Bab 18. Mayat

1549 Words
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul Sembilan malam. Di luar hujan sedang turun. Irama air hujan yang jatuh ke genteng terdengar berimana. Ryan yang sejak dua jam lalu merebahkan tubuh dengan posisi telentang, dua tangannya dijadikan bantal, akhirnya merubah posisi menjadi duduk. Dia menoleh ke samping, terkejut. Bukankah tadi ada meja belajar di sana? Ryan mengucek matanya, kenapa sekarang meja itu tidak ada? Ke mana perginya? Ryan turun dari tempat tidur. Dia menendang-nendang tepat di posisi meja belajar tempat dia mengerjakan soal-soal fisika tadi. Tidak ada apa-apa. Ryan hanya menendang udara. Ryan menggaruk kepalanya. Aneh sekali. Ryan yakin tadi benar-benar ada meja di sini, sekarang tiba-tiba meja itu hilang. Ryan duduk di bibir tempat tidur. Dia teringat dengan Rangga dan Riana. Biasanya saat hujan begini mereka selalu bercanda gurau di ruang tengah sambil membicarakan banyak hal. Mungkin terlihat Ryan sedikit manja, tapi yakinlah, Ryan sangat menyayangi keduanya. Mengetahui bahwa kedua orang tuanya dibunuh secara sadis oleh Nevard, membuat Ryan tidak mau kehilangan Rangga dan Riana. Ryan kembali teringat akan meja yang hilang. Terdengar suara letupan gelembung, Bayu muncul secara tiba-tiba. “Bayu?” Ryan takjub melihat Bayu yang bisa muncul tiba-tiba seperti itu. “Bagaimana keadaanmu, Yan?” tanya Bayu. Dia ikut duduk di samping Ryan. “Entahlah, Bayu.” Ryan mengangkat bahu. “Aku sendiri tidak tahu.” Bayu menghela napas. “Aku mengerti perasaanmu sekarang. Kau pasti dipusingkan dengan banyaknya fakta mengejutkan yang semuanya hampir di luar nalar, ditambah lagi kedua orang tuamu, Rangga dan Riana tidak ada di sini, itu pasti membuatmu semakin kalut.” Yang dikatakan Bayu benar. Sejak tadi kepalanya tidak berhenti bekerja. Harus Ryan akui, pikirannya entah ke mana saja. Saking banyaknya yang harus Ryan pikirkan membuat wajahnya sekarang terlipat. “Seiring berjalannya waktu kamu akan mulai terbiasa, Yan.” Ryan menoleh. “Aku harap begitu.” “Besok kamu akan mulai latihan, bukan?” Ryan mengangguk. “Setelah hari-harimu mulai disibukkan dengan latihan, kamu akan bisa mengatur pola pikirmu dan juga mengontrol emosimu jauh lebih baik dari sekarang.” Perkataan Bayu membuat Ryan tenang. Rasanya hadirnya Bayu sekarang membuat perasaan gundah bercampur sedih yang tadi hampir tidak terkendali, mulai bisa Ryan kendalikan. Di luar suara hujan masih berirama. Kali ini disertai kilat dan gemuruh kecil. Ryan membetulkan posisi duduknya. “Ngomong-ngomong kekuatan apa yang kamu miliki? Apakah yang tadi saja?” Yang Ryan maksud adalah muncul tiba-tiba. Bayu tersenyum. “Salah satunya itu.” “Ada lagi?” Ryan bertanya antusias. Bayu mengangguk. “Aku menguasi perpaduan kekuatan antara ibu dan ayahku.” Ryan berdiri. “Aku bisa menghilang lalu muncul di tempat yang aku inginkan tanpa menggunakan portal seperti tadi. Kekuatan itu aku warisi dari ayahku. Aku juga bisa menyembuhkan orang, mewarisi kekuatan ibuku.” Ryan tersenyum kagum. Itu hebat sekali! Bayu memejamkan matanya, sedetik kemudian tubuhnya menghilang. Ryan memutar tubuh—melihat sekeliling, Bayu tidak ada. Dua menit menghilang, terdengar lagi bunyi gelembung meletus, Bayu muncul. “Selain itu aku bisa memunculkan dan menggerakkan benda dari jarak jauh.” “Benarkah?” Bayu duduk kembali di bibir tempat tidur, diikuti Ryan. “Apakah kau tidak merasa ada benda yang hilang di sekitar sini?” Ryan mengangguk cepat. Dia kembali teringat akan meja tempatnya mengerjakan soal-soal fisika yang Bayu berikan. “Itu aku yang memunculkannya sengaja di kamar ini tanpa kamu sadari. Saat kamu sedang fokus tenggelam dalam pikiranmu, aku mengambilnya kembali, memunculkannya di kamarku karena aku ingin belajar.” Sangat-sangat luar biasa. Ryan benar-benar takjub dengan kekuatan yang Bayu miliki. Dia tidak pernah menyangka akan melihat sosok yang memiliki kekuatan seperti itu. Selama ini Ryan berpikir bahwa yang seperti itu hanya ada di film-film fantasi yang biasa dia tonton. “Tapi kekuatanku belum sempurna, Yan.” Ryan menoleh. Kekuatan hebat seperti itu Bayu bilang belum sempurna? “Kekuatan ini hanya dua puluh lima persen saja. Kekuatanku belum matang, butuh waktu untuk menyempurnakannya. Jika kau ingin melihat bagaimana sempurnanya kekuatan yang aku miliki, maka tunggulah sampai esok hari saat kamu mulai dilatih ayahku.” Ryan mengerjap. Dia tidak sanggup membayangkan bagaimana terkejutnya dia nanti jika melihat kekuatan Adi. Jika yang Bayu tunjukkan tadi belum ada apa-apanya, masih 25%, lantas bagaimana yang 100%. Bulu kuduk Ryan berdiri, dia merinding membayangkan bagaimana dahsyatnya kekuatan Adi yang akan dia lihat besok. “Baiklah.” Bayu berdiri. “Lebih baik kamu istirahat sekarang agar besok tubuhmu kembali segar. Besok kamu mulai latihan, Yan.” Itu bukan ide buruk. Ryan memang harus menyiapkan kondisi tubuhnya tetap fit. Lebih tepatnya untuk menyiapkan diri agar tidak terkejut begitu melihat bagaimana dahsyatnya kekuatan Adi. __00__ Pukul 5 pagi. Ryan sudah selesai mandi dan mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dipadukan dengan celana selutut seperti biasa. Dia tengah mamatut diri di depan cermin—menyisir rambutnya. Hari ini kepala Ryan sudah tidak pusing seperti tadi malam. Tubuhnya juga sudah terasa lebih enakan. Kondisi hati Ryan juga sudah seperti biasa, tidak lagi gundah. Ryan sipa untuk berlatih hari ini, atau lebih tepatnya siap untuk terkejut melihat kekuatan yang Adi miliki. Ryan tidak lagi sibuk memakai seragam, menyiapkan roster pelajaran seperti biasa hari ini. Di sini dia tidak akan bersekolah, entahlah, mungkin Ryan akan merindukan sekolah. Ryan juga tidak tahu apakah mungkin guru-guru yang lainnya serta murid-murid akan mempertanyakan di mana dia sekarang atau tidak, sama seperti saat Maury tidak masuk sekolah dua hari berturut-turut. Ryan jadi teringat Maury, apakah gadis itu sudah masuk sekolah atau belum. Ryan jadi teringat kembali perkataan Farhan beberapa hari lalu kalau Maury tidak masuk sekolah gara-gara Ryan menolak hadiah pemberiannya. Tidak mungkin. Itu hanya asumsi Farhan saja. Lagi pula hubungannya apa antara hadiah ditolak dengan masuk ke sekolah? Keduanya tidak ada hubungannya sama sekali. Ryan sudah selesai menyisir rambutnya. Sekarang dia berniat ke kamar Bayu untuk meminjam novel. Sepertinya itu ide yang bagus untuk dilakukan daripada dia tidak melakukan apa pun. Di tempat lain, Ani sedang menyiapkan sarapan pagi. Dia sedang memasak nasi goreng dan telur ceplok, sebentar lagi matang. Sedangkan Adi sedang memberi pakan burung di belakang rumah. Kalau pintu belakang rumah dibuka, pemandangan yang pertama kali dilihat adalah hamparan kebun kepala sawit yang luas sekali. Itu semua ditanam Adi untuk menghasilkan uang—guna membiayai hidup mereka dan juga biaya sekolah Bayu. Sebenarnya bisa saja Adi memunculkan uang sekejap jika dia mau, tapi itu tidak bisa dilakukan karena akan menuai rasa curiga warga sekitar. Jadi Adi memilih untuk memunculkan uang sekali langsung dalam jumlah banyak. Uang itu digunakan untuk membeli lahan, membangun rumah serta digunakan untuk bisnis toko mabel. Ryan masuk ke dalam kamar Bayu. Saat itu Bayu tengah sibuk membereskan meja belajarnya, sedangkan Farhan masih tertidur pulas. “Bagaimana? Sudah fit?” tanya Bayu. Dia sudah selesai membereskan meja belajarnya. Sekarang Bayu tengah menatap pantulan dirinya di depan cermin—memasang dasi. Ryan duduk di pinggir tempat tidur. “Sudah, Bayu. Apakah kamu punya novel?” “Punya.” Bayu menunjuk rak buku di samping meja belajarnya. “Pilih saja di sana.” Ryan berdiri menghampiri rak buku. Dia tidak langsung memilih novel, pertama kali yang Ryan lakukan adalah memperhatikan meja belajar di kamar Bayu. Ryan mengangguk. Meja itu sangat mirip dengan meja yang hilang di kamarnya kemarin. Ryan takjub, tenyata Bayu memang benar-benar memiliki kekuatan. “Penulis favorit kamu siapa?” tanya Bayu setelah selesai mengenakan dasi. “Aku? Aku suka Tere liye.” “Sepertinya selera kita sama. Aku sangat suka sekali ide dan gaya penulisan Tere liye.” “Kamu benar, Bay. Keren sekali karya-karya Tere liye.” Bayu memakai tas. “Pilih saja mana yang mau kamu baca.” Ryan mengangguk. Dua rak penuh berisi novel yang sebagian besar karangan Tere liye. Bayu sepertinya benar-benar penggemar beratnya. Ryan mengambil buku yang berjudul Negeri di Ujung Tanduk. Dia akan membaca hari ini, sambil menunggu sesi latihan akan dimulai. Bayu sudah siap. Seragam dan dasi sudah dia kenakan rapi sekali. Tas juga sudah digendongnya di punggung. “Ayo kita sarapan, Yan.” Ryan mengangguk. Ditutupnya novelnya kembali, diletakkan di meja belajar Ryan. Mereka berdua sudah bergabung di meja makan, berikut juga Farhan. Bayu membangunkannya sedikit kesulitan tadi. Jika dilihat, sepertinya Farhan benar-benar kelelahan. Dia langsung mencuci muka dan ikut turun bersama Ryan dan Bayu. Ani menuangkan s**u ke gelas masing-masing dari mereka. Ani mengingatkan Ryan akan Riana. Biasanya Riana selalu memastikan semua sudah dia lakukan di meja makan seperti ; menuangkan s**u, mencentongkan nasi ke semua piring orang-orang yang duduk di meja makan, barulah Riana duduk, makan. “Silakan dinikmati,” Ani berkata sambil tersenyum ramah. Adi dan Bayu terlihat sangat menikmati masakan Ani, termasuk Farhan juga. Di sendok pertama, Ryan dibuat mematung—rasa masakan Ani enak sekali, sama enaknya seperti masakan Bi Narti. Apakah masakan penduduk negeri kelahirannya semuanya pandai memasak seperti ini? “Kalau kurang tambah, Farhan,” ujar Ani Farhan tersenyum. Ryan tidak heran melihat Farhan lebih dulu menghabiskan nasi di piringnya. Perut Farhan memang terbuat dari karet, bukan? Menuruti tawaran Ani, Farhan menambah, dia mencentong nasi goreng lagi. Ani meletakkan satu telur ceplok ke piring Farhan. Melihat Farhan makan dengan lahap masakannya, membuat Ani tersenyum bahagia. “Berita terkini. Telah ditemukan mayat seorang pelajar wanita di sebuah rumah di kompleks Guna Maju. Diperkirakan jasad itu sudah membusuk selama satu minggu. Untuk saat ini pihak kepolisian masih menyelidiki kematian siswa tersebut.” Ryan dan Farhan saling tatap. “Maury?” Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD