bc

ZALARAYA

book_age16+
478
FOLLOW
2.5K
READ
mystery
scary
genius
magical world
like
intro-logo
Blurb

Ryan mengira kehidupannya berjalan normal seperti anak-anak remaja lainnya. Namun siapa sangka, hanya berawal dari sebuah mimpi, hidupnya berubah di luar nalar. Kenyataan yang selama ini disimpan darinya, membuatnya harus mempertaruhkan nyawa agar tetap bisa hidup dan menyelamatkan orang-orang di sekitarnya. Akankah Ryan bisa melakukan itu?

chap-preview
Free preview
Bab 1. Berlian termahal
Bel istirahat berbunyi. Farhan menarik tangan Ryan menuju kantin. Seperti orang yang belum makan berhari-hari, seperti itulah Farah saat ini. Tidak ayal sebenarnya. Sejak bertemu dengan Farhan 11 tahun silam, pria yang sekarang berusia 17 tahun itu memang sangat suka makan. Terkadang Ryan sampai bertanya-tanya, sebenarnya terbuat dari apa lambung sahabatnya itu. Ryan bisa dibilang sangat jarang sekali mendengar Farhan itu kenyang. Sejak dulu, jika dia membeli makanan lalu tidak habis, Farhan selalu siap untuk menghabiskannya. Ryan menjuluki Farhan si perut karet. Semakin diisi, semakin melebar. “Kamu mau pesen apa?” tanyanya ketika sampai di kantin dan sudah mendapatkan meja. “Biasa. Bakso dan es teh manis,” jawab Ryan. Dia memperhatikan sekitar. Kantin ini memang tidak pernah tidak ramai pengunjung. Murid-murid SMA Rajawali rela berbondong-bondong kemari begitu bel berbunyi untuk menghabiskan uang mereka. Itu tidak heran. Makanan di kantin ini memang sangat enak. Sehingga mereka tidak perlu berpikir dua kali untuk membayar. Bukan hanya makanannya saja, suasana dan kebersihan di kantin ini membuat siapa saja betah berlama-lama di sini. Pihak sekolah mewajibkan mereka yang ingin berdagang, harus memprioritaskan kebersihan. “Mas, pesen.” Farhan memanggil Mas Barjo—penjual bakso. “Sebentar, Mas,” teriaknya dari balik steling kemudian berjalan menuju meja Farhan dan Ryan. “Mau pesen apa toh?” “Bakso dua, ya, Mas. Es teh satu, es jeruk satu.” “Oke. Ditunggu, ya, Mas.” Farhan mengangguk. “Eh, kamu liat berita gak tadi pagi?” tanyanya pada Ryan. Tangannya sibuk merogoh saku, mengeluarkan ponsel. “Nggak.” Ryan menjawab singkat. “Lihat ini.” Farhan membagi layar ponselnya dengan Ryan. “Telah ditemukan berlian Wittelsbach-Graff di sebuah desa pesisir pantai cermin Sumatera Utara. Jenis berlian termahal di dunia itu ditemukan oleh seorang nelayan yang sedang berjalan menyisir hutan bakau untuk mencari kepiting. Kini berlian tersebut sedang menjadi incaran para kolektor dalam dan luar negeri.” “Kaya mendadak bukan?” “Nelayan itu maksud kamu?” “Iya.” “Pesanan datang!” seru Mas Barjo meletakkan dua mangkok bakso dan dua gelas minuman sesuai pesanan mereka. “Terima kasih, Mas,” ujar Farhan. “Silakan dinikmati!” Ryan langsung menaruh saos, kecap, dan juga cabe kecil giling yang banyak di baksonya. Farhan hampir tidak berkedip dibuatnya. Sahabatnya itu kalau makan pasti selalu pedas. “Perut kamu gak panas apa makan cabe segitu banyaknya?” Ryan menggeleng. “Nggak. Malah aku kalau makan gak pedas itu gak enak. Berasa ada yang kurang.” Ryan memasukkan suapan pertamanya. “Atau jangan-jangan itu rahasia kamu bisa pintar?” Ryan berdecak diikuti senyuman tipis. “Ada-ada aja, kamu. Kalau mau pintar itu ya belajar, bukan karena makan pedas.” “Siapa tahu, kalau makan pedas bisa buat pintar. Kalau gitu aku mau.” Ryan menggelengkan kepala merasa lucu dengan pertanyaan Farhan tadi. “Pantai cermin itu di mana, sih?” tanya Farhan di sela-sela sesi makan mereka. “Pantai cermin itu nama sebuah desa di Kab. Serdang Bedagai Sumatera Utara, kampung pamanku.” “Kamu pernah ke sana?” “Pernah.” “Kapan?” “Sembilan tahun yang lalu.” Ryan terkekeh kecil. “Emang kenapa?” “Kamu sama sekali gak tahu?” Farhan menatap aneh wajah Ryan. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Ryan ternyata tidak tahu bagaimana terkenalnya berlian jenis Wittelsbach-Graff itu. “Gak tahu apa?” Ryan bertanya meminta penjelasan maksud dari pertanyaan Farhan. “Berlian Wittelsbach-Graff hanya ada satu di dunia. Berlian itu adalah jenis berlian termahal yang ada saat ini. Sekarang berlian itu tersimpan di National Museum of Natural History di Washington DC, AS.” “Baru tahu aku.” Ryan menyeruput es tehnya. Farhan menggeleng tidak menyangka. Dia mengira Ryan tahu tentang berlian tersebut, ternyata Ryan sama sekali tidak tahu. Padahal setahu Farhan, berlian jenis itu terkenal di kalangan orang kaya di seluruh penjuru dunia ini. Lantas bagaimana bisa Ryan tidak tahu? “Buruan habisin makanan kamu, sebentar lagi bel.” __00__ Tiba di kelas, sudah ada seseorang yang menunggu Ryan. Begitu Ryan mendaratkan bokongnya di kursi, seorang perempuan yang sudah berusaha mendekati Ryan sejak sebulan belakangan ini mendatanginya dengan sebuah kotak berwarna hitam di tangannya. “Ryan?” “Hm?” Ryan menjawab malas tanpa menatapnya. Dia sudah bosan sebenarnya didekati terus seperti itu. Dan menurutnya, cara Maury juga sudah berlebihan dan itu membuatnya terganggu. “Ini buat kamu.” Maury menyodorkan kotak yang dibawanya. Farhan menarik kursi di samping Farhan. “Udah terima aja.” Farhan menyikut bahu Ryan. “Gak boleh tau nolak rezeki.” Ryan menarik napas dalam, lalu membuangnya. Sesaat dia memejamkan mata. Ryan sudah tidak bisa menerima barang apa pun lagi yang diberikan Maury kepadanya. “Maury.” “Ya?” Senyuman terpatri di wajah wanita itu. Di dalam pikirannya sekarang, Ryan pasti akan menerima pemberiannya. “Maaf. Silakan bawa kembali, aku gak bisa nerima apa pun lagi pemberian kamu.” Bak tersambar petir, seketika tubuh wanita itu kaku tidak bergerak. Dua detik kemudian ia tersadar, lalu segera pergi keluar kelas. “Tega kamu!” Ryan tidak membalas perkataan Farhan barusan. Menurutnya ini tidak sama. Bahkan sama sekali tidak salah. Sebelum-sebelumnya, Ryan sudah mengatakan kepada Maury agar jangan lagi memberikannya barang apa pun. Maury rutin memberikan sesuatu kepada Ryan setiap dua hari sekali. Dan Ryan merasa itu tidak perlu. Untuk apa Maury rela menghabiskan uangnya untuk membelikan benda-benda yang menurut Ryan tergolong mahal, hanya untuk dirinya? “Selamat siang anak-anak!” sapa Bu Ratih masuk ke dalam kelas. “Siang, Bu!” balas anak-anak serempak. “Bagimana kabar kalian?” Bu Ratih duduk di mejanya, sembari membuka buku materi. “Baik, Bu.” “Syukurlah. Kamu Ryan?” “Baik, Bu.” “Yang ditanya khusus Ryan saja, Bu?” Bu Ratih tersenyum. “Kamu sehat Farhan?” Senyum Farhan lebih lebar mengalahkan senyum Bu Ratih. “Sehat, Bu.” Dia mengakhiri kalimatnya dengan cengiran kuda. “Baiklah anak-anak, buka buku kalian hal. 115.” Murid-murid membuka buku mereka di halaman yang diperintahkan Bu Ratih. “Soal nomor satu, coba jelaskan Ryan.” Ryan berdehem sebelum membaca soal. “Coba jelaskan secara singkat dan detail dampak yang terjadi di bidang politik dan struktur pemerintahan dalam perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme.” “Silakan dijawab.” “Dalam bidang politik, para penguasa penjajahan Barat terutama Belanda melakukan kebijakan yang sangat ketat dan cenderung menindas. Pemerintah kolonial menjalankan politik memecah belah atau devide et impera. “Tidak hanya politik memecah belah, tetapi juga disertai dengan tipu muslihat yang cenderung menghalalkan segala cara sehingga melanggar norma-norma kemanusiaan. Penguasa kolonial juga selalu ikut campur tangan dalam pergantian kekuasaan di lingkungan kerajaan/pemerintahan pribumi. Penguasa-penguasa pribumi dan rakyatnya kemudian menjadi bawahan penjajah.” Bu Ratih mengangguk salut dengan jawaban yang diberikan Ryan. Singkat, padat, dan lugas membuat Bu Ratih sangat menyukai Ryan. Farhan menyikut Ryan. “Hebat kamu!” Ryan tidak mengindahkan pujian Farhan barusan. “Bagus, silakan jawab pertanyaan kedua.” “Baik, Bu.” Bagus berdehem. “Apakah pada masa penjajahan Belanda mereka menerapkan kehidupan yang diskriminatif?” “Jawab.” “Benar. Penjajahan bangsa Barat di Indonesia secara tegas telah menerapkan kehidupan yang diskriminatif. Orang-orang Barat memandang bahwa mereka yang berkulit putih sebagai kelompok yang kelas I, kaum Timur Asing sebagai kelas II, dan kaum pribumi sebagai masyarakat kelas III—kelas yang paling rendah. “Hal ini membawa konsekuensi bahwa budayanya juga dipandang paling rendah. Pandangan ini sengaja untuk menjatuhkan martabat bangsa Indonesia yang memang sedang terjajah.” “Bagus, Bagus!” puji Bu Ratih. “Yang terakhir, Briana. Pertanyaan nomor tiga.” “Baik, Bu.” Briana bersiap membaca soal. “Apakah dampak yang dirasakan dalam bidang Pendidikan pada masa penjajahan Belanda?” Briana menatap wajah Bu Ratih kemudian dibalas anggukan sebagai isyarat untuk Briana memulai jawaban. “Dalam bidang Pendidikan, penduduk pribumi merasakan dampak yang sangat kecil, tetapi membawa dampak pada tumbuhnya sekolah-sekolah. Pada tahun 1900, tercatat sebanyak 169 Eurepese Lagree School (ELS) di seluruh Hindia Belanda. Dari sekolah ini murid-murid dapat melanjutkan pelajaran ke STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) ke Batavia atau Hoogeree Burgelijk School (HBS). Di samping itu juga dikenal sekolah OSVIA (sekolah calon pegawai) yang berjumlah enam buah. Bu Ratih bangga memiliki mereka bertiga. Ryan, Bayu, dan Briana. Mereka bertiga adalah pilar penting di SMA Rajawali. __00__ Tiba di rumah, Ryan langsung naik ke kamarnya, mengganti baju. Setelah itu dia turun ke bawah untuk makan siang. Lauk dan nasi sudah tersedia. Menu hari ini adalah ikan nila asam manis. Tentu saja selera makan Ryan berkurang ketika melihat lauk itu. Bukannya tidak bersyukur, namun karena tidak pedas itulah makanya Ryan tidak terlalu nafsu untuk makan. “Ini, Den.” Bi Narti meletakkan satu toples kecil sambal cumi di samping piring lauk. “Bibi tau Aden pasti gak selera makan kalau gak pedas. Jadi Bibi beliin ini.” Ryan membuka tutup toples kecil yang berisi sambal cumi itu, diciumnya aromanya. “Gimana? Harum,’kan?” Ryan setuju dengan itu. “Terima kasih, Bi.” __00__ Malam ini Ryan mengisi malamnya dengan membaca n****+ di ruang tengah ditemani camilan basreng dan segelas jus jeruk. Ryan memang suka menggunakan waktu kosongnya untuk membaca n****+ karangan penulis favoritnya—Tere liye. Entah n****+ yang ke berapa sekarang yang sudah dibacanya. Pertama kali Ryan mengenal n****+ saat duduk di bangku SMP. Farhan sering sekali membawa n****+ ke kelas hingga sekarang. Karena penasaran, akhirnya Ryan meminjam n****+ dari Farhan dan berakhir hingga dia menyukai karya tulis yang dipenuhi imajinasi itu. Di antara banyaknya n****+ yang sudah dia baca, baru Tere liye sajalah yang memikat hati Ryan. Menurutnya penulis satu itu memiliki gaya tulisan dan tema yang diangkat juga berbeda dari penulis kebanyakan. Ryan senang karena dia pernah bertemu sekali dengan penulis itu dan berhasil meminta tanda tangannya. Bel rumah berbunyi. Ryan meletakkan n****+ di atas meja, berjalan hendak membuka pintu. “Mama kenapa, Pa?” tanya Ryan panik ketika melihat mamanya dibopong papanya. “Minta Bi Narti untuk buat obat Mama kamu,” titah Rangga—papanya Ryan. Dia menidurkan istrinya di sofa. Ryan berlari menuju dapur mencari Bi Narti untuk menyampaikan titah papanya. “Bi, buatin obat Mama.” Ryan panik bukan main saat itu. Ini sudah kesekian kalinya mamanya pulang dalam keadaan pingsan seperti itu. “Nyonya pingsan lagi?” Ryan mengangguk cepat. "Buruan, Bi." “Iya, Den, iya. Ini Bibi buatin.” “Cepetan, ya, Bi!” Ryan kembali ke ruang tengah untuk melihat keadaan mamanya. Ryan pernah menanyakan kepada papanya apakah mamanya itu mengidap penyakit atau hanya kelelahan saja? Namun papanya menjawab dengan sebuah gurauan. Bersambung...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Legenda Kaisar Naga

read
91.4K
bc

Romantic Ghost

read
164.2K
bc

Time Travel Wedding

read
6.6K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
10.5K
bc

Kembalinya Sang Legenda

read
22.2K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
7.0K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
148.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook