Bab 25. Tanah

1592 Words
Sesi berpelukan dan mengucapkan selama telah usai. Adi meminta Ani dan Farhan untuk kembali ke tempat mereka semula. Tanpa menanyai Ryan sebelumnya apakah dia siap atau tidak, Adi lenyap, menghilang, muncul dua detik kemudian, dengan jarak 10 meter menjauh dari Ryan. “Latihan kali ini Paman akan mengajarkanmu bagaimana cara mengendalikan tanah,” teriak Adi berusaha agar suaranya terdengar oleh Ryan. “Siap?” Ryan tidak tahu harus menjawab apa. “Siap?” Pertanyaan pamannya itu seharusnya ditanyakan sebelum dia pergi ke sana. “Siap, Ryan?” Ryan mengepalkan tangannya. Dia pasti bisa! Ryan teringat kembali harapan-harapan yang ada di pundaknya. Kalau dia menjawab tidak bisa, itu artinya sama saja Ryan akan mengecewakan mereka semua. Ryan mengangguk mantap. “Siap, Paman!” Ani dan Farhan berseru menyemangati dari tempat mereka. “Perhatikan apa yang paman lakukan.” Adi memejamkan matanya. Dia berkonsentrasi penuh. Setelah dirasa konsentrasinya cukup, Adi menghentakkan kakinya. Seperti tadi saat mereka masuk, garis retakan muncul mengelilingi tempat Adi berdiri. Retakan yang dihasilkan nyaris sempurna. Sedetik kemudian tanah yang berada di dalam retakan terangkat—mengambang di udara. Adi membuka matanya. “Ini adalah tekhnik dasar kekuatan tanah.” Adi terbang dengan tinggi sepinggang Ryan—mengitarinya. “Coba tirukan seperti yang paman lakukan.” Ryan mengangguk. Hebat sekali. Kekuatan tanah—kekuatan yang pertama kali Ryan lihat hari ini. Cukup menarik. Melihat pamannya bisa terbang di atas potongan tanah yang besar itu membuatnya juga ingin mencobanya. Bukankah itu keren? Di Bumi jika Ryan ingin terbang dia harus naik pesawat. Ryan memejamkan matanya. Dia mulai berkonsentrasi, memfokuskan diri. Cincin berlian di tangannya bercahaya. Farhan menunjuk, memberitahu Ani. Cahaya biru terlihat mengalir perlahan, menjalar ke seluruh tangan Ryan, terus berjalan hingga menyelimuti tubuh. Ryan menarik napas dalam, seraya menghentakkan kaki ke tanah. Terdengar bunyi dentuman ringan. Ani dan Farhan terkekeh melihat apa yang terjadi. Bukan malah retakan yang muncul, melainkan kaki kanan Ryan yang digunakan untuk menghentak tadi justru masuk ke dalam tanah hingga selutut. Adi menghilang, muncul di depan Ryan membantu mengeluarkan kakinya. Melihat Ani dan Farhan terkekeh membuat wajah Ryan memerah. “Tidak apa. Ayo kita coba lagi. Ingat, kamu harus mengontrol emosimu.” Ryan mengangguk. Dia belum tahu kalau itulah PR Adi untuk Ryan. Tugas Adi bukan membantu Ryan mengeluarkan kekuatan dari dalam dirinya, tapi membantu Ryan mengontrol emosinya agar menjadi klop dengan kekuatan yang berasal dari cincin itu. Adi mengangguk—memberikan kode kepada Ryan untuk memulai kembali. Ryan memejamkan mata. Kali kedua mencoba untuk berkonsentrasi. Sama seperti tadi, cincin berlian menyala kembali, menjalar ke seluruh tubuh Ryan—kali ini lebih cepat dari sebelumnya. Ryan menghentakkan kakinya. Bum! Kekehan kembali menggema di ruangan. Kali ini Adi tak kuasa untuk tidak ikut tertawa. Wajah Ryan memerah lagi. Kali ini bukan hanya satu kaki yang masuk ke dalam tanah. Tubuh Ryan hingga d**a masuk ke dalam tanah. Ani berlari disusul Farhan. Mereka berdua berusaha menarik keluar tubuh Ryan dari sana, tapi tidak bisa. Adi muncul, menyuruh mereka menyingkir—biar dia saja yang melakukan itu. Adi tidak perlu menutup matanya kali ini. Dia mengangkat tangan. Tanah di sekitar Ryan terasa bergetar—terangkat. Ryan berhasil dikeluarkan. Tubuhnya mengambang 30 centimeter di atas tanah, kemudian mendarat mulus. Kekuatan itu keren sekali. Ini seperti gabungan antara tanah dan gerak. Apakah dua kekuatan ini berhubungan? “Itu keren sekali paman. Apakah kekuatan tanah bisa memindah-mindahkan barang seperti yang paman lakukan, atau keduanya kekuatan yang berbeda?” Ryan terlihat antusias. Tentu saja. Siapa pula yang tidak mau mempunyai kekuatan seperti itu? “Satu kekuatan, Ryan.” Kesenangan Ryan langsung lenyap ketika dia teringat perkataan Bayu beberapa hari lalu. Bayu mengatakan bahwa dia mewarisi kekuatan ibu dan ayahnya. Itu artinya setiap anak akan mengalami hal yang sama. Lalu bagaimana dengan dirinya? Apakah Ryan mewarisi kekuatan mama dan papanya. Ryan bahkan tidak tahu apa kekuatan mereka. Adi menghilang, lalu muncul di depan Ryan. “Kamu berbeda, Ryan.” Alis Ryan tertekuk. “Maksud, Paman?” “Paman tidak akan menjelaskannya. Kamu sendiri yang akan mencari tahu hal itu.” Ani dan Farhan saling tatap. Mereka mengerti apa yang Adi lakukan. Hanya mereka yang tahu bahwa kekuatan Ryan berasal dari cincin yang sedang dia kenakan. Kekuatan itu telah masuk ke dalam tubuh Ryan sepenuhnya, tinggal tubuh Ryan yang bekerja menyesuaikan diri. Tidak memberitahukan hal itu akan menjadikan Ryan lebih giat latihan. Adi sudah mengambil keputusan yang tepat. Ryan pasti bisa. Adi menghilang. Dia muncul kembali di tempat semula—sepuluh meter di depan Ryan. “Kamu bisa. Ayo coba sekali lagi, konsentrasi.” Ryan mengangguk. Lebih baik mencoba berkonsentrasi ketimbang memikirkan apa yang dimaksud pamannya tadi. Ryan memejamkan matanya, mencoba berkonsentrasi. Kali ini dia membayangkan langsung gerakan pamannya. Dengan mata tertutup itu, Ryan seolah sedang menontot video orang memainkan senjata tadi. Gerakan pamanya terekam jelas di ingatan Ryan. Ryan menghentakkan kakinya—mulus sekali gerakannya. Muncul retakan seperti yang terjadi setelah pamannya menghentakkan kaki. Retakan membentuk lingkaran. Ryan belum membuka matanya. Dia berusaha mengendalikan tanah itu agar bisa terbang seperti pamannya tadi. Tidak bisa. Tidak terjadi apa-apa. Bongkahan tanah tempat Ryan berdiri tidak bergerak sama sekali. Ryan membuka matanya. Dia sedikit kesal. Dia mengira bahwa kali ketiga ini akan berhasil. Nyatanya dia hanya bisa membuat bongkahan—atau yang lebih tepat disebut piring tanah saja, tapi tidak bisa terbang seperti milik pamannya. “Jangan kesal. Ini masih hari pertama kamu latihan.” Ryan menoleh. Itu bukan suara pamannya. Bayu masih dengan seragam sekolah lengkap dengan tas di punggungnya datang ke ruangan bawah tanah. “Aku lihat tidak ada orang di rumah, jadi aku berpikir mungkin kalian semua di sini, dan ternyata benar.” Bayu menghilang, muncul di tempat Farhan dan Ani menonton Ryan. Dari tempatnya, Adi menyuruh Ryan untuk mencoba lagi. Ryan mengangguk. Kali keempat ini harus berhasil, dia tidak boleh gagal. Matanya dipejamkan, dia mulai berkonstrasi kembali. Tiga detik kemudian dia menghentakkan kaki—mulus seperti kali ketiga tadi. Retakan muncul, membentuk lingkaran. Tangan Ryan terentang—dengan telapak tangan menghadap ke atas. Piring tanah tempatnya berdiri perlahan bergerak. Sudut bibir Ryan membentuk senyum tipis. Dia bisa merasakan piring tempatnya berpijak perlahan mulai mengambang. Ryan membuka matanya. Berhasil. Kini dia sudah mengambang setengah meter di atas permukaan tanah. Ani dan Farhan kembali bertepuk tangan. Bayu tersenyum bangga melihat sepupunya berhasil. Adi menyemangati, menyuruh Ryan untuk mencoba terbang lebih tinggi lagi. Berhasil! Ryan tersenyum lebar. Dia sekarang berusaha mengendalikan piring tanahnya untuk bergerak. Ryan hampir terjatuh karena gagal mengatur keseimbang. Dia sudah mengitari pamannya sekarang—terbang sepinggang pamanya. “Kamu hebat, Ryan!” Ryan kembali ke tempat semula. Dia mengembalikan tanah ke tempatnya. “Tapi ini belum seberapa. Ini hanya satu persen dari kekuatan tanah sebenarnya.” Adi menghilang, muncul di depan Ryan. “Kekuatan tanah yang sebenarnya sangat kuat Ryan. Kamu sendiri bahkan tidak bisa membayangkannya. Tapi Paman senang melihat kamu bisa mengendalikan Sebagian kecil kekuatan itu hanya dengan empat kali percobaan.” “Jika aku bisa mengendalikan tanah, apakah salah satu orang tuaku memiliki kekuatan tanah?” tanya Ryan. Dia penasaran apakah dia mewarisi kekuatan seperti Bayu yang mewarisi kekuatan dari kedua orang tuanya. Adi diam. Terdengar letupan gelembung, Bayu muncul, ikut bergabung bersama mereka. “Aku lupa memberitahukanmu, Ryan. Hanya ada beberapa anak saja yang bisa mewarisi kekuatan kedua orang tua mereka.” “Maksudmu?” tanya Ryan tidak mengerti. “Tidak semua penduduk Negeri Zalaraya mempunyai kekuatan. Mereka yang mempunyai kekuatan harus menikah dengan orang yang juga memiliki kekuatan. Jika mereka melanggar itu, maka mereka harus mengorbankan anak mereka nantinya tidak akan memiliki kekuatan. Lalu jika kedua-duanya memiliki kekuatan, anak yang lahir hanya akan mewarisi salah satu kekuatan saja.” “Lantas kamu?” “Seperti yang aku katakan tadi, hanya Sebagian anak saja yang bisa, dan itu hanya keturunan kerajaan. Contohnya aku, ibuku adalah anak raja bukan—adik kandung ibumu. Tentu aku bisa mewarisi kekuatan mereka berdua.” “Kalau begitu… aku-“ Bayu mengangguk tersenyum. “Itu benar Ryan. Kamu mewarisi kekuatan kedua orang tuamu.” Adi menepuk bahu anaknya bangga. Penjelasan dari anaknya masuk akal. Meskipun hal itu tidak sepenuhnya benar, dan itu masih harus menjadi rahasia sampai nanti waktunya tiba. Tapi syukurlah Ryan tidak terpaku harus mewarisi kekuatan dari kedua orang tuanya. Dengan cincin berlian itu, Ryan akan bisa menguasai seluruh elemen kekuatan Negeri Zalaraya. Gunfrenta akan hadir kembali. Legenda 10.000 tahun lalu, si pemuda pemilik kekuatan terbesar di Negeri Zalaraya akan hadir kembali. Bayu menghilang, muncul kembali—bergabung bersama Ani dan Farhan. Senang mendengarkan penjelasan Bayu tadi. Itu artinya salah satu dari orang tau kandungnya punya kekuatan tanah. “Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang.” Adi teringat pesan Bi Narti bahwa Ryan tidak boleh terlalu dipaksakan latihannya. Maka Adi mengambil keputusan untuk menyudahi sesi latihan hari ini. Lebih baik membiarkan Ryan benar-benar fit terlebih dahulu. Meskipun Ryan sudah terlihat segar bugar, dan Ani juga mengatakan hal serupa, tapi tetap saja tubuhnya belum bisa beradaptasi 100% dengan kekuatan yang masuk ke dalam tubuhnya dari cincin berlian itu. “Kita sudahi saja.” “Sudah?” Ryan mengeluh kecewa. Padahal dia baru berhasil menerbangkan piring tanah, kenapa latihannya sudah selesai. Cepat sekali. Adi merangkul Ryan. “Besok kita akan latihan lagi.” Ryan mengangguk lesu. Mereka semua berkumpul di satu tempat. Adi menghentakkan kakinya. Retakan muncul, membentuk lingkaran. Karena orang yang berdiri banyak, maka ukuran retakan akan menyesuaikan seberapa banyak orang yang berdiri di atas tanah, membentuk ukuran yang lebih lebar. Setelah membentuk lingkaran, Adi menerbangkan piring tanah, melesat naik ke atas. Tak lupa Adi menepuk tangannya tiga kali, membuat ruangan gelap kembali. Mereka naik ke permukaan, berjalan 20 menit, menuju rumah. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD