PHY 13 - Hari yang belum berakhir

2229 Words
"Gue juga punya batas kesabaran." ~Angga~ Arial duduk di bangku panjang sisi lapangan basket. Latihannya kali ini tidak ada gairah sedikit pun. Ia kembali menenggak air mineral kemasan botol. Tak lama kemudian Kevin dan Angga datang lalu duduk menghimpitnya. Kenapa lo?" tanya Kevin. “Ngelamun mulu perasaan,” timpal Angga. Arial mendesah perlahan. Suara peluit panjang dibunyikan Pak Rahmat. "Cepet ganti," perintah Kevin sudah siap berlari menuju tengah lapangan. Secepat kilat Arial melepas kemeja putihnya yang sudah ia rangkap dengan jersey -nya sejak lima menit sebelum bel pulang berbunyi. "ARIAL!" pekik Elsa dari belakang. Gadis itu baru saja datang. Arial menoleh kebelakang dan berusaha keras melepaskan celana abu-abunya. Ia mendesis kesal. "Gak usah heboh gitu juga kali, El," geram Angga tertahan. "Ya lagian nggak sopan banget si Arial!" seru Elsa menahan dadanya yang tak karuan. "Gatel lo!" tepat Arial segera pergi dari tempatnya setelah memasukkan seragam sekolahnya ke dalam tas. "Kayak nggak tau si Arial aja lo," sambung Angga menyusul langkah Arial. Elsa mendengus sebal. Lebih sebalnya lagi, Arial mengatakan gatel padanya. Tapi tak berlangsung lama, Arial langkahnya dan kembali berjalan Elsa. Keran! Dan berdiri di hadapan Elsa. "Ikut gue yuk?" ajaknya. "Ke-kemana?" tanya Elsa terbata-bata. Tatapan Arial saat ini kembali membuat debaran aneh berdesir di seluruh tubuhnya. Arial tidak menjawabnya. Cowok itu segera menarik tangan Elsa menuju suatu tempat. Elsa nyaris limbung dibuatnya karena cengkraman tangan Arial serta langkahnya yang lebar. "Pelan-pelan dong, Al!" pekiknya membuat Arial langsung langkahnya. Arial menatap Elsa. Toples lo ada di dalem lemari loker gue, lo ambil aja sendiri. Nih, kuncinya, ”jelasnya sambil memberikan kunci lokernya pada Elsa. "Kok—?" Elsa terlihat bingung. "Gak mau, ih!" sentaknya sedetik kemudian. "Gue mau latihan," ucap Arial meminta maaf. Elsa mendengus sebal. "Tenang. Nggak ada apa-apa. Cuma toples lo," tambah Arial meyakinkan. Elsa menggeleng tegas. "Lo niat balikin gak sih ?!" "Udah. Lo ambil aja toples lo di loker gue. Semuanya ada sepuluh. Sisanya besok gue bawa lagi," balas Arial tidak bisa dibantah. Ia menarik tangan Elsa yang tidak mau menerima kunci lokernya dan pengungsi Elsa untuk menerima kuncinya. "Lo kok maksa banget sih, Al ?!" geram Elsa tak tertahan untuk menjambak rambut Arial. "Gue gak ada waktu." Arial segera pergi dari hadapan Elsa. Elsa mendengus kesal. Arial benar-benar keras kepala. "Dasar kepala batu!" makinya pelan. *** Elsa berjalan menyusuri lorong panjang dan sedikit remang. Bias cahaya hanya sedikit masuk melalui celah ventilasi. Deretan loker khusus laki-laki memang begitu menyeramkan. Mungkin karena kebanyakan laki-laki lebih menyukai suasana remang bahkan gelap. Langkah Elsa berakhir pada deretan loker kelas XII IPA 1 khusus kaum Adam. Ia di depan pintu kaca yang sedikit terbuka lalu memasuki ruangan yang hanya berukuran delapan meter kali enam meter untuk jatah setiap sepuluh siswa. Di sana ada tiga orang yang sedang sibuk membereskan isi lokernya masing-masing dan Elsa mengenal semua murid laki-laki itu. "Loker Arial yang mana ya?" tanya Elsa pada ketiga orang itu. Mereka menoleh. "Tuh. Yang nomer tujuh," tunjuk Andre. "Lo disuruh Arial ke sini?" tambah Nanda memastikan. "Iya," jawab Elsa mengangguk. "Maklumlah. Mereka kan pacaran," ucap Bastian asal ceplos, cowok itu berdiri di samping Andre. "Beneran?" respon Andre dan Nanda tidak percaya. "Nggak. Gue nggak pacaran!" tukas Elsa cepat. "Kalo bukan pacarnya. Ngapain lo masuk ke ruang loker cowok? Terus nyamber lokernya si Arial," ucap Bastian menjengkelkan. "Diem deh lo! Gak tau apa-apa, juga. Ikut campur urusan orang lain aja!" balas Elsa galak. Segera menyambar lemari loker nomor tujuh. Galak bener jadi cewek, keluh Andre. Elsa hanya menunjukan sikap dingin dan wibawanya sebagai seorang gadis. Cielahh gitu aja ngambek, cibir Bastian. BRAKK !!! Elsa menutup pintu lemari loker dengan begitu keras. Hingga membuat ketiga cowok yang berdiri saling menghadapi lokernya masing-masing terlonjak kaget. "Buset! Santai aja kali," ucap Andre. "Berisik lo!" sentak Elsa keras. Ia segera berlalu dari tempat laknat itu setelah mengambil semua koleksi yang cantiknya yang ia relakan menjadi wadah kue coklat untuk Arial. *** Dengan langkah lebar dan cepat, Elsa berjalan Arial yang ternyata hanya duduk santai sambil ngatur-ngatur para anggotanya. "Cih, mentang-mentang kapten," ucap Elsa berdecih. Arial bangkit dari duduknya merekomendasikan untuk mengakhiri salah satu anggotanya yang merasa payah. Namun langkahnya terhadang oleh tangan Elsa yang tiba-tiba menepuk d**a kanannya sambil memberikan kunci loker. Ini kunci lo, ucap Elsa dingin. "Udah lo ambil?" balas Arial datar. "Udah," jawab Elsa jutek. Gadis itu dengan acuh berlalu begitu saja. Arial menatapnya dengan penuh tanda tanya. Kenapa dia? tanya Angga muncul dari belakang. "Mana gue tau," jawab Arial singkat. "Galak-galakan lu sama si Elsa?" tanya Angga lagi. Sedangkan Kevin sibuk melatih kemampuannya dalam melakukan shooting bola ke dalam ring. "Dia mau dateng bulan kali," jawab Arial asal, tidak mau masalah yang tidak penting dan kembali fokus latihan. "Paham bener lo," ucap Angga merekomendasikan hanya untuk meledek Arial. Arial tidak menggubrisnya. BUKK !!!! Sebuah menghantam punggungnya dengan keras hingga Arial merasakan sakit di punggungnya. Ia Membalikkan massa mencari pelaku yang sudah menganiayanya dengan bola yang ditendang. "Lemah lo!" Cibir Gilang. "Itu yang namanya kapten ?!" tambahnya membuat beberapa mata menoleh ke arahnya. Laki-laki itu berdiri tegak tepat di belakang Arial. "Hai psikopat," sapa memancing emosi Arial. Tangannya melambai ke udara dan tersenyum. Arial menatap Gilang dengan tajam. Lalu berjalan Gilang dengan cepat. Namun Kevin menghalangnya. “Udah Al, udah. Biarin aja,” ucap Kevin berusaha menenangkan Arial yang mulai tersulut emosi. Namun Arial menghempaskan tangan Kevin dengan kasar. Pandangannya tetap menatap Gilang dengan tajam. Emosinya meluap begitu saja. Mengingat bahwa Gilang dan Arial adalah saudara sepupu dengan cepat Angga menangkap tubuh Arial agar tidak menghantam wajah Gilang dengan kepalan tangan. "Tahan diri lo, Al," bisik Angga tepat di telinga Arial. Biarin aja, Ga. Nggak usah lo halang-halangin dia. Biarkan seorang psikopat berekspresi dengan aksinya, "timpal Gilang makin membuat Arial naik darah. Rahang Arial semakin mengatup keras. Kepalan sudah menentukan keinginan tepat di wajah Gilang. Meski Lidya pernah mati di, tapi tidak tercipta dari kesalahannya. Masih ada cerita lain yang panjang dan selalu putar balikkan faktanya. Dengan kasar Arial menghempaskan tubuh Angga hingga tersungkur. Merasa bebas, Arial mencengkeram erat kerah kemeja putih Gilang. "Belum puas lo bikin nyokap gue mati ?!" pancing Gilang memulai perang. "Aaarrgghh !!!" Sudut mendaratkan pukulannya tepat di bibir kiri Gilang. Mendengar kata-kata yang Gilang lontarkan kepadanya membuat Arial merasa frustasi dan udah melayangkan tinjunya dengan keras. Seketika Gilang tersungkur. Arial benar-benar tidak bisa menerima perkataan busuk yang Gilang ucapkan. Cibiran Gilang dan cibiran dari keluarga Ramlan cukup membuatnya menjadi temperamen. Angga segera bangkit meski rasa sakit di bokongnya terasa semakin nyeri. "Udah, Al!" Ia menarik Arial agar tidak menghantam Gilang yang tengah tersungkur di atas tanah. Arial tidak menyerah begitu saja. Ia berusaha melepaskan cengkraman keras tangan Angga dan kembali menghantam Gilang. Di sisi lain Kevin ikut serta mencegah Arial agar tetap mengontrol emosinya. Namun, BUKKK !!!! Terpaksa Angga harus melayangkan bogem mentah untuk Arial sampai laporan tersungkur dengan bercak merah keluar dari hidungnya. Begitu keras Angga meninjunya. Lebih keras dari tinju milik Arial yang ditayangkan di Gilang. "Apa-apaan kalian ini ?!" pekik Pak Rahmat yang baru saja datang setelah mengambil buku absen dan menyaksikan perkelahian antar muridnya. "Saya meminta kalian untuk berlatih, bukan berkelahi!" tambah Pak Rahmat emosi. Arial bangkit dari tersungkurnya. Sedangkan Angga terlihat pulang karena telah memukul wajah Arial dengan tinjunya dan Gilang terlihat merasa menang. Mata Pak Rahmat mengedar ke arah Arial, Angga dan Gilang. "Arial, Angga, Gilang! Ikut saya!" tegas Pak Rahmat akan menyidangkan kasus perkelahian ketiga muridnya. Diam-diam Gilang duduk tatapan menyebalkan pada Arial. Seperti puas untuk sementara saat melihat hidung Arial terus mengeluarkan banyak darah. Angga berjalan menengahi antara Arial dan Gilang agar perkelahian tidak berlanjut. Ia merangkul bahu Arial dari samping. Berisyarat bahwa ia udah harus memukulnya hingga keluar darah. Arial melepaskan jersey yang dia kenakan. Membiarkan tubuh atletisnya dapat dilihat secara gratis oleh kaum hawa demi bisa darah yang terus keluar dari hidungnya. Langkah mereka berakhir di ruang pembinaan. Pak Rahmat terlihat sedang berbincang dengan Bu Susi --- guru bimbingan paling bersahaja. Bu Susi duduk tegap di hadapan tiga murid laki-lakinya. "Coba ceritakan, siapa yang memulai?" Sidang Bu Susi dimulai. Yang disidang diam semua. Arial yang enggan membuka mulutnya. "Jawab pertanyaan saya!" Nada Bu Susi naik satu oktaf. Angga melirik Arial. Sudah berbagi untuk kejadian yang sebenarnya tanpa adanya manipulasi cerita. "Sebenernya ---" ucapan Angga terputus. Gilang menyambar pembicaraan. "Arial yang mulai, Bu," potongnya begitu saja. Arial Hanya Diam Tidak Menggubris Ucapan Gilang. Pandangan Bu Susi beralih pada Arial. "Benar begitu, Arial?" tanya Bu Susi memastikan. "Bu, saya yang menyaksikan. Arial nggak salah apa-apa, Bu!" tegas Angga menolak Arial. Mata Bu Susi beralih pada Angga. “Arial nggak salah Bu. Gilang yang mulai duluan. Dia nendang bola dengan keras ke punggung Arial,” jelas Angga. “Bohong Bu. Itu fitnah. Arial mukul saya duluan,” sambar Gilang. "Kalo lo nggak mulai duluan, nggak bakal Arial mukul lo!" geram Angga menarik kerah kemeja Gilang. "Cukup!" pekik Bu Susi frustasi. "Ibu akan mengundang orang tua kalian!" lanjutnya tegas. Angga menghempaskan Gilang. Arial wajahnya. "Why Arial? Kamu tidak terima?" tanya Bu Susi ketakutan tatapan Arial. “Iya lah, Bu. Dia gak terima. Orang dia yang salah,” sulut Gilang. "Diem lo!" geram Angga kembali menarik kerah kemeja Gilang dengan kasar. "Cukup!" pekik Bu Susi lagi benar-benar kesal. "Sudah. Silahkan kalian keluar dari ruangan saya!" menolaknya dari persidangan karena harus mengundang wali murid dari ketiga siswanya. Tanpa permintaan maaf ketiga anak manusia itu keluar dari ruang bimbingan. Bu Susi hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah tiga siswanya, tidak menyangka dengan kelakuan muridnya yang tergolong sebagai siswa teladan. *** Gilang menyenggol bahu Arial dengan cara yang menyebalkan. Ia berjalan cepat mendahului Arial dan Angga. " Maaf , Al. Gue Terpaksa mukul lo," ucap Angga bersalah. Arial tidak menyahutnya. "Al. Maafin gue," mohon Angga. "Iya," balas Arial pelan. Lalu berbelok arah menuju toilet. Angga semangat langkahnya dan menatap Arial dengan penuh sesal. “ Sorry . Gue telat. Pak Rahmat tadi abis ngebina anak-anak basket,” jelas Kevin ngos-ngosan setelah batas waktu mungkin untuk menyusul kedua sahabatnya. Angga hanya menatapnya. "Dimana Arial?" tanya Kevin. Angga menunjukkan keberadaan Arial hanya dengan tatapannya yang mengarah ke arah toilet. Kevin segera berjalan cepat masuk ke dalam toilet. "Lo nggak apa-apa, Al?" tanyanya sesampainya disamping Arial. Arial menggeleng. Menjawab pertanyaan Kevin bahwa dirinya baik-baik saja. "Emang b*****t si Gilang!" geram Kevin mengepalkan Arial membersihkan sisa-sisa darah di hidungnya. Memasukkan jersey -nya kedalam wastafel agar darah yang mengotori jersey -nya dapat luruh. "Latihan masih lanjut?" tanya Arial setelah hidungnya benar-benar bersih. "Masih," jawab Kevin menganggukkan sebuah. Angga datang. "Lo pulang aja. Biar gue yang minta ijin. Idung lo bengkak gitu masa mau ikut latihan," saran Angga penuh pengertian. "Nanggung," balas Arial singkat mengambil jersey -nya dan berlalu. Kevin menyenggol lengan Angga. "Dia marah sama lo?" bisiknya setelah Arial benar-benar menghilang dari pandangannya. "Mungkin," jawab Angga cukup bimbang. *** BRUKK !!! Tanpa sengaja Arial menabrak bahu Elsa, gadis itu sedang sibuk mengurus tanaman hidroponiknya. "Lo apa-apaan sih ?!" sentak Elsa tajam menatap Arial. "Ya maaf , gue gak sengaja," balas Arial sedikit lemah. Hidungnya benar-benar sakit hingga terasa nyut-nyutan . Elsa menoleh ke arah Arial karena heran dengan suara Arial lemah yang baru kali ini ia dengar. Seketika mata Elsa membulat sempurna setelah benar-benar melihat wajah Arial dengan luka lebam di hidungnya. "Arial, lo kenapa?" tanyanya panik. "Lo kurang info ya?" sindir Arial kepada Elsa. Mustahil jika Elsa benar-benar tidak ada keramaian suara orang ribut di lapangan basket. "Info apaan?" tanya Elsa mengerutkan keningnya. Arial berdecak. Malas berdongeng pada gadis cengeng di lapangan. Elsa mendengus sebal. "Pasti berantem ya?" Arial mengangguk saja. "Berantem sama siapa?" interogasi Elsa serius. Arial tidak menjawabnya. Ia benar-benar sungkan untuk bercerita pada Elsa. Arial merutuki dirinya sendiri, kenapa harus berjalan ke arah samping laboratorium biologi dan iseng menyenggol bahu Elsa. "Oh jadi gitu, lo nggak nganggep gue sebagai tempat lo cerita?" Sindir Elsa ingat dengan janji Arial beberapa hari yang lalu. Arial mengembuskan napasnya. "Lagian lo disini ngapain sih ?! Sampe gak tau gue berantem sama Gilang!" balas Arial duduk di bangku semen dan bersandar di tembok tiang saka. "Lo berantem sama Gilang?" kaget Elsa nyaris tak percaya. "Lo kan sepupuan, Al. Harus akur dong!" ceramah Elsa selanjutnya. "Dia duluan yang mulai. Bikin emosi," sahut Arial agak malas. "Ya udah. Sekarang lo ke UKS, biar gue anter. Mumpung dr. Firman belum pulang," ajak Elsa melihat kondisi hidung Arial yang cukup lebam. Nggak usah, tolak Arial mentah-mentah. "Lo bisa infeksi, Arial!" tegas Elsa tidak mau dibantah. "Gue masih latihan," balas Arial datar. "Beberapa penting sih latihan dari idung lo yang ancur ?!" omel Elsa cukup geram menghadapi Arial. Arial tidak menjawabnya. "Gengsi?" Elsa menatap tajam Arial. "Iya ?!" lanjutnya. Arial mencampakkan tatapannya ke arah lain. Tapi ia merasa senang dengan bentuk kepedulian Elsa terhadapnya serta cara Elsa memperhatikannya. "Ya udah ayo!" ucap Arial dingin bangkit dari duduknya dan berjalan menuju UKS. Elsa mengembangkan sudut bibirnya. Menyusul Arial dan berjalan di samping laki-laki itu. "Al," panggil Elsa menerobos keheningan di antara mereka berdua. "Hm," sahut Arial. "Denger-denger, lo lagi suka sama Nita ya?" tanya Elsa hati-hati. DEG !!! Seperti ada tombak yang menancap dadanya. Pertanyaan Elsa begitu tajam untuk dilontarkan tanpa basa-basi. "Nggak," jawab Arial singkat. "Masa sih?" Elsa terlihat tidak yakin. "Siapa yang bilang?" interogasi Arial terdengar dingin. Elsa terdiam. "Siapa yang bilang?" ulang Arial tidak sabar. "Tadi pagi gue denger banyak anak-anak cewek lagi ngegosip," jawab Elsa hati-hati. "Terus lo ikut ngegosip?" Elsa menggeleng. "Oke. Lo aman," ucap Arial datar. Elsa berdecih pelan. Sifat dingin Arial masih belum berubah. *** Arial meringis ketika tangan dr. Firman mulai memeriksa hidungnya. "Cih, badan gede. Gitu doang ngeluh," cibir Elsa tidak peduli dengan reaksi Arial. Arial diam. Menatap dingin Elsa. Kadang perhatian, kadang juga nyebelin. Batinnya. "Tulang rawannya mengalami keretakan dan harus menggunakan nose guard dalam beberapa hari, agar tidak terjadi pelayanan terutama pada sekat hidung," jelas dr. Firman. "Tuh kan. Makanya jangan berantem mulu!" timpal Elsa memukul bahu Arial pelan. "Bawel!" rutuk Arial. Lalu dr. Firman mulai memasangkan pelindung hidung di hidung Arial yang cukup penyok. Sekuat tenaga Arial menahan rasa sakit yang timbul dari tulang rawannya. Lima belas menit kemudian selesai. "Coba gue pegang," jahil Elsa ingin memegang benda baru berwarna putih yang menempel di hidung Arial. "Kalau begitu saya pamit dulu," pamit dr. Firman ingin segera pulang karena waktu mulai menunjukkan pukul empat. "Iya, dok. Terima kasih," balas Arial. "Sama-sama," ucap dr. Firman melempar senyum dan beranjak pergi. Arial dan Elsa menghapusnya. Tatapan Elsa kembali beralih pada Arial. Kenapa? tanya Arial dingin. Enggan membawa ke arah Elsa. "Al," panggil Elsa pelan namun dalam. Arial menoleh. Benar-benar menoleh dengan pandangannya datarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD