bc

Misteri Sebuah Lorong

book_age18+
401
FOLLOW
1.5K
READ
scandal
tragedy
bxg
mystery
ghost
highschool
secrets
horror
school
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Acara jurit malam yang direncanakan sedemikian apik harus gagal karena satu sosok bernama Melati sang penunggu lorong sekolah merasuki siswi kelas sepuluh dan meminta acara dibubarkan. Melati mengancam akan memanggil seluruh teman-temannya agar terjadi kesurupan massal. Jurit malam akhirnya terpaksa dihentikan. Tapi ketegangan semakin menjadi-jadi saat Nata dan Shevia terjebak di dunia lain dan mereka berdua dikejar-kejar oleh hantu tanpa kepala.

Setelah kejadian jurit malam waktu itu, Adit beserta teman-temannya mengalami teror habis-habisan dari dunia lain yang meminta pertolongan. Lalu bagaimana Adit menolong para mahkluk halus tersebut?

chap-preview
Free preview
1. Rapat Bersama Ketos
Di sebuah ruangan yang terletak di lantai tiga dekat ruang musik itu terpenuhi oleh anggota OSIS beserta sang ketua. Sudah satu jam mereka berada di dalam ruangan untuk membawa acara jurit malam yang akan dilaksanakan minggu depan. Tapi waktu yang digunakan untuk waktu rapat mungkin baru sekitar sepuluh menit saja. "Jadi bagaimana? Kita mau ambil lokasi sekolah saja untuk tahun ini?" suara cempreng dari siswi yang duduk paling ujung menggema usai sang ketua OSIS mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan jurit malam untuk adik kelas tingkat satu yang baru saja masuk ajaran baru di tahun ini. Satu minggu sudah mereka menjalani masa orientasi siswa. Dan sekarang giliran jurit malam yang tersisa. Tidak afdol rasanya jika masa orientasi siswa tidak ada acara jurit malam. "Ah tidak seru kalau cuma di area gedung baru saja. Bagaimana kalau kita jajah tempat yang belum pernah dipakai buat jurit malam." sahut lelaki berambut gaya harajuku yang duduk di sebelah gadis tomboi. Sangat terlihat jelas lelaki itu slengehan dan mungkin bisa dibilang playboy. Pikiran mereka langsung tertuju ke area gedung lama jika mendengar usul dari lelaki tersebut. "Gue sependapat sama Wekas. Seru tuh kayaknya, bagaimana Nat?" lelaki pemilik kulit hitam manis yang sedari tadi berdiri itu akhirnya bersuara sambil menyenggol lengan lelaki yang berwajah chinese di sebelahnya. Lelaki berkulit hitam manis itu adalah sang ketua OSIS. "Gue ikut saja." jawabnya ogah-ogahan. Kedua tangan Nata masih sibuk memainkan rubrik yang berusaha dia samakan menjadi satu warna. Meski dirinya bermain rubrik dan seolah tidak memperhatikan, tapi jangan salah. Lelaki itu memiliki IQ di atas rata-rata. Bahkan hanya sekedar melihat sekilas atau mendengar secara samar-samar pun otaknya mampu menangkap sedemikian elok. "Jadi bagaimana, Dit? Lo mau yang mana? Di sekolahan saja atau mau ke luar sekolah juga kayak tahun-tahun sebelumnya?" gadis berpipi chubby bernama Shevia menyuarakan pertanyaannya. Dirinya sudah bosan sebenarnya berada di ruangan ini. "Gue sebenarnya setuju sama usul Wekas. Tempat yang belum pernah dijajah kan belakang sekolah sama lorong penghubung ke gedung lama." sang ketua OSIS yang berwajah hitam manis itu menggantungkan suaranya. "Jadi lo mau pakai tempat itu? Memangnya bakal dibolehkan sama Kepsek?" Tiara membuka suara, membuat semua anggota OSIS menoleh ke arahnya yang asik memainkan kuku-kuku panjangnya. "Gue yakin Pak Kepsek bakal kasih izin. Selama ini kan beliau tidak pernah menolak rencana gue." jawab Adit se-PD mungkin. "Ya okay, gue sih terserah mau di mana-mana juga. Yang penting gue tetap di tempat yang enak. Enggak mau repot atau di tempat yang susah sinyal." seorang gadis bergaya centil yang sibuk dengan gadget-nya, badan berbalut blazer pink di dekat Tiara yang tak lain adalah Angel akhirnya ikut mengeluarkan pendapat. Sang ketua OSIS atau dia lelaki hitam manis bernama Aditya Stev memang membebaskan teman-temannya berlaku sesukanya saat rapat. Ada yang sambil makan, bermain gadget, fokus dengan rubrik atau hal-hal lain asal mereka tetap mendengarkan dan fokus dengan pembahasan mereka. Begitu pula dengan anggota OSIS sendiri yang bisa diajak kerja sama. Meski pun mereka sambil bermain dengan barang-barang pribadi mereka, tapi mereka tetap mendengarkan. "Hu... Maunya yang enak-enak saja lo." Lify atau gadis yang duduk di ujung dan bersuara cempreng tadi melempar permen yupi ke arah Angel. "Gue juga mau dong permennya." mata Agung berbinar-binar melihat permen kenyal itu yang dilempar Lify barusan. "Permen saja yang ada dalam otak lo itu, Gung. Sekali-kali pelajaran kenapa yang lo pikirkan." lelaki berambut gondrong di sebelah Agung hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya heran. "Thank permennya, Lif." Angel tidak marah saat Lify melemparkan permen ke arahnya. Malah dengan senang hati gadis itu menangkap permen yupi itu dan kemudian melahapnya sambil mengucapkan terima kasih kepada sang pelempar. "Angel saja dikasih, gue enggak." Semua mata tertuju pada Adit yang memperlihatkan wajah sok irinya pada Angel. Gadis centil bernama Angel tadi dengan sengaja malah menjulurkan lidahnya ke arah Adit sambil meledek. "Ehem... Ini ruang OSIS bukan ruang mojok." Nova berdehem sambil lirik-lirikan dengan Ane. "Siapa juga yang mau mojok." sahut Adit sewot, lelaki hitam manis itu sudah salah tingkah sendiri. "Dih, perasaan tidak ada yang bilang lo mojok deh Dit. Nova cuma bilang kalau ini ruang OSIS, bukan ruang mojok. Tidak ada kata-kata kalau Nova bawa nama lo tuh." Shevia ikut memojokkan Adit yang sudah semakin salah tingkah. "Sudah ah, jadi bagaimana? Pada setuju apa tidak kalau kita ambil tempat belakang sekolah sama lorong penghubung ke gedung lama?" Adit mengalihkan pembicaraan ke topik awal. Padahal dirinya mati-matian menahan rasa kesalah tingkahannya di depan semua teman-temannya. "Tanya adik kelas juga juga deh. Kenapa dari tadi yang bersuara itu cuma kelas tiga semua?" Agnee menatap beberapa juniornya yang ikut rapat. Sedari tadi mereka hanya diam, padahal mereka sudah tahu bahwa ketua OSIS atau senior pun tidak akan marah jika mereka menyuarakan pendapat mereka. Malah para senior bisa sekalian menilai mana yang sekiranya bisa menjadi ketua OSIS selanjutnya. "Kita ikut saja sama senior." suara Amel menggema mewakili teman seangkatannya. "Weis... Pacar gue ikut sama calon imam." Raynald menatap Amel yang duduk berseberangan jauh darinya. Bisa terlihat Amel sedang menunduk malu-malu. "Ini ruang OSIS woi, bukan ruang gombal!" Adit melempar buku miliknya dan ya, tepat mengenai wajah Raynald yang tampan membahana. "Sudah ah, gue setuju. Gue mau pulang duluan. Mau nyalon gue." Angel berdiri meraih tas dan memberi kode kepada Cahya dan Ane supaya ikut berdiri bersamanya. "Hu... Dasar lampir tidak tahu sopan santun lo!" ledek Dama ketika Angel sudah sampai di depan pintu keluar bersama kedua dayangnya. Angel hanya mengacungkan jari tengahnya ke atas mengarah ke Dama. Gadis itu enggan membuang-buang waktunya untuk hal-hal tak penting, menurutnya. Seperti contohnya meladeni Dama adalah hal tidak penting bagi Angel. "Sudah-sudah, jadi keputusan akhir adalah kita jurit malam di area gedung baru sampai belakang sekolah dan lorong penghubung ke gedung lama. Tidak menerima penolakan atau protes keberatan dari kalian." putus Adit sang ketua OSIS yang tidak bisa dibantah lagi. "Ya sudah, gue mau balik dulu ya. Sudah kangen sama masakan Emak." Tian akhirnya beranjak juga dari sana meninggalkan semua teman-temannya. Begitu pula dengan yang lain, berhamburan keluar supaya lebih cepat sampai rumah. Waktu juga sudah menunjukkan pukul dua siang lewat lima belas menit. Mereka juga harus pulang segera. "Mau nongkrong enggak lo?" Wekas menoleh ke Nata yang masih asik dengan rubriknya. Nata hanya mengedikkan bahunya acuh tak acuh. Maklum, lelaki pemilik suara mahal itu lebih baik menjawab dengan gerakan badan ketimbang membuang tenaga dengan pita suaranya. "Ya sudah yuk, cabut." Dama sudah pergi mendahului Adit, Wekas, Nata dan keempat perempuan yang masih berkemas. "Gue enggak ikut ngumpul deh, mau mengantar nyokap belanja." sahut Adit menarik pergelangan tangan Lify. "Halah, mengantar nyokap belanja atau mengantar selingkuhan nyalon?" tuding Dama yang sebenarnya bercanda. "Mau lo ngomong berulang kali, Lify juga tidak akan percaya kalau gue punya selingkuhan." bangga Adit membuat semua orang menahan tawa. "Lo tidak bisa selingkuh karena wajah lo yang tidak memadai hahaha..." tawa Tiara menggema usai meledek Adit, yang diledek cuma bisa membuang napas kasar. Tiara dan Agnee juga sudah berjalan di belakang Adit dan Lify. Disusul Wekas, dan paling belakang ada Shevia dan Nata. "Mau nongkrong enggak?" Shevia mengulang pertanyaan Dama tadi. "Terserah." hanya itu jawaban dari Nata, masih dengan mode irit. Shevia hanya mengusap dadanya pasrah. Bagaimana tidak pasrah? Memiliki kekasih yang super duper pelit mengeluarkan kata-kata. Bahkan senyum pun sangat sulit. Tapi anehnya, Shevia mampu bertahan di samping Nata selama hampir empat tahun. Mereka memang menjalin hubungan dari mereka masih di bangku j-u-n-i-o-r high school sampai sekarang. Shevia juga tidak mengerti kenapa dirinya bisa jatuh cinta pada es berjalan tersebut. Kedelapan remaja itu sudah keluar dari ruang OSIS. Tujuan mereka hanyalah parkiran, tempat di mana kendaraan mereka diparkir. Mereka sudah berhasil masuk ke lift yang akan membawa mereka ke lantai dasar. Jarak lift ke parkiran bisa dikatakan lumayan jauh karena sekolah ini memiliki lahan empat belas hektar. Sekitar enam hektarnya terbengkalai yang ada di belakang gedung baru. Ting! Mereka langsung keluar satu persatu tanpa berebut. Sekolah sudah sepi, hanya tersisa karyawan TU, satpam dan tukang kebun. "Eh bentar, temani gue ke toilet kuy. Kebelet nih." Adit melihat satu persatu temannya yang siap bersedia menemaninya. "Ogah ah, gue sudah buru-buru." Wekas langsung menarik Agnee kabur dari sana sambil menjulurkan lidahnya ke arah Adit. Dama hanya nyengir kuda tidak jelas. Dan tanpa aba-aba, lelaki hitam manis itu juga sama menarik pergelangan tangan Tiara lalu berlari secepat mungkin menjauh dari Adit dan kawan-kawan. Tiara saja sampai kesusahan mengimbangi langkah kaki Dama yang lebar. Jangan ditanya Nata, dia sudah memandang Adit dari ujung ke ujung. Membuat sang empunya menjadi risi sendiri ditatap demikian oleh Nata. "Heh monkey, kenapa lo lihat-lihat? Mau nganterin kagak?" Adit ingin menampol kening Nata, tapi gagal karena lelaki itu lebih dulu menghindar. Akhirnya Adit hanya memukul udara. "Gue enggak maho." jawab Nata membuat mulut Adit menganga tak percaya. Bagaimana bisa Nata berpikiran bahwa Adit itu seorang gay? Padahal Nata selama ini tahu jika Adit berpacaran dengan Lify. Ditambah mereka berteman sejak lama. Itu hanya alasan Nata saja yang tidak mau mengantar Adit ke toilet. "Kampret anjir... Nyesel gue tanya ke lo, s-e-t-a-n!" Adit menatap sinis ke arah Nata. Tanpa merasa berdosa atau bersalah, Nata malah menarik Shevia supaya pergi meninggalkan Adit dan Lify berdua di lobby sekolah. Karena tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari Adit. Akhirnya dengan bermelas ria, lelaki pemilik gigi gingsul di bagian kiri ini menatap Lify dengan penuh harap. "Janji ya enggak ngapa-ngapain?" "Astaga, memang gue pernah apa macam-macam sama lo. Sekali macam saja belum pernah apalagi banyak macam." dalam kondisi kebelet, masih saja Adit menyempatkan diri melawak. "Gue tinggal nih biar lo ngompol." "Eh iya jangan, ayo anterin. Bentar doang kok." Adit menarik tangan Lify menuju toilet kelas sepuluh yang ada di ujung dekat gudang alat oleh raga. Mau tak mau akhirnya Lify menemani Adit dan pastinya menunggu di luar. Tidak mungkin kalau Lify ikut masuk ke dalam. Apa kata cicak-cicak di dinding kalau melihat. Bisa bersuara tanpa henti mereka. Lify memainkan kuku-kuku panjangnya selama menunggu Adit selesai berkonsentrasi di dalam. Angin sepoi-sepoi menerjang anak rambutnya yang panjang. "Ih... Kok gue merinding begini ya." Lify mengusap-usap lengannya sendiri. Tidak biasanya angin membuat bulu kuduknya meremang. "Lif, gue... " "Lo gila ya? Gue kaget tahu! Kalau gue jantungan bagaimana?!" tanpa sadar Lify sudah membentuk-bentak Adit karena membuatnya kaget. "Ya elah, ya gue kan tidak ada niat mengagetkan Lif. Lo kenapa sih? Kok kayak orang takut begitu." Adit berjalan maju menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh Lify. "Sudah ah, ayo balik." Lify celingak-celinguk sendiri seperti mencari sesuatu. Padahal dia sudah tahu bahwa di sana tidak ada apa-apa dan siapa pun kecuali dirinya dengan Adit. "Lo kenapa sih? Aneh banget tahu enggak." mereka terus saja berjalan meninggalkan toilet yang dekat gudang alat olah raga tadi. Lify menempel terus pada Adit. Tangannya pun tak mau lepas dari pergelangan tangan Adit. Terlihat sekali kalau Lify sangat ketakutan. "Gue tadi lihat, kayak ada orang di belakang gudang." Batin Lify tak mau Adit kepikiran. "Ah... Mungkin Pak Beno yang lagi membersihkan gudang." Sebisa mungkin Lify berpikir positif. Dia tidak mau berpikir yang aneh-aneh lalu nanti akan membuat dirinya sendiri takut. *** Next...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

Saklawase (Selamanya)

read
68.1K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
61.5K
bc

BROKEN PRINCESS

read
22.0K
bc

NIKAH MUDA

read
149.3K
bc

Stuck With You

read
72.4K
bc

The Terror of Evolution

read
6.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook