"Kamu mau makanan yang mana?"
"Segini cukupkah?"
"Aku sengaja masak ayam kecap kesukaanmu, loh! Cara masaknya pun sesuai intuksi yang kamu berikan padaku dulu, menggunakan resep yang sama. Cobalah, aku harap kamu menyukai dan menghabiskannya."
Keysa anehnya begitu perhatian melayani Arkan makan sambil memperlihatkan senyuman manisnya. Biasanya Keysa ogah malakukan hal ini apalagi jika Arkan baru saja habis memarahinya, tapi tidak untuk kali ini.
Melihat hal itu Arkan cukup senang juga kebingungan disaat bersamaan. Apa alasan Keysa berubah semanis ini dan dimana tatapan muak bercampur takut saat melihatnya, kemana hiangnya?
Meski cukup penasaran Arkan terdiam malas untuk berkomentar. Membuat Keysa memanyunkan bibirnya sebelum mendesah kecewa.
"Kenapa diam dan makanannya belum dimakan? Apakah kamu sedang tidak berselera makan makanan yang aku siapkan ini? Padahal aku buatnya sudah sepenuh hati, lohh ..." beritahu Keysa diakhir kalimatnya berharap dengan itu Arkan mau menyentuh makanannya. "Tapi ya, sudalah ... jika kamu sedang tak mau memakannya, aku tidak akan memaksamu. Hm aku masakin yang baru aja bagaimana? Kamu ngomong saja sekarang kamu maunya makanan apa biar aku buatkan ..." tawar Keysa tidak putus asa diakhir kalimatnya masih tersenyum walaupun terlihat sedikit kecewa.
Namun, bukannya menjawab Arkan malah mulai makan setelah menatap Keysa dengan tatapan anehnya. Menyebabkan Keysa menjadi senang sampai terperangah terus menatapnya dengan intens sambil memperhatikan cara Arkan memakan makanannya. Hal itu Keysa lakukan dalam diam hingga Arkan tak menyadarinya, lalu saat kemudian menoleh, Arkan cukup terkejut menemukan Keysa yang sedang menatapnya dengan penuh tatapan memuja.
"Kenapa kamu tidak makan?" tanya Arkan mengabaikan keterkejutannya ditatap demikian oleh Keysa. "Kamu mau sakit dan berniat merepotkan serta membuatku kesusahan lagi, hah!!" tegur Arkan dengan nada sedikit membentak dan keanehan mulai terlihat kembali.
Mana kala Keysa bukannya menunduk atau membuang mukanya demi menahan kesal ataupun terlihat terluka akibat mendengar bentakan Arkan, malahan Keysa kini sedang melebarkan senyumannya seolah menyukai Arkan memarahinya.
'Arkan marah sebab takut aku sakit, apakah ini artinya dia sedang mencemaskanku ...' Keysa membatin seraya mengerjapkan kedua kelopak matanya.
"Iya aku kangen sakit, kangen kamu mengurus dan melakukan banyak hal untukku," jawab Keysa tanpa takut membuat Arkan menjadi geram.
"Mulai berani sekarang!" remeh Arkan sambil menggertakkan giginya menatap nyalang Keysa. "Dasar wanita licik jangan harap keinginanmu itu akan terwujud! Sebab aku tak akan membiarkannya" Arkan melanjutkan ucapannya memperingatkan Keysa.
Dan lagi-lagi bukannya takut, Keysa malah memancing amarah Arkan dengan berani. "Yasudah, lakukan saja apapun maumu." Keysa menilap tangannya lalu dengan tanpa takut beraninya mengangkat bahunya acuh. "Tapi satu hal yang kamu perlu ketahui bahwa aku pun akan melakukan apapun mauku. Seperti apa yang telah kamu tuduhkan sebelumnya padaku, aku tidak akan mau makan karena aku memang sengaja agar sakit dan bisa merepotkanmu. Jika kamu mencoba memaksaku makan maka aku pun tidak akan segan memuntahkan makanannya."
Tampaknya Keysa benar-benar sudah gila kali ini, beraninya memancing dan membuat Arkan makin marah kepadanya.
"Baiklah, jika begitu jangan salahkan aku berbuat kasar kepadamu." Arkan meraih piring Keysa dan dengan kasar mencengkram rahang Keysa agar membuka mulutnya.
Barulah setelah hal itu menyuapkan makan masuk ke dalam mulut Keysa dengan paksa. Hal itu tanpa Arkan ketahui membuat Keysa kesenangan bukan main. Tidak mau makan hanyalah akal-akalannya yang tercetus saat Arkan menuduhnya. Dengan sengaja Keysa membenarkan tuduhan Arkan kepadanya, demi agar bisa merasakan makan disuapi oleh pria yang membuatnya jatuh cinta hampir gila disampingnya ini.
Keysa sangat mencintai Arkan melebihi apapun dan sangat ingin mendapatkan perhatiannya, sampai Keysa akan melakukan apapun demi mewujudkannya. Termasuk dengan cara mengelabuhi Arkan.
"Sialan! Kamu sudah membuatku kerepotan membantumu makan!!" Rutuk Arkan tersadar telah dimanfaatkan, namun tetap saja melanjutkan kegiatannya menyuapi Keysa makan.
"Bisa-bisanya aku melakukan hal ini, padahal bisa saja ini cuma caramu mengelabuhiku dan bahkan sampai akupun lupa dengan makananku sendiri!" cibir Arkan dengan sinisnya dan Keysa hanya mengangguk mengakuinya.
"Iya, tapi itu salahmu kenapa mau?" jawab Keysa setelah mengunyah makanannya dengan anggun membuat Arkan melotot tak percaya.
"Kamu mempermainkanku?!" tuduh Arkan dengan geramnya.
Keysa menggengkan kepalanya sambil menatap dengan polos. "Aku sedang tidak mempermainkanmu, tapi ya aku memang suka merepotkanmu. Hal itu menyenangkan apalagi saat menyaksikan wajah murkamu yang tanpak lucu ..." akui Keysa tanpa dosa meluncurkan kalimatnya begitu saja.
"Keysa!!" Arkan mendengus kesal sambil berdiri, menaruh sendok lantas mengusap wajahnya kasar.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Arkan beranjak meninggalkan meja makan begitu saja. Meskipun makanannya belum habis akibat terlalu sibuk mengurusi dan menyuapi Keysa makan.
"Jangan mengambek dulu, makananmu belum habis ... kembalilah dan jangan pergi," cegat Keysa berlari mengejar Arkan lalu menahan tangannya.
"Buang saja, aku sudah tidak mau memakannya." Arkan dinginnya menepis tangan Keysa dan tanpa rasa bersalah, ia berlalu dari sana sehingga membuat Keysa murung.
*****
Keysa yang sedang dimabuk cinta tidak menyerah akan kelakuan Arkan. Kini Keysa sedang berdiri didepan pintu ruang kerja Arkan sambil membawa nampan makanan yang dia siapkan untuk Arkan.
"Suamiku, makan lagi ya ..." Keysa masuk tanpa dipersilahkan lantas mendekati Arkan sambil tersenyum manis. "Aku bawa makanan yang baru loh! Maafkan aku atas kelakuanku yang tadi, ayolah maafkan aku ... janji deh, tidak akan kuulangi dan aku nggak akan berbuat begitu lagi. Aku tidak akan berusaha agar jadi sakit, tidak akan pula mencoba untuk merepotkanmu. Dan kamu boleh membalasku dengan cara apapun, asal kamu mau makan dan menghabiskan makananmu." Keysa merayu dengan manisnya.
Namun bukannya mengiyakan ucapan Keysa, Arkan malah balik menodongnya tajam dengan pertanyaan. "Kamu ini sebenarnya kenapa, sih? Kenapa berubah manis begini, kamu maunya apa ..." Arkan langsung ke inti masalahnya.
Hal itu menyebabkan Keysa gugup tak tahu akan menjawab apa dan bagaimana. Lantas sebelum menjawab Arkan Keysa terlebih dahulu menaruh nampan yang ia bawa di atas meja kerja Arkan.
"Aaa-aku ti-tidak kenapa kok, ada yang aneh, ya?" cicit Keysa dengan gugup sambil merona merah.
"Ya, kamu yang aneh dan lihatlah pipimu berubah merah. Apa kamu sakit kembali?" Arkan lantas menaruh telapak tangannya di dahi Keysa. "Tapi tubuhmu tidak terasa panas ..." lanjutnya dengan bingung.
Membuat Keysa jadi punya ide dan dengan sedikit ragu Keysa pun melancarkan idenya.
"Mmmm ... ya, aku memang sakit meski tidak panas. Kepalaku sedikit pening dan tubuhku juga terasa sedikit lemas, tapi kamu tidak perlu khawatir mungkin itu cuma karena terlalu capek membereskan pekerjaan rumah," jelas Keysa membuat Arkan mulai paham alasan Keysa berubah manis kepadanya dan juga jadi penurut.
"Oh, begitu! Aku mengerti sekarang." Arkan menyeringai aneh membuat Keysa menjadi gugup.
'Duh apakah dia tahu? Bahwa semua yang kulakuakan ini alasannya karena aku mencintainya.' Keysa membatin waspada.
"Kamu pasti melakukan hal ini, sengaja merayuku agar aku mau mempekerjakan pembantu lagi!" cibir Arkan sambil menatap Keysa dengan seringai devil-nya
*****
Kini keduanya berada di kamar, Keysa duduk sedang Arkan berbaring seraya memainkan telepon miliknya.
Sebenarnya Arkan sudah menyadari perubahan Keysa sejak awal. Dia sudah merasakan adanya yang tidak beres dengan tingkah Keysa.
Belakang isterinya itu terasa berbeda tak lagi seperti biasanya. Keysa tidak lagi memperlihatkan wajah sendu serta terbebani bahkan ketika Arkan memarahinya, Keysa terlihat biasa saja atau anehnya malah terlihat senang.
Ya, Keysa terlihat senang dimarahi. Hal itulah yang membuat Arkan kebingungan. Ada apa dengan Keysa?
Dilain waktu, Arkan pernah tak sengaja menangkap basah Keysa melamun sambil tersenyum sendiri dan juga sedikit bertingkah genit kepadanya.
Namun bagaimana pun itu Arkan tak peduli, baginya Keysa terus menuruti perkataannya hal itulah yang terpenting. Sekalipun alasan dibalik Keysa melakukannya adalah rencana licik untuk membalaskan kejahatannya, Arkan tetap tidak akan memperdulikannya.
"Suamiku bagaimana jika aku memijat bagian tubuhmu yang pegal, akibat bekerja terlalu keras seharian ini," tawar Keysa dan Arkan setuju saja.
"Apa lenganmu yang kekar ini terasa pegal?" Keysa memijat lengan Arkan sambil mengamatinya dengan mata berbinar.
"Ya," jawab Arkan singkat.
"Kok bisa ya? Lengan sebesar ini bisa merasakan pegal juga padahal keras loh ..." celetuk Keysa dengan polosnya dan membuat Arkan menyeringai gemas tanpa sepengetahuan Keysa.
'Wah! Lengannya gede bangat, terakhir kali aku perhatikan saat masih SMA nggak segede gini deh. Eh, tapi sudah sering memijatnya kok aku baru menyadarinya?' Keysa membatin dan tanpa sadar pijatan itu berubah menjadi elusan lembut secara perlahan. 'Sedikit lentur sekaligus keras, tapi kulitnya cukup halus sebagai pria. Mmmmm ... kalo dijadiin bantalan tidur enak nggak ya? Tapi jika begitu pastinya akan terasa pegal dan lagipula Arkan pastinya tidak akan mau lengannya kujadikan pengganti bantal.'
"Keysa!"
'Dan kalo dipeluk dijadikan guling, kayaknya lengan ini cukup nyaman ...' lanjut Keysa terus membatin larut dalam pikirannya sendiri sambil terus mengelus lengan Arkan dengan menatapnya penuh kekaguman.
Tidak sadar Arkan sedang menatapnya dengan pelototan tajam geram akan kelakuannya.
"Keysa!!" panggil Arkan untuk ke beberapa kalinya membuat Keysa akhirnya tersadar, namun masih saja terus melakukan kegiatannya mengelusi lengan Arkan.
"Iya, ada apa suamiku?" tanya Keysa sambil menatap Arkan dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Apa yang kamu lakukan?"
"Memijat lenganmu, memangnya apa lagi ..."
Arkan mengangguk paham. "Jadi mengelus lenganku adalah caramu memijat dengan cara yang benar?" cibir Arkan menatap kearah lengannya yang sedang Keysa elusi.
Membuat Keysa melakukan hal yang sama, mengikuti arah mata Arkan, turun ke arah tangannya yang masih dengan sembarang mengelus serta membelai manja lengan Arkan.
Oh, tidak! Apa yang sudah Keysa lakukan dan sudah terlambat untuk meyesalinya, sebab Arkan sudah lebih dulu memergokinya.
"Kenapa berhenti? Lanjutkan saja, elus lagi sampai kamu puas, aku tidak akan marah atau kamu menginginkan hal lebih?" Cibir Arkan disertai seringai aneh dan tidak bisa dimengerti oleh Keysa.
"Jangan marah, aku tidak akan mengelusnya lagi ..." bujuk Keysa sambil merasakan malu yang mendalam. Lalu dengan tak rela ia hentikan kegiatan mengasikkan itu.
"Aku tidak sedang marah," jawab Arkan dengan datar serta nada acuh.
Namun mampu menyebabkan Keysa menjadi berbinar kesenangan. "Kamu tidak marah aku mengelusi lenganmu?" Keysa memastikan dan diangguki oleh Arkan.
Bersamaan dengan hal itu rasa malu Keysa menguap entah kemana.
"Kalau begini?" Tanya Keysa seraya mengambil tempat disamping Arkan dan berbaring sambil memeluk lengan Arkan.
Arkan membuang nafas dengan acuh dan mengangguk, membiarkan Keysa melakukan apapun terhadap lengannya walau merasa aneh.
"Dan begini, gimana?" Keysa melonjak makin menjadi melakukan semua yang ingin dilakukannya. Dan kini Keysa bukan lagi hanya memeluk lengan Arkan, melainkan sekarang beralih menjadikannya bantal.
Menyaksikan hal itu Arkan yang mulai jengah mengeluarkan cibirannya.
"Ckck, ternyata kamu benaran sakit!!" Arkan merapatkan diri seraya mengapitkan kakinya pada Keysa.
Sontak saja menyebabkan detak jantung bergemuruh berdebar dengan kencang serta tak beraturan dan tak terelakkan. Hal itu semakin membuncah mengacaukan perasaan didalam hati, ketika jarak diantara keduanya makin merapat.
"Debar jantungmu bahkan terdengar tidak normal dan pipimu juga ikut terlihat memerah. Jadi benar kamu sedang sakit dan tidak sedang mencoba merayuku agar mempekerjakan pembantu?"
'Ya, aku sakit makanya menjadi tak berdaya menghadapi bajingann sepertimu dan bisa-bisanya begitu mudahnya kembali menjatuhkan hatiku kepadamu.' Keysa membatin membiarkan perasaannya menciptakan rona merah dipipinya.
"Hm, begitulah," angguk Keysa malu-malu sambil menikmati pelukan suaminya diam-diam. "Tapi jantungmu juga terdengar berdebar tak kalah kencangnya dengan milikku, apakah kamu juga sakit?"
Arkan menoleh menatap Keysa yang tampak begitu polos juga menggemaskan.
"Sepertinya sakitmu menular kepadaku," jawabnya datar seraya kembali beralih menatap langit-langit kamar.
'Tepatnya setiap kamu sakit aku akan selalu ikut merasakannya dan selalu sakit setiap kali mengingat perkataanmu yang tak pernah sudi mencintaiku dan hanya memanfaatkanku,' sambung Arkan membatin dalam hatinya.
******