Bab 34. Perjalanan

1640 Words
Bayu kaget bukan main setelah mendengar berita itu. Dias ama sekali tidak menyangka bahwa yang selama ini ayah dan ibunya khawatirkan akan segera terjadi. Jika dulu mereka menduga cepat atau lambat itu akan terjadi, kini, sekarang, Nevard benar-benar melakukannya. Si Serakah itu tidak pernah menyerah. Dia sepertinya memang ingin memusnahkan seluruh keturunan Raja Barelfie. “Lalu bagaimana dengan Pangeran Artha? Apakah dia baik-baik saja?” Bi Narti mengangguk. “Dia aman bersama Grenta, Bayu.” “Syukurlah,” ucap Bayu mengelus dadanya. Mereka sangat mengkhawatirkan Rangga, Riana, serta para penduduk Negeri Zalaraya. Nyawa mereka semua terancam sekarang. Nevard akan melakukan hal yang lebih dari yang sudah dia lakukan sekarang demi memancing mereka semua agar segera tiba di sana. Adi dan Bi Narti yakin akan hal tersebut. Semua ini semata-mata dilakukan memang untuk memancing mereka agar segera datang ke Negeri Zalaraya. Ryan duduk di kursi panjang, menundukkan kepala. Kedua tangannya mengepal kuat. Ryan pasti sangat khawatir sekarang. Rasanya dia ingin pergi secepat mungkin ke sana, namun dia sudah mengerti maksud dari Adi, Ani, dan Bi Narti. Tidak akan Ryan biarkan banyak korban lagi berjatuhan. Bi Narti mengajak Adi ke suatu tempat untuk berdiskusi. Ani mendatangi Ryan, merangkulnya, mencoba untuk lebih menenangkan Ryan. Bayu dan Farhan pergi ke kamar. Mereka berdua juga merencanakan sesuatu. “Kamu jangan khawatir, Ryan. Kita pasti bisa menyelamatkan mama dan papamu.” Ani mengelus pundah Ryan. Ryan menoleh, berharap semoga apa yang bibinya katakan benar terjadi. Ryan tidak akan membiarkan mereka berdua menyentuh mama dan papanya. Setengah jam berlalu, Adi dan Bi Narti kembali melalui portal. Adi memegang Buku Bulan di tangannya yang tadi merampas dari tangan Ryan. Adi menyerahkan buku itu kepada Ryan. “Cobalah kamu buka, dan baca.” Ryan mengangguk. Dia membuka Buku Bulan itu. Saat dia membuka halaman pertama, cahaya menimpa wajahnya. Buku itu mengeluarkan cahaya berwarna biru terang. Perlahan cahaya meredup, tidak terlihat apa-apa. Yang terlihat hanyalah kertas berwarna coklat muda, kosong, tanpa ada tulisan atau pun guratan dan semacamnya. “Usap buku itu, Ryan,” suruh Bi Narti. Ryan mengangguk lagi. Begitu tangan Ryan selesai mengusap halaman pertama dari buku itu, perlahan muncul tulisan. Namun Ryan tidak bisa membacanya. Sekarang halaman pertama itu sudah penuh dengan tulisan. Ryan menatap Bi Narti, meminta penjelasan. “Berikan padaku.” Ryan memberikan buku itu. Bi Narti membacanya. “Di sini tertulis bahwa hanya pemilik sahnya saja yang bisa membaca halaman selanjutnya dan bisa membuka portal menuju Negeri Zalaraya.” Ani dan Adi saling tatap. Mereka sudah tahu hal itu. “Apakah kamu masih ingat mantra yang aku ajarkan kemarin?” tanya Bi Narti. Maksudnya adalah mantra sewaktu membukakan portal untuk Rangga dan Riana kembali ke Negeri Zalaraya waktu itu. Ryan mengangguk patah-patah. Tentu saja dia ingat. Soal ingatan, Ryan tidak usah diragukan lagi. Adi dan Bi Narti sudah mengatur strategi apa yang akan mereka lakukan setibanya mereka di sana nanti. Bayu dan Farhan keluar kamar. Mereka juga sudah siap untuk pergi ke Negeri Zalaraya. Semuanya salaing bertukar pandang, memasang keyakinan sekaligus menguatkannya satu sama lain. Yang akan mereka lakukan sekarang bukan sekadar kembali ke kampung halaman. Mereka akan mempertaruhkan nyawa mereka demi merebut kembali Negeri dari tangan orang yang serakah, mengembalikan tahta kepada yang berhak. Sekali lagi, yang akan mereka lawan bukan sembarang lawan. Nevard dan Hyunfi sangat kuat. Sekarang mereka telah bersatu untuk melindungi tahta. Apa saja bisa terjadi, mereka harus benar-benar siap untuk segala konsekuensinya. Ryan siap. Apa pun yang akan terjadi, dia memang sudah ditakdirkan akan melakukan hal ini. Dialah yang akan mewariskan tahta ayahnya. Dia harus bisa mengambil yang seharusnya menjadi miliknya. Baiklah. Tidak ada kata untuk mundur. Nyawa penduduk Negeri Zalaraya ada di pundaknya sekarang. Adi sudah menduga hal ini akan terjadi, namun dia tidak menduga akan terjadi secepat ini. Bahkan dia baru melatih Ryan selama beberapa hari saja. Ryan juga belum mengeluarkan semua kekuatan yang ada di dalam cincin berlian pusaka Gunfrenta. Adi bukan tidak yakin, hanya saja sesuatu yang baru tetap membutuhkan waktu untuk penyesuaian. Ani dan Bayu siap ikut berpartisipasi. Kehadiran Ani memang dibutuhkan. Peperangan pasti akan terjadi. Hadirnya Ani di sana akan membantu memulihkan pasukan dengan cepat. Bayu akan membantu melindungi ibunya. Bayu harus ada di samping Ani selalu. Karena bisa saja musuh memilih jalan untuk membunuh Ani agar tidak ada lagi yang mengobati lawan mereka. Farhan akan melaksanakan tugasnya untuk menjadi pengawal sesungguhnya bagi Ryan. Setibanya mereka nanti di Negeri Zalaraya, maka Farhan akan melaksanakan tugasnya sepenuhnya. Apa pun keputusan Ryan, akan menjadi titah baginya. Bi Narti, sekali lagi, akan mengorbankan nyawanya demi memenuhi janji dan tugasnya. Baiklah, sekarang waktu itu telah tiba. Mereka semua sudah siap dengan apa yang akan terjadi ke depannya. “Baiklah, dengarkan semua,” Adi menjelaskan rencana pertama mereka. “Setibanya di Negeri Zalaraya, semuanya saling berpegangan tangan, ingat, jangan ada yang melepaskan. Portal akan tetap muncul, kita tidak memiliki jalan lain untuk ke sana selain melalui portal. Kita akan menghilang, lalu muncul di hutan Boriven.” Farhan mengangguk paham. “Ryan, Bayu, kita bertiga akan menyatukan kekuatan menghilang, untuk membawa seluruhnya ke sana.” Ryan dan Bayu bertukar pandang. Di antara mereka berenam, hanya Adi, Ryan, dan Bayu yang mempunyai kekuatan menghilang. “Baiklah. Sekarang baca mantra itu dan buka portal menuju Negeri Zalaraya,” Bi Narti memberi perintah. Ryan mengangguk. Dia membuka Buku Bulan, lalu membaca matra yang pernah Bi Narti ajarkan padanya. Di depan mereka, muncul portal yang semula kecil, perlahan berubah seukuran orang dewasa. Warnanya biru pekat. Tengahnya berputar-putar membentuk pusaran. Di sekeliling portal itu mengalir aliran listrik. Ryan menelan ludah. Dia sudah siap untuk menuju Negeri Zalaraya—tempat kelahirannya. Sekarang, rasa penasarannya akan kampung halamannya itu akan terbayarkan. Namun perlu diingat, dia bukan hanya sekedar balik kampung, tapi juga akan mengambil alih kampung halamannya. Mereka menyatukan tangan masing-masing. Bi Narti meminta Ryan untuk membaca mantra sekali lagi agar ukuran portal jadi lebih lebar. Mereka semua harus masuk berjalan berjejer, bersama-sama. Sesuai rencana, karena Adi berjaga-jaga karena bisa saja para pengawal kerajaan sedang menunggu mereka datang, lalu langsung menangkap mereka, sama seperti Rangga dan Riana. Mereka sudah berdiri berjajar, saling memegang tangan satu sama lain. Ukuran portal juga sudah melebar, menyesuaikan ukuran untuk mereka berenam. Rambut mereka berterbangan karena udara yang dihasilkan portal. Mereka menarik napas panjang bersama-sama, kemudian menghembuskan napas. Dalam hitungan ketiga, mereka melangkahkan kaki bersama-sama pula, masuk ke dalam portal. Mereka terombang ambing di dalam portal. Gelap gulita, tidak ada pencahayaan sama sekali. Ani menjerit ketakutan. Ini kali kedua baginya dan juga bagi Bi Narti, Adi, Bayu, dan Farhan. Namun bagi Ryan ini adalah kali pertamanya dan dia sudah pusing. “Sekarang!” pekik Adi setelah terombang-ambing selama kurang lebih dua menit di dalam portal, dia melihat ada cahaya tak jauh dari mereka. Mereka bertiga menyatukan kekuatan, dan… menghilang. Mereka terjatuh di sebuah hutan. Adi membantu Ani berdiri. Mereka semua mengeluhkan sakit pinggang yang lumayan terasa. Ryan tidak mengedipkan matanya. Dia memperhatikan sekitar tempatnya sekarang. Dia menatap takjub pohon talas raksasa di sekitar mereka. Pantas saja tubuh mereka sakit. Saat turun tadi, mereka menghantam daun-daun pohon talas raksasa, baru jatuh ke tanah. Karena terombang-ambing di dalam portal, mereka tidak bisa mendarat dengan mulus saat menggunakan kekuatan menghilang. Ditambah lagi kondisi kepala yang pusing, membuat konsentrasi mereka sedikit terganggu. Suara kicauan burung terdengar. Ryan mendongak ke atas. Dia mencari di mana suara burung itu berasal. Dia tiba-tiba berpikir, apakah burung di sini dengan burung di Negeri Zalaraya ukurannya sama. Adi menepuk-nepuk bokongnya. “Tentu saja sama, Ryan … maaf, maksudku, Pangeran.” Mereka sudah tiba di Negeri Zalaraya, maka tidak ada lagi alasan untuk tidak memanggil Ryan dengan sebutan pangeran. “Hanya beberapa tumbuhan saja yang berbeda dengan di Bumi. Memang ada Sebagian hewan dengan ukuran lebih besar, sama seperti pohon talas ini.” Ryan mengangguk paham. Bukankah seru jika melihat hewan dan tumbuhan dengan ukuran yang berbeda dari yang biasa dia lihat di Bumi. Setelah semua berdiri, dan membersihkan tubuh mereka, mereka semua berjalan mengikuti instruksi yang Adi berikan. Adi pernah ke hutan ini. Meskipun itu sudah puluhan tahun yang lalu, namun Adi yakin kalau dia masih ingat betul jalan menuju keluar dari hutan itu. Sepanjang perjalana, Ryan memperhatikan sekitar. Tidak ada cahaya matahari di hutan itu. Keadaannya remang-remang. Entah memang tidak ada matahari, atau karena tertutup oleh daun talas. Ryan memang tidak bisa melihat langit dari bawah sana. Daun talas yang super lebar itu menutup semuanya. Ryan tidak melihat ada pohon lain selain pohon talas dari dari. Dia memutuskan untuk bertanya pada pamannya. “Di Bumi namanya pohon talas pangeran, tapi di sini, nama tumbuhan ini adalah Boriven. Itu mengapa hutan ini disebut hutan boriven, karena semua tumbuhan di sini hanya pohon talas, tidak ada tumbuhan lain.” Ternyata seperti itu. Ryan mengangguk. Ryan sudah menemukan dua perbedaan Negeri Zalaraya dengan Bumi. Pertama ukuran hewan, kedua jenis hutan. Di Bumi, hutannya ditumbuhi berbagai macam tanaman, sedangkan di Negeri Zalaraya, hutannya hanya ditumbuhi satu jenis tumbuhan saja. “Tidak semuanya, Pangeran,” sergah Adi. Kali ini tidak sampai membuat Ryan terkejut lagi, karena Ryan sudah tahu kalau pamannya bisa membaca apa yang Ryan pikirkan. “Ada banyak hutan di sini, dan ini salah satunya. Hutan ini biasa digunakan saat musim hujan tiba. Hewan-hewan akan pergi ke hutan ini untuk berlindung dari hujan.” “Berlindung dari hujan?” beo Ryan tidak mengerti. Bukankah air jika diletakkan di atas daun talas- “Pohon talas raksasa ini berbeda dari pohon talas yang ada di Bumi.” Adi langsung memotong pikiran Ryan. “Pohon talas ini akan menyerap air, lalu langsung mengalirkannya ke dalam tanah. Jadi semua hewan yang berlindung tidak akan terkena air sedikit pun.” Itu mengesankan. Negeri ini seperti paham akan kebutuhan makhluk-makhluk yang hidup di dalamnya. Ryan tidak bisa memungkiri bahwa pohon talas yang biasanya tidak dianggap berharga di Bumi, namun di sini sangat keren sekali kegunaannya. Menyerap air, lalu langsung dialirkan ke dalam tanah, itu adalah ide brilian. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD