Bab 24. Kekuatan ingatan

1585 Words
Satu jam setelah pengobatan selesai, akhirnya Ryan bangun dari tidurnya. Tidak ada siapa-siapa di kamar. Ryan tidak lagi merasakan pusing. Tubuhnya sekarang jauh lebih segar dan nyaman ketimbang saat bangun tidur tadi pagi. Dia bisa leluasa meregangkan otot tubuhnya. Ryan turun dari tempat tidur, berjalan ke ruang tamu. Tidak ada siapa-siapa juga. Dia pergi ke dapur, masih juga belum menemukan orang. Ryan mengambil gelas, menuangkan air, meminumnya. Kemana perginya semua orang? Ryan menarik kursi, duduk. Dia masih merasa haus. Ryan menuang satu gelas lagi. Di belakang Ryan muncul suara gelembung meletus. Adi muncul, memijat bahu Ryan. “Bagaimana keadaanmu?” “Baik, Paman.” Adi melepas pijatannya. “Ayo latihan. Kita harus bergegas.” Ani sudah memberitahu Adi bahwa kondisi Ryan sudah 100% pulih setelah dia obati. Tapi Ani tetap mengingatkan pesan Bi Narti tadi malam. Ryan mengangguk. Adi mengajak Ryan ke halaman belakang rumah. Ryan terus berjalan mengikuti Adi menelusuri pepohonan sawit. Ryan menatap sekitar. Pelepah sawit di pinggir-pinggir pohon, buah sawit yang berguguran, dan pakis liar yang tumbuh di badan sawit. Tidak ada lahan kosong yang bisa digunakan untuk latihan. Lantas kenapa pamannya itu membawanya ke sini untuk latihan. Lalu di mana Farhan dan Ani? Ryan terus mengikuti Adi yang masih berjalan. Sepanjang mata memandang, dia hanya bisa melihat sawit saja. Lahan seluas 10 hektare itu penuh ditumbuhi sawit. Adi berhenti. Mereka sudah berjalan 20 menit sejak tadi. Adi membalik badan. “Kita latihan di sini, Paman?” Adi mengangguk. Dia memejamkan matanya. Adi merentangkan kedua tangannya, dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas. Dua detik kemudian Adi menghentakkan kakinya ke tanah. Terdengar suara dentuman. Ryan merasakan tanah tempatnya berpijak bergoyang. Muncul retakan yang semakin panjang mengitari tempat mereka berdiri, nyaris berbentuk lingkaran sempurna. Perlahan tanah yang sudah dikelilingi retakan turun ke bawah. Gelap. Tidak ada cahaya sama sekali. Tanah itu terus turun ke bawah, melesat dengan cepat. Tanpa sadar Ryan mengangkat tangannya refleks. Cahaya berwarna biru menyelimuti tangan Ryan. Cahaya yang muncul itu cukup untuk bisa membuat mereka berdua saling melihat. Adi tersenyum. Ryan mulai bisa menggunakan nalurinya. Ryan justru menampilkan ekspresi berbeda dari Adi. Dia tengah kebingungan menatap tangannya sendiri yang tiba-tiba bisa mengelurkan cahaya. Tanah berhenti. Adi menepuk tangan tiga kali. Cahaya muncul membuat ruangan jadi terang. Ryan mengedipkan mata berkali-kali. Apa dia tidak salah lihat? Ada ruangan seluas ini di bawah tanah? Di bawah sana Farhan dan Ani sudah menunggu. Mereka lebih duluan datang ke sana. Ryan masih menatap takjub sekitar hampir tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ruangan yang tidak bisa Ryan lihat ujung dari setiap sisi, ruangan selebar ini bagaimana bisa ada di bawah tanah? “Kita akan latihan di sini, Ryan,” ujar Ani mendatangi Ryan yang masih planga-plongo. Dia terkekeh pelan. Ekspresi seperti ini juga dihadirkan oleh Bayu ketika pertama kali dibawa ke ruangan bawah tanah ini. Dua tahun yang lalu, Ani dan Adi membawa Bayu kemari untuk mulai melatih anak mereka bela diri. Farhan tidak lagi terkejut. Dia sudah pernah ke tempat ini sebelumnya. Farhan hanya pura-pura tidak tahu di mana “pantai cermin” adalah Sebagian dari acting-nya selama ini. Tentu Farhan harus berpura-pura tidak tahu tahu segalanya karena itu penting untuk merahasiakan semuanya dari Ryan sebelum tiba waktunya. “Apakah kamu sudah siap?” tanya Adi. Ryan belum juga selesai dengan wajah yang menunjukkan betapa mengejutkannya dia bisa melihat ruangan bawah tanah itu. “Ryan,” Adi memanggilnya kali kedua. “Ya, Paman?” Farhan terkekeh. “Kamu mau latihan tidak?” Ryan mengambil posisi siap. “Mau, Paman.” Adi diam sejenak. Sepertinya lebih baik untuk menunjukkan beberapa kekuatan dasar dari mereka terlebih dahulu kepada Ryan. Adi mengacungkan jari telunjuknya ke depan. Muncul sebuah kursi dari kayu jati. “Lihat?” Ryan mengangguk. “Itu adalah salah satu kekuatan yang paman miliki.” Ryan tidak terkejut melihat yang barusan. Bayu sudah pernah menunjukkan itu padanya. Bayu juga mengatakan kalau dia mewarisi kekuatan dari paman dan bibinya. Jadi ketika melihat itu Ryan hanya menampilkan ekspresi biasa aja. “Silakan kamu duduk terlebih dahulu, biarkan kami menunjukkan beberapa kekuatan yang kami miliki, agar kamu juga tahu bagaimana cara untuk memulainya.” Ryan mengangguk. Dia berjalan mendekati kursi sesuai interupsi dari pamannya. Ketiganya terlihat saling pandang—menentukan siapa setelahnya. Ani mengangkat tangannya. Muncul layar yang biasanya dihasilkan dari LCD Proyektor. “Ini adalah kekuatan Bibi, Ryan. Bibi bisa membuat orang lupa, lalu akan menampilkan kejadian sebenarnya di layar ini untuk memulihkan ingatannya.” Ani menurunkan tangan. Layar itu hilang. “Selain itu Bibi juga bisa menyembuhkan orang hanya dengan sentuhan tangan saja.” Itu terdengar hebat. Di Bumi ini belum ada yang bisa melakukan penyembuhan seperti itu. Jika ada yang sakit, mereka harus berobat ke dokter. Itu artinya, dari segi medis Negeri Zalaraya lebih maju ketimbang Bumi. Ryan akui kekuatan bibinya itu keren. Tiba giliran Farhan. Dia memejamkan mata, menghentakkan kaki. Itu sama seperti yang Adi lakukan tadi. Bedanya, tiba-tiba gundukan tanah muncul mengelilingi Ryan. Hanya butuh satu detik, tanah itu membentuk gundukan, menutupi seluruh tubuh Ryan. Ryan tidak bisa melihat apa-apa. Keadaan langsung gelap seketika. “Inilah kekuatanku, Ryan. Tanah.” Farhan menghentakkan kaki, gundukan tanah terbuka, masuk kembali ke dalam tanah. Ryan bangga dengan Farhan. Ternyata orang dia anggap sebagai sahabat selama ini memiliki kekuatan hebat seperti itu. Ryan juga berterima kasih karena telah bersusah payah menyelamatkannya dari Penyihir Hyunfi waktu itu. Gundukan tanah yang Farhan buat berhasil menyelamatkannya. Sudah selesai waktu untuk kagum. Adi berdeham untuk mulai menjelaskan. “Hari ini, pelajaran pertama yang akan kamu pelajari adalah bagaimana cara menggunakan alat-alat perang terlebih dahulu. Tameng, pedang, panah, tombak, dll.” Adi mengangkat tangannya. Jarak 10 meter dari tempat mereka berdiri muncul gundukan tanah membentuk meja. Di atasnya tersusun lengkap senjata perang seperti yang Adi katakan. Ini kali pertama Ryan melihat langsung senjata-senjata itu. Biasanya dia hanya melihat senjata itu ketika menonton film saja. Adi menatap ke arah Ani—mengangguk memberikan kode. Ani membalas dengan anggukan juga. Dia kembali memunculkan layar. Sudah ada seorang laki-laki memakai pakaian besi. Di tangannya memegang sebilah pedang. “Perhatikan betul-betul. Kamu harus bisa mengingat bagaimana caranya memainkan pedang.” Ryan menatap pamannya. Latihan macam apa ini? Kenapa dia malah disuruh menonton bukannya diajarkan langsung. “Ikuti saja.” Adi seolah tahu apa yang Ryan pikirkan. Setelah mengangguk lagi kepada Ani, laki-laki yang ada di layar mulai menggerakkan pedangnya. Dia menari-nari dengan benda tajam itu. Libasan ke seluruh arah, suara yang terdengar dari pedang itu terdengar mematikan. Ryan memperhatikan layar tanpa berkedip. Dia berusaha mengingat bagaimana laki-laki itu menari bersama pedangnya. Farhan merasa yakin kepada Ryan kalau dia pasti bisa. Adi melipat kedua tangannya. Pelajaran dan bela diri itu berbeda. Semoga saja Ryan bisa menguasi bela diri dengan mudah, semudah dia bisa mengatasi soal-soal sulit di sekolahnya. Lima belas menit berlalu. Adi menyuruh Ani untuk menghentikan video. Adi meminta Ryan untuk memperlihatkan apa yang sudah dia pelajari dari lima belas menit tadi. Entah bagaimana, tiba-tiba pedang sudah berada dalam genggaman tangan Ryan. Dia terkejut ketika melihat benda itu berada di tangannya. Ryan melihat Farhan mengangguk kepadanya—memberikan semangat. Ryan memejamkan matanya. Dia tidak boleh mengecewakan siapa pun yang telah menaruh harapan besar padanya. Ryan harus bisa. Usai menyemangati dirinya, Ryan mengangkat pedang, menirukan gerakan laki-laki yang ditontonnya tadi. Tidak berbeda sama sekali. Nyaris sempurna 100%. Adi menggeleng takjub. Ini luar biasa. Ingatan kuat Ryan bukan hanya digunakan untuk mengingat rumus, angka, dan pelajaran lainnya. Ryan berhasil menggunakan ingatannya untuk mengingat gerakan lincah hanya dalam sekali lihat saja. Di sudut sana Ani dan Farhan bertepuk tangan bangga. Mereka berdua juga sama seperti Adi—menggeleng takjub tidak percaya dengan apa yang mereka lihat barusan. Jika seperti ini, maka pelatihan bela diri tidak akan butuh waktu lama. Dalam waktu singkat Ryan akan bisa menguwasai seluruh bela diri lengkap dengan senjata-senjata juga. Luar biasa. Ini hebat. Adi baru pertama kalinya melihat sosok seperti Ryan. Latihan berlanjut. Kali ini tidak lagi pedang, melainkan tombak. Sama seperti sebelumnya, Ani memutarkan video selama lima belas menit, lalu Ryan disuruh memperagakannya. Tidak mengecewakan. Sesuai ekspekstasi, Ryan berhasil melakukannya lagi tanpa ada kesalahan sedikit pun. Ryan berhasil untuk yang kedua kali. Tukar alat. Kali ketiga ini Ryan memegang panah. Bedanya, Ani tidak lagi menampilkan video. Adi memunculkan sebuah target yang harus Ryan kenai tepat sasaran. Sebuah apel. Ryan harus membelah apel itu. Degup jantung Ani dua kali lipat. Panah berbeda dari dua senjata yang tadi. Butuh waktu yang cukup lama agar seseorang bisa menembakkan anah panah agar bisa tepat sasaran. Lalu sekarang Ryan bahkan baru pertama kali memegangnya. Ryan mulai menarik tali busur. Dia memicingkan mata sebelah—mengatur posisi ujung anak panah dengan target yang berada 30 meter di depannya. Jari Ryan bergerak mengepaskan posisi. Sebelum meluncurkan anak panah itu, dia menahan napasnya. Tiga, dua, satu, Ryan menghitung dalam hati. Anak panah dilepaskan. Semua mata tertuju mengikuti gerakan cepat anak panah itu. Napas Ryan tertahan, dan… Tas! Tepat sasaran. Karena tidak percaya, Ryan terduduk. Bahkan Ani datang memeluknya. Harus diakui Ani sampai terharu melihat betapa spesialnya keponakannya itu. Ryan tidak butuh banyak latihan. Bahkan yang barusan tadi itu tidak cocok untuk disebut latihan. Panah, senjata yang cukup sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama agar dapat menggunakannya bisa dikuasi Ryan yang bahkan belum pernah menyentuhnya. Ryan hebat. Ryan istimewa! Melihat itu menumbuhkan kekuatan dalam harapan mereka. Ryan pasti bisa mengalahkan penyihir Hyunfi. Mereka yakin itu. Tidak mau ketinggalakan, Farhan ikut menghampiri, dia bahkan memuluk Ryan saking senangnya. Kali ini gantian, Farhan tidak menyangka bahwa sosok yang dia anggap anak manja selama ini, justru sangat-sangat luar biasa. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD