"Minggir!" Tiara berlari sambil membawa sekeresek minuman menuju teman-temannya yang sedang bersorak memberi semangat untuk tim basket yang sedang tanding di lapangan.
Banyak orang memberi akses jalan untuk Tiara. Terutama mereka yang masih baru di sekolah ini. Tentu saja mereka memberi jalan untuk sang kakak kelas.
Tiara sampai di tempat teman-temannya memberi semangat untuk kaum adam. Hanya Nata yang tidak main basket, bukan karena dia tidak bisa. Tapi Nata itu adalah kapten futsal. Jika hanya bermain basket saja, dia jelas bisa.
"Adit! Adit! Adit!" suara seruan untuk sang ketua OSIS menggema di lapangan.
Tak hanya itu, semangat untuk Wekas dan Dama pun juga terdengar. Mereka menyoraki jagoan masing-masing. Tapi sepertinya pesona sang ketua tim basket harus terkalahkan oleh ketua OSIS. Terdengar jelas lebih banyak yang meneriakkan nama Adit ketimbang Wekas.
"Go Dama! Go Dama! Go!" sorak sorai semakin ramai.
Di hari sabtu seperti ini memang hari bebas. Bukan berarti tidak ada pelajaran. Tapi jika hari sabtu, semua murid diharuskan untuk mengikuti ekstrakurikuler. Setelah ekstrakurikuler selesai, mereka diperbolehkan bermain sesukanya. Jadi waktu murid istirahat tidak tersita.
"Mau minum?" tawar Shevia pada Nata yang sibuk memandang pertandingan sambil duduk dan mengatupkan bibirnya.
Nata tidak menjawab, tapi dia menerima kaleng minuman yang Shevia berikan. Lelaki itu menenggak beberapa teguk sampai tenggorokannya benar-benar terasa dingin.
Shevia bahkan mengelap keringat di pelipis Nata menggunakan tisue yang selalu ada di dalam sakunya. Banyak adik kelas menatap iri pada Shevia. Pasalnya Nata sama sekali tidak menolak ketika Shevia menyapu keringat di wajah Nata.
"Mau jajanan enggak?" tawar Shevia usai dia mengelap peluh kekasihnya.
Kepala Nata hanya mengangguk hingga membuat Shevia girang. Lelaki itu mengambil rubrik dari dalam tasnya. Tangan Shevia mengambil satu snack dalam keresek dan membukanya.
"Ini... Sudah gue bukakan buat lo." Shevia menyodorkan bungkus snack tadi pada Nata.
Bibir lelaki itu masih terkatup, dia hanya mengedikkan dagunya pada Shevia mengarah ke kedua tangannya yang sibuk bermain rubrik. Shevia tersipu malu, dia mengambil satu keripik kentang lalu menyuapi Nata.
Banyak adik kelas atau teman seangkatan Shevia makin syok saat melihat Shevia menyuapi sang wakil ketua OSIS. Bahkan bukan hanya sekali, tapi berulang kali. Saat minum pun, Shevia memegangi kaleng untuk Nata.
Tak selang lama setelah Nata berhasil menjadikan rubrik itu satu warna, dia menyudahi acara bermainnya. Tanpa orang lain sangka, jika Nata mengambil satu keripik kentang dan menyodorkan pada Shevia. Hati Shevia berbunga, dia menerima suapan dari Nata.
"Yeh... Ini anak berdua malah asik pacaran." gumam Tiara saat melihat Nata menyuapi Shevia lagi.
"Shoot!" seru Agnee pada Wekas.
"Yey...!"
Suara sorak sorai menggema di lapangan basket saat tim Wekas menang melawan adik kelas XI. Adit, Wekas dan Dama langsung berlari ke arah para ladies yang sudah menunggu dan menyediakan minuman untuk mereka.
Semua yang mendukung tim Wekas masih saja bersorak senang. Sekarang terlihat ada tim lain yang bertanding.
"Hah... Capek." Adit menyelonjorkan kakinya saat dirinya sampai di hadapan Lify.
Tiara membukakan botol mineral untuk Dama. Sedangkan Agnee diam saja, dia tidak berniat membukakan minuman atau mengelap keringat Wekas sedikit pun.
"Ck... Cewek gue cakep banget kalau dilihat dari bawah." gumam Wekas, dirinya sekarang memang sedang tiduran di bibir lapangan.
Dama terkekeh mendengar suara Wekas, dia tahu kalau temannya itu iri pada dirinya, Adit dan Nata yang diperhatikan oleh para gadisnya.
"Mau diseka keringatnya? Sini sama gue saja." Angel menawarkan diri.
"Gue tabok kepala lo berani mengelap keringat gue." ancam Wekas.
"Tenang saja Kas, Angel juga tidak akan berani mengelap keringat lo kok." Agnee menahan tawanya.
Angel mendengus, tapi yang dikatakan oleh Agnee ada benarnya juga. Mana mau dia mengelap keringat orang lain. Baginya itu menjijikkan.
"Buruan bangun, terus minum." titah Agnee, dia menepuk tempat di sebelahnya agar Wekas duduk di sana.
Wekas menurut, dia bangun dan duduk di sebelah Agnee. Lelaki itu mengambil botol air mineral di tangan kekasihnya lalu menenggak hingga habis setengah.
"Mau rasa apa, Dit?" tawar Lify sambil melihat-lihat snack yang ada di dalam keresek.
Adit bangun, dia ikut duduk di sebelah Lify. Di sana yang tidak ada pasangan hanya Angel dan dayang-dayangnya saja.
Pertandingan antara tim basket sudah dimulai sedari tadi. Bahkan sekarang skornya pun sudah 3:0. Yang tanding sekarang kelas XI IPS-2 dan XI IPS-1. Tentu saja pertandingan tidak seheboh tadi saat sang kapten dan ketua OSIS bermain.
"Ayam bumbu saja." Adit menunjuk chitato rasa ayam bumbu.
Lify menurut, dia mengambil satu snack lalu membukanya dan menyodorkan ke Adit. Entah kenapa, lelaki itu sedikit parno dengan rasa sapi panggang. Tentu saja semua itu bermula dari kejadian di lorong tempo hari ketika ada yang menyerupai Lify dan memberinya chitato rasa sapi panggang.
Mereka ikut menikmati pertandingan adik kelas. Terlebih Wekas, sebagai kapten tim basket putra, dirinya begitu mengamati teknik bermain juniornya jika ada yang salah-salah maka nanti dirinya bisa memberi tahu.
"Eh iya... Entar malam kita makan-makan yuk di rumah gue, kebetulan bonyok lagi tidak pada di rumah." ujar Tiara.
Mereka tampak tertarik akan tawaran Tiara. Tidak ada salahnya juga jika mereka makan-makan. Sudah lama tidak berkumpul bersama.
"Memang ke mana, Ra?" tanya Angel sambil terus asik memakan es krim.
"Katanya sih bokap ada urusan bisnis begitu di Amrik yang gue tidak tahu pasti apa dan nyokap diminta menemani."
"Kapan memang berangkatnya?" Dama menenggak air mineral usai bertanya barusan.
"Tadi pagi berangkatnya dan katanya sih pulang entar hari senin." Tiara hanya mengedikkan bahunya acuh tak acuh.
"Gue mah asal sudah siap saja semua." celetuk Shevia.
"Tenang, di rumah bahan banyak kok. Pembantu gue selalu siap sedia, soalnya kan bokap suka tiba-tiba mengajak bakar-bakar." Tiara menaik turunkan alisnya menatap Shevia.
"Gue mau tapi tinggal makan." cengir Angel.
"Tidak usah ikut lo." Wekas menimpuk wajah Angel menggunakan bungkus snack makanan yang dia pegang.
"Ih... Wekas! Lo sembarangan saja timpuk-timpuk wajah gue. Rusak nih dandanan gue." kesal Angel sambil membenarkan rambutnya.
Lify dan Adit hanya terkekeh melihat Angel yang kelimpungan seperti ular akan beranak. Dama mencibir Angel tanpa suara.
***
"Sisir gue mana?" pinta Angel pada Ane yang sedari tadi hanya diam.
Cahya memberikan sisir pada Angel, sedangkan Ane mengulurkan cermin kecil pada sang ratu kecantikan kesasar.
"Tante lo ngidam apa sih Dit, sampai punya anak macam dia?" celetuk Agnee terkekeh melihat Angel.
"Tahu, Tante gue saja tidak tahu mengakui dia anaknya apa enggak." Adit hanya mengedikkan bahunya saja.
Angel mendesis menatap tak suka pada Adit. Bisa-bisanya dia sepupuan dengan lelaki macam dia.
"Jadi benar ya, nanti malam kita bakar-bakar di rumah gue." Tiara memandang teman-temannya satu persatu.
"Gue ikut diundang tidak, Ra?" tanya Cahya lesu.
Semua orang memandang ke arah Cahya yang duduk di belakang Angel. Gadis itu seperti orang kekurangan karbohidrat selama sebulan. Tidak ada semangat hidup sama sekali.
"Gue kan mengundang kalian semua, lo mau datang ya silakan enggak juga gue tidak memaksa." Tiara mengedikkan bahunya.
"Tenang saja Cah, lo datang sama gue. Kita entar datangnya agak maleman sedikit saja, kira-kira makanannya sudah matang biar kita tinggal makan." Angel berusaha menenangkan Cahya dan Ane.
"Gue bedakin pakai arang lo kalau berani datang tinggal makan." gertak Dama sambil melempar botol kosong ke arah Angel.
"Please, gue ini cecan ya bukan tong sampah." Angel menatap kesal pada Dama yang sudah berani melempari wajahnya dengan botol air mineral kosong.
Semua orang tampak tak peduli akan protes yang Angel keluarkan. Mereka kembali asik dengan dunia masing-masing.
***
"Untungnya kan tidak dibikin open ending, jadinya puas gue." ujar Shevia di depan cermin toilet sambil mengeringkan wajahnya menggunakan tisue yang disediakan di kamar mandi. Tentu saja bukan tisue toilet yang suka dipakai untuk membersihkan usai buang air.
Di sisi kanan kiri Shevia ada Tiara, Agnee dan Lify. Mereka memutuskan untuk ke toilet sebentar sebelum pulang. Bisa dilihat Lify sedang memakai lipbalm, Tiara sedang menyemprotkan minyak wangi dan Agnee sedang merapikan rambut panjangnya yang diikat bagai ekor kuda.
"Rasanya tidak rela tahu tidak sih kalau cuma menonton sekali, ingin menonton lagi begitu. Padahal baru saja ending kan." sahut Tiara.
"Jangan-jangan pas lo gambar cowok bawa kuda putih itu terinspirasi dari sana lagi, She?" Lify menoleh ke Shevia yang sekarang sedang mengoleskan krim di wajahnya.
Shevia hanya nyengir sebentar menatap ke arah Lify lalu melanjutkan memakai krim lagi.
Di toilet sudah tidak ada orang, hanya sisa mereka berlima bersama Angel yang masih di dalam toilet. Gadis itu tidak bersama dayang-dayangnya karena mereka berdua sudah pulang duluan. Memang sekolahan sudah lumayan sepi dan mayoritas para murid sudah pulang ke rumah masing-masing. Sedangkan keempat kaum adam masih menunggu di sekitar toilet perempuan.
Angel baru saja keluar dari salah satu toilet, dia ikut bergabung bersama keempat gadis tadi yang sedang asik membicarakan drama Korea.
"Gue duluan ya." Agnee memilih keluar duluan karena dirinya merasa sudah selesai.
Angel merapikan dandanannya dan menyisir ulang rambutnya. Mereka masih tertawa renyah sambil membicarakan drama yang mereka tonton. Satu persatu dari mereka sudah selesai, hanya tersisa Lify dan Angel saja di sana.
Lify masih sibuk membenahi jam tangan dan seragamnya. Sedangkan Angel sedang menyemprotkan parfum ke tubuhnya.
"Eh Lif, gue duluan ya." pamit Angel yang merasa dirinya sudah selesai.
"Oh iya Ngel, gue juga bentar lagi beres kok." Lify mengangguk tanpa melihat kepergian Angel, dirinya sibuk membenahi seragamnya.
Lify bersenandung kecil, dia melihat lagi penampilannya di cermin. Menurutnya sudah perfect dan rapi, Lify putuskan untuk keluar kamar mandi. Tapi saat Lify akan berjalan menuju pintu, dia melihat Angel masih berdiri di depan cermin yang paling ujung dekat pintu atau tepatnya di sebelah kanannya.
"Loh Ngel, lo masih di sini? Katanya tadi duluan?" Lify bingung sendiri.
Tidak ada jawaban dari Angel, gadis itu hanya menggelengkan kepalanya saja tanpa menatap ke arah Lify. Dalam benak Lify tidak terpikirkan hal-hal yang aneh sama sekali.
"Lo masih belum beres ya, kalau begitu gue duluan ya." Lify pamit pada Angel yang sebelumnya sudah mendapat anggukan.
Lify berjalan keluar kamar mandi. Maklum saja jika sedikit lama, karena kamar mandi di sekolah bisa dikatakan lumayan luas. Tubuh Lify menegang saat melihat Angel bercanda bersama teman-temannya. Bulu kuduknya merinding seketika, dia cepat-cepat menghampiri semua teman-temannya.
"Angel, kok lo di sini tidak bilang-bilang sama gue sih?" nada suara Lify terdengar seperti orang kesal.
Angel tampak bingung menatap Lify yang ngegas padanya. Dirinya tidak tahu kenapa Lify tiba-tiba seperti itu padanya.
"Gue kan tadi pamit sama lo kalau gue keluar duluan, bagaimana sih lo?" Angel heran sendiri.
Lify semakin bingung, dia terpikirkan siapa wanita di dalam toilet yang dia temui tadi. Jelas-jelas Lify yakin jika itu Angel, meski Lify tidak melihat wajahnya. Tapi itu jelas sekali perawakan dan dandanan seorang Angel.
"Serius? Lo tidak bohong?" tanya Lify memastikan.
"Serius, memang kenapa sih? Kalau tidak percaya tanya deh ke anak-anak, gue sudah di sini dari tadi."
Semua orang mengangguk mengiyakan, mereka juga heran pada Lify. Seperti ada sesuatu yang aneh.
"Lo kenapa?" tanya Adit yang mulai merasa tak beres dengan Lify.
"Gue tadi lihat ada cewek mirip lo di depan wastafel tempat kita dandan tadi." ujar Lify lirih.
Semua orang syok, mereka benar-benar seperti terhantam balok besar. Adit percaya pada Lify, karena dia pernah mengalaminya.
"Gue sudah dua kali mengalami kayak begini, yang pertama pas di toko buku. Ada cowok yang wajahnya sama persis kayak Adit, tapi dia bukan Adit." lanjut Lify.
"Gue juga pernah mengalami pas lagi menempelkan petunjuk di gedung lama. Waktu itu gue lihat Lify jalan sendirian, nyamperin gue dan kasih chitato rasa sapi panggang." sahut Adit sambil memandang semua teman-temannya satu persatu.
Suasana terasa begitu mencekam di sekitar sekolah. Mereka akhirnya memutuskan segera ke parkiran dan hengkang dari sekolahan. Lagi pula di sekolah benar-benar sudah sepi sekali.
***
Next...