapi kamu itu beruntung sekali! Kalau orang lain yang ada di posisimu, pasti sudah dipecat." Seru Mika.
Mika yang tak mengerti hal apa yang tersirat dalam ucapan Pelangi hanya bisa mengusap tangan temannya itu. Mika ternyata orang yang bisa langsung akrab dan menyesuaikan diri dengan orang lain, Pelangi akhirnya bisa menemukan sosok teman yang cocok untuknya. Sejak kejadian tak menyenangkan dalam hidupnya terjadi, Pelangi menjadi sosok yang lebih suka sendiri.
Bunyi telepon di ruangan pantry, mengagetkan Pelangi dan Mika yang asik pada lamunannya masing-masing.
"Biar aku saja yang mengangkat teleponnya." Mika berjalan ke tempat telepon, lalu mengangkatnya.
"Siapa?" tanya Pelangi, saat melihat Mika sibuk menyiapkan sesuatu.
"tuan Langit, dia minta di buatkan secangkir teh." Jawab Mika. Tangannya sibuk menyeduh teh di dalam cangkir.
"Oh." Pelangi berdiri dari duduknya, bersiap menyiapkan minuman untuk karyawan yang lainnya.
"Aku antar ini dulu." Mika berlalu meninggalkan Pelangi sendirian.
Pelangi hanya menganggukkan kepalannya, setelah selesai menyiapkan semuanya, dengan sigap Pelangi mengantarkan satu persatu minuman ke meja karyawan. Untung saja di lantai sepuluh ini hanya ada beberapa karyawan, jadi pekerjaan Pelangi tidak terlalu berat. Lantai ini memang khusus lantai Presdir, namun ada beberapa karyawan yang memang di khususkan untuk stand bye di ruangan tersebut.
"Itu untuk siapa?" tanya Pelangi, setelah masuk kembali ke dalam ruang pantry, namun melihat Mika yang sedang menyeduh teh lagi.
"Tentu saja untuk tuan Langit! Dia bilang teh buatan aku tidak enak, dan menyuruhku untuk membuatnya lagi. Dia sungguh merepotkan." Gerutu Mika.
"Ya pasti tidak enak lah, dia kan nggak suka yang manis-manis. Jadi tehnya ya akan hambar karena nggak pake gula. Ada-ada saja." Gerutu Pelangi dengan kening yang berkerut.
"Nah itu dia! Tentu saja tidak enak karena tidak pakai gula." Sahut Mika. "Sebenarnya dia yang bodoh, atau kita yang terlalu pintar." Gerutu Mika.
"Tentu saja kita yang pintar." Seloroh Pelangi, dengan tawa di bibirnya.
"Ah, sudahlah aku antar ini dulu ya." Mika keluar dari pantry.
Beberapa menit kemudian, Mika kembali masuk dengan wajah yang kesal dan terlihat bersedih.
"Kamu kenapa lagi?" Pelangi menghampiri Mika, menarik tangan temannya untuk duduk.
"Tuan Langit, membuang teh buatan ku dan marah-marah. Dia bilang, aku tidak becus hanya sekedar membuat minuman saja." Mika mencoba menahan tangisnya, Pelangi merangkul pundak gadis itu untuk menenangkan Mika. Namun itu hanya sesaat mereka dikejutkan dengan suara pintu yang di dorong dengan keras.
"Apa yang kalian perbuat sampai tuan Langit komplain di bagian pantry?" Ibu Anyelir menatap nyalang pada kedua anak buahnya, Padangan matanya kini menatap tajam pada satu sosok. "Pelangi, ini pasti perbuatan kamu?"
"Aku? Kenapa aku yang di salahkan?" Pelangi menatap bingung.
"Seharusnya waktu itu aku tidak menerima kamu bekerja di sini! Tapi bodohnya aku mengira kalau kamu gadis yang pintar dan telaten, ternyata kamu hanya gadis pembawa masalah." Sinis Anyelir.
"Maaf Bu, tapi ini bukan salah Pelangi. Ini kesalahanku." Mika mencoba membela temannya yang tak bersalah.
"Kamu juga sama saja! Kenapa kamu malah membela dia yang sudah jelas bersalah!" Hardik Anyelir, dengan tangan yang berkacak pinggang.
"Tapi Bu, Pelangi memang tidak bersalah." Mika sekali lagi membela Pelangi.
"Sudah saya tidak ingin mendengar apa-apa lagi, sekarang kamu Mika, cepat bersihkan ruangan presdir! Dan kamu, cepat buatkan minuman yang baru untuk tuan Langit!" Anyelir tersenyum sinis pada Pelangi.
"Ba-baik, Bu." Ucap Mika dan Pelangi bersamaan.
Anyelir lalu duduk di salah satu kursi yang ada di ruangan pantry. Wanita itu melihat ke arah Mika, yang sudah keluar dengan membawa peralatan kebersihan. Lalu pandangan matanya beralih menatap tajam pada Pelangi, pada wanita yang sangat dibencinya. Wanita yang dulu pernah satu sekolah dengannya, dan wanita yang selalu membuatnya iri. Iri karena Pelangi memiliki semua yang dulu diinginkan oleh semua gadis seusianya. Kaya, cantik, dan pandai bergaul, tapi semua yang dimiliki Pelangi kini sudah lenyap tak berbekas. Anyelir adalah kakak kelas Pelangi, hanya saja Pelangi tak mengenalinya bahkan tak tahu tentang atasannya di Pantry itu.
Sebenarnya Anyelir mengetahui, kalau yang membuat kesalahan diruang Presdir adalah Mika. Tapi ia sengaja memarahi Pelangi, hanya untuk melampiaskan kekesalannya di masa lalu dan karena tadi dia pun terkena teguran dari tuan Kris, asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan tuan Langit. Dan sekarang, Anyelir dengan sengaja menyuruh Pelangi membuat teh untuk bosnya itu agar Pelangi terkena amukan juga, sama seperti Mika dan dirinya.
"Kenapa kamu diam saja?" Bentak Anyelir.
"Aku, emm." Pelangi menatap cangkir teh yang tadi dibuat oleh Mika, dan mengingat-ingat apa yang salah dari teh buatan sahabatnya.
"Kamu itu bisa kerja tidak? Cepat buatkan tehnya!" Bentak Anyelir lagi.
"Baik Bu." Dengan segera Pelangi membuatkan minuman tersebut. "I-ini sudah jadi, Bu." Pelangi menyodorkan minuman itu ke atas meja.
"Kenapa kau memberikannya padaku?"
"Eh iya, aku lupa." Pelangi yang merasa bingung sampai lupa kalau teh itu untuk tuan Langit.
Dengan segera Pelangi, membawa cangkir teh tersebut menuju ruangan bosnya. Setelah mempersiapkan mental, Pelangi mengetuk pintu ruangan itu.
"Masuklah!" Kris yang membuka pintu ruangan.
Pelangi yang ketakutan dan gugup, berjalan mendekati meja kerja tuan Langit. Dilihatnya pria tampan itu sedang sibuk dengan beberapa berkas ditangannya.
"Ini tehnya, tuan." Pelangi meletakkan cangkir teh di atas meja, dan bermaksud untuk segera pergi ruangan tersebut.
"Anda disini dulu!" Kris menghentikan langkah Pelangi.
Pelangi menganggukkan kepalanya, menatap ke depan. Gadis itu baru menyadari kalau temannya, masih ada di ruangan tersebut. Mika terlihat sedang membersihkan karpet yang terkena noda tumpahan dari air teh.
"Siapa yang membuat minuman ini?" tanya Langit, menaruh cangkir tersebut ke atas meja.
"Saya, tuan." Jawab Pelangi, dengan kepala yang menunduk.
"Rasanya biasa saja." Ucap Langit, dengan ekspresi datarnya.
"Mampus, bakalan kena damprat lagi ini." Gumam Pelangi dalam hati, dengan keringat dingin yang bercucuran di wajahnya.
"Tapi,"
Mendengar kata tapi, membuat Kris dan Pelangi langsung menatap ke arah tuan Langit.
"Tapi lumayan lah." Sambung Langit dengan suara datarnya.
"Lumayan atau enak, tuan?" tanya Pelangi, lalu dengan segera menutup mulutnya. "Ya ampun, mulut ini lancang sekali.” Gumam Pelangi dalam hati, merutuki kesalahannya.
"Aku bilang lumayan, ya lumayan!" bentak Langit, menatap tajam pada karyawannya barunya itu. "Dan mulai besok setiap jam sepuluh tepat, teh untukku sudah ada di atas meja. Satu detik saja kamu terlambat, maka aku akan memberikanmu hukuman!" perintah Langit menatap kearah office girls tersebut. Dan lagi-lagi matanya bertubrukan dengan kedua mata pekat tersebut, namun dengan segera Langit mengalihkan pandangan matanya.
"Ba-baik tuan." Ucap Pelangi.
"Tunggu apalagi? Sekarang cepat keluar dari ruangan ini!" Hardik Langit.
"Iya tuan." Pelangi berjalan menghampiri Mika.
"Aku bilang keluar!" Sentak Langit, saat melihat office girl itu berjalan ketengah ruangan, membuat Pelangi akhirnya keluar meninggalkan Mika yang masih di dalam sana.
"Pelangi tunggu!" Kris menghentikan langkah Pelangi, setelah mendapatkan perintah dari tuan Langit. "Mulai besok, dilarang keras menatap tuan Langit! Anda harus menundukkan kepala jika bertemu dengan tuan Langit." Ucap Kris, dengan ekspresi datarnya.
Pelangi menatap dengan wajah yang bingung. "Baik tuan." Jawab Pelangi tanpa bertanya alasannya.