19. Noda Merah

1524 Words
Hiruk pikuk sekolah kembali dirasakan di hari senin ini. Setelah kejadian di mana Shevia dan Nata menyasar di dunia dimensi waktu itu, hari ini mereka kembali disibukkan dengan rutinitas sehari-hari sebagai pelajar. Semuanya akan fokus belajar di kelas, tidak ada lagi yang berkeliaran di luar kelas karena MOS juga sudah selesai. Tidak ada acara mengerjai adik kelas lagi. Adit sedang di tengah-tengah lapangan menjadi pemimpin upacara. Syukurlah kepala sekolah hari ini tidak terlalu banyak berpidato, jadi upacara tidak terlalu lama. Barisan sudah dibubarkan, semua murid berhamburan ke kantin. Di sekolah ini memang setiap usai upacara diberi waktu istirahat selama dua puluh menit sebelum masuk kelas. Begitu pula dengan sang ketua OSIS dan antek-anteknya. Mereka berjalan menuju kantin untuk membeli minuman atau makanan sebagai penghilang dahaga dan pengganjal perut usai upacara. Tak heran jika kantin selalu ramai, maka dari itu pihak sekolah memberi waktu selama dua puluh menit. Karena jika hanya sepuluh atau lima belas menit tidak akan cukup. Untungnya masih ada meja yang kosong, langsung saja Adit menuju meja itu dan mengajak semua temannya duduk di sana. Satu meja lumayan panjang, bisa dipakai untuk sepuluh orang berseberangan. "Kalian mau minum apa? Biar sekalian gue pesankan." tanya Wekas pada teman-temannya. "Gue ikut saja, yang penting adem." ujar Agnee sambil mengusap-usap tenggorokannya. "Rt..." sahut Tiara. "2." sambar Shevia. "3." Lify nyengir kuda pada Wekas. Wekas hanya mendengus mendengar jawaban pada ladies yang begitu irit. Padahal apa susahnya bilang sama. "Sudahlah, gue samakan saja semua." putus Wekas. "Eh... Gue mau es sprit, Kas." suara Angel keluar. "Bodo amat. Mau ya sekalian, tidak mau ya sudah." Wekas langsung pergi begitu saja. Adit hanya terkekeh melihat kekesalan Wekas. Tak lama, Dama berdiri dan menyusul Wekas. Dia akan membantu Wekas membawa semua pesanan teman-temannya. "Ish... Ngeselin banget itu orang." dengus Angel. Satu persatu dari mereka saling melepas topi masing-masing dan mengelap keringat menggunakan tisue yang disediakan di atas meja kantin. Selain untuk membeli minuman, tujuan mereka ke kantin juga salah satunya itu. Mencari tisue gratisan untuk mengelap peluh yang berjatuhan. Shevia masih ngeri jika melihat area jalan menuju lorong. Meski lorong dan gedung lama tidak terlihat jelas, tapi melihat jalan arah ke sana saja sudah membuat Shevia parno. Tiara mengalihkan pandangan, dia setiap hari memang melihat sosok-sosok yang suka terbang ke sana-sini di sekolahan. Tapi entah kenapa dirinya merasa hari ini banyak sosok yang memperhatikannya. "Eh... Lo pada tahu tidak? Semalam nih ya, gue kan belajar tuh. Gue menaruh laptop itu kan di atas kasur, pas gue tinggal ke kamar mandi sebentar dan gue balik ke kamar lagi. Tuh laptop sudah pindah ke meja belajar coba." cerita Agnee pada teman-temannya. Semua orang tertarik akan obrolan yang dibuka oleh Agnee pagi ini. Tapi mereka masih mencoba berpikir rasional. Setelah menunggu lima menit sambil mendengar curhatan Agnee, akhirnya Wekas dan Dama datang membawa sembilan minuman. "Ini... Ambil sendiri-sendiri." Dama meletakkan beberapa gelap cup ke atas meja. Kesembilan minuman itu langsung diserbu. Dama dan Wekas juga sudah duduk di kursi jajaran Adit dan Nata. Mereka saling berhadapan dengan para gadis. "Ada orang yang masuk ke kamar lo kali, Ag." komen Adit usai meminum esnya. "Kenapa memang? Siapa yang masuk ke kamarnya ayang bebeb?" Wekas jadi panik, pasalnya dia ketinggalan cerita. "Selingkuhannya Agnee." celetuk Shevia. "Asli? Lo punya selingkuhan, Ag? Tidak menyangka gue, lo berani mengkhianati gue." Wekas menepuk-nepuk dadanya seperti orang yang paling tersakiti. "Ish... Percaya saja lo sama congornya Shevia." Angel melempar topinya ke arah Wekas. "Jadi Agnee punya selingkuhan apa enggak?" tanya Wekas butuh kepastian. "Gue semalam juga merasa aneh, gue kan lagi mengerjakan tugas. Gue selalu menaruh bolpoin itu di sebelah kanan, tapi semalam bolpoin gue pindah ke kiri." Lify menatap teman-temannya satu persatu. Wekas mendengus karena tidak ada yang menghiraukan pertanyaannya. "Menggelinding kali itu bolpoin." Dama mencoba menenangkan para gadis yang sepertinya tingkat keparnoannya masih tinggi. "Iya benar kata Dama, paling bolpoinnya menggelinding sendiri." Tiara menepuk-nepuk bahu Lify, dia tidak mau temannya itu takut. "Menurut lo bagaimana, Nat?" tanya Angel pada Nata yang tidak berhenti selingkuh dengan rubrik. Kadang mereka heran, pacar Nata itu Shevia atau rubrik sebenarnya. Sampai-sampai Nata tidak bisa pisah dengan rubriknya itu. Bahu Nata hanya bergidik ke atas menyahut pertanyaan Angel barusan. Lelaki itu masih saja irit bicara. *** Pelajaran pertama di kelas Shevia kali ini adalah seni budaya. Sang guru mengajak mereka ke ruang seni dan memberi tugas pada mereka untuk menggambar di kanvas. Mereka bebas menggambar apa saja hari ini. Dan Shevia memilih menggambar seorang pangeran menuntun kuda putih. Dia berusaha sebisa mungkin agar gambarannya terlihat cantik sehingga mendapatkan nilai bagus. Shevia bisa melihat Lify sedang menggambar seorang peri yang berada di ladang bunga. Dirinya juga melirik Tiara yang sibuk menggambar suasana musim semi yang penuh sakura. Jika Agnee sendiri, Shevia tidak tahu gadis itu menggambar apa. Karena jarak mereka lumayan jauh. Tapi mungkin Agnee tidak akan menggambar bunga, mengingat gadis itu begitu tomboi. "Syut... Agnee gambar apaan?" bisik Shevia pada Lify yang duduk di sebelahnya. Lify melirik ke arah Agnee sebentar dan langsung menoleh lagi ke arah Shevia. "Biasa, cewek lagi main basket." bisik Lify. Meski pelajaran seni budaya, tapi mereka diharapkan tenang. Tidak boleh berisik dan mengobrol. Guru mereka di depan sedang mengawasi sedari tadi. Waktu jam pelajaran seni budaya sama dengan pelajaran lainnya, yaitu dua jam. "Ahk..." keluh Dama tiba-tiba hingga membuat para murid menoleh ke arah Dama. "Kenapa, Dama?" tanya sang guru pada Dama. "Maaf Pak, saya tidak sengaja menumpahkan cat." ujar Dama sambil memperlihatkan seragamnya yang kotor karena terkena cat lukis. "Ya sudah, bersihkan dulu sana." titah sang guru. Dama mengangguk, dia langsung izin keluar ruang seni dan menuju kamar mandi. Guru itu tidak killer, tapi dia tidak suka keributan. Tiara melihat kepergian Dama, sedetik kemudian dia melihat sosok perempuan tertawa di sekitar lukisan Dama. Tiara tahu, jika wadah cat lukis tadi sengaja disenggol oleh sosok itu hingga jatuh dan mengenai seragam Dama. Tiara itu tidak akan menyusul Dama, karena dia yakin jika Dama sendiri pun sudah tahu. "Kalian lanjutkan melukisnya." ujar sang guru. Semua murid kembali fokus pada gambaran mereka masing-masing. Begitu pun Shevia, dia sedikit merasa puas pada gambarannya yang sebentar lagi beres. Gadis itu kembali mengoleskan cat warna abu-abu yang dia jadikan sebagai tubuh lelaki pembawa kuda putih tadi. "Hah..." Shevia membekap mulutnya sendiri saking kagetnya. "Kenapa Shevia? Ketumpahan cat juga kayak Dama?" tanya sang guru. "Ah... Tidak Pak, maaf." Shevia menyahut. Lify menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Shevia. Mereka lanjut menggambar lagi. Shevia menatap tak percaya pada gambarannya. Kenapa tiba-tiba ada noda merah di bagian d-a-d-a kiri sosok laki-laki yang dia lukis. Tak hanya di sana, di tempat yang dilukis sebagai jalan oleh Shevia pun ada noda merah bagai bercak darah yang bercecer. "Dari mana warna merah itu?" Tanya Shevia dalam batin. Shevia masih tak habis pikir, dia masih saja bingung. Di tengah-tengah kebingungannya, Dama kembali dari toilet dan lanjut melukis lagi. Tapi baru juga lima menit, sang guru sudah mengumumkan jika waktunya sudah habis dan akan dilakukan penilaian. Semua murid diminta menyingkir, sang guru akan memeriksa satu persatu. Shevia masih saja syok akan lukisannya sendiri. Kata sang guru, lukisan yang paling bagus akan dipajang di mading sekolah. Tentu saja, para murid berlomba ingin membuat lukisan sebagus mungkin agar nilai mereka juga tinggi. "Lukisan terbaik jatuh kepada milik Shevia. Lukisan ini terlihat seperti seorang Raja yang turun dari kudanya usai perang. Terlihat jelas jika ada noda darah berceceran di jalanan dari bagian d-a-d-a sang Raja." ujar sang guru. Shevia tidak menyangka, bagaimana bisa lukisannya itu menjadi yang terbaik. Dia masih tidak paham, dari mana asalnya noda merah di lukisannya tersebut yang terlihat seperti darah. "Dan lukisan terbalik nomor dua jatuh kepada Lify. Saya suka konsep peri yang sedang bermain di ladang bunga, lukisannya terasa hidup dan berwarna." hanya itu yang diucapkan oleh sang guru. Banyak tepuk tangan yang diberikan oleh teman-teman sekelas mereka atas lukisan yang digambar Shevia dan Lify menjadi yang terbaik. Tentu saja dua lukisan itu akan dipajang di mading dan mendapat nilai tinggi. "Keren lo, She." Agnee menyenggol lengan Shevia. Shevia bukannya tersenyum, dia malah jadi panas dingin sendiri. Dalam benaknya masih saja bertanya-tanya asal muasal noda merah tersebut. *** "Lo kenapa sih She, diam saja dari tadi? Bukannya senang lukisannya dapat nilai tinggi." Adit menyenggol lengan Shevia yang hanya diam. "Gue bingung, gue tadi tidak memakai cat warna merah sama sekali. Dan warna merah yang terlihat seperti darah tadi tidak tahu datangnya dari mana." ujar Shevia menatap semua teman-temannya. Mereka sekarang sedang berada di rumah Agnee. Mereka selalu kumpul-kumpul seperti ini kalau pulang dari sekolah dengan alasan belajar bersama. "Lo serius?" tanya Lify tak percaya. "Gue serius, gue tidak memakai cat warna merah. Kalian ingat tidak pas gue kaget tadi? Itu gue lihat tiba-tiba ada noda merah di lukisan gue." Shevia masih mencoba meyakinkan teman-temannya. Semua orang terdiam, kenapa jadi banyak kejadian aneh seperti ini setelah kejadian jurit malam kemarin. "Apa sosok Melati atau siapalah itu masih mengikuti kita?" Adit menatap semua teman-temannya. Mereka hampir tak percaya, tapi memang mereka mengalaminya. Hal-hal aneh dan kejadian di luar nalar yang melanda. "Tapi kenapa kita yang diteror? Apa hubungannya mereka sama kita? Apa salah kita?" tanya Lify bertubi-tubi. Semua orang hanya mengedikkan bahunya, mereka juga sama-sama tidak tahu kenapa mereka yang diteror. *** Next...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD