Dari pagi semua anggota OSIS sudah kumpul di sekolahan untuk melanjutkan pekerjaan yang belum terselesaikan kemarin. Orang yang pertama datang tetap saja Adit dan Lify. Sedangkan anggota lainnya menyusul dan yang paling telat adalah Angel, Cahya dan Ane.
"Rumah lo di Bagdad ya, Ngel? Lama banget ke sekolah saja." protes Shevia kesal kepada Angel and the geng yang baru datang.
"Ish... Sorry, princess baru bangun jam sepuluh tadi. Ya kalian tahulah pasti kalau princess itu harus tampil perfect." sahut Angel dengan suara centilnya.
Agung, Raynald dan Fauzy sudah menampakkan ekspresi ingin muntahnya mendengar ucapan Angel. Tiara sudah nyanyi-nyanyi tidak jelas, Dama sudah menggenjreng-genjreng gitarnya. Tian hanya bersiul-siul sambil menatap ke semua arah dan bahkan Wekas sudah main lempar-lemparan bola basket. Lify dan Adit sibuk membagi kelompok. Jangan tanya Nata, sudah pasti dia diam memandang Shevia yang sibuk memakan snack. Anak-anak OSIS yang lain hanya diam asik pada ponselnya masing-masing.
"Ish... Tidak ada yang mendengar gue ngomong nih." kesal Angel mengentak-entakkan kakinya ke tanah.
"Berisik tahu tidak lo Ngel, budek nih kuping gue." protes Rizky sambil mengusap-usap telinganya.
"Ish... Tahu ah, gue kesal sama kalian." Angel duduk di samping Adit. Diikuti oleh Cahya dan Ane.
"Ih di sebelah sana kenapa deh, di sini sempit tidak lihat apa sih lo, Ne." gerutu Adit pada Ane yang mendesak-desaknya.
"Ih begitu amat sih lo, Dit. Ikutan duduk juga tidak boleh." Ane terpaksa pindah di dekat Nata si freezer berjalan.
"Badan lo kebesaran duduk di sini."
"Iya gue tahu, gue lebih montok dari Lify." Ane memonyongkan bibirnya tidak terima dibilang gendut oleh Adit.
Adit hanya diam dan melirik Lify yang ada di depannya lalu tertawa bersama. Merasa aneh dengan perkataan Ane, gadis itu sensi sekali.
***
"Hua...!"
"Hahaha..."
"Wkwkwk.... Wajah lo lucu She, hahaha..." Tiara dan Agnee memegangi perutnya sendiri sehabis mengerjai Shevia. Tiara memakai topeng penuh akan darah sedangkan Agnee memakai topeng kuntilanak.
Shevia mengusap-usap dadanya sambil berjongkok. Tak henti-hentinya gadis berpipi chubby itu mengumpati dua sahabatnya yang kelewat normal.
"Sudah woy...! Hahaha..." Agnee dan Tiara masih saja tertawa sambil memegangi perut mereka.
Ekspresi Shevia tadi saat kaget masih terekam jelas di memori otak Agnee dan Tiara.
"Sialan lo berdua! Ish... Gue kaget tahu, kalo gue jantungan terus pingsan bagaimana? Mau tanggung jawab lo?" dumel Shevia sangat kesal. Bibirnya sudah mencos ke sana sini. Bahkan bola matanya berputar-putar ke sana ke mari.
"Enggak." jawab keduanya kompak membuat Shevia makin memonyongkan bibirnya.
"Ish... Dasar lo berdua, gue sate juga lama-lama."
"Ih... Seram." Tiara dan Agnee memasang tampang sok ketakutan tapi akhirnya mereka berdua langsung tertawa terbahak-bahak membuat Shevia makin geram.
"Lagian lo ngapain di sini sendirian sih, She?" Tiara ikut duduk di bawah, dirinya sudah tidak peduli dengan celananya yang nantinya akan kotor.
Agnee pun sama, mengikuti jejak Tiara duduk di bawah.
"Gue lagi semedi." jawab Shevia asal sambil memainkan rumput-rumput yang bergoyang padahal tidak ada irama musik yang mengiringi.
"Aw... Sakit bego! Benjol ini kepala gue." ringis Shevia sambil mengusap-usap kepalanya yang baru saja ditimpuk oleh Agnee menggunakan sepatunya.
"Lo ditanya benar-benar malah jawabnya kek eek kuda."
Shevia hanya nyengir menanggapi gerutuan Tiara dan Agnee. Sebenarnya Shevia hanya ingin istirahat di sini sebentar saja. Lebih tepatnya menikmati angin siang yang sejuk nan sepoi-sepoi. Jarang dirinya menikmati suasana bersama rerumputan dan angin. Seringnya dia menikmati dinginnya ruangan ber-AC dengan pemandangan rumahan.
"Gabung yuk sama yang lain." ajak Tiara memilih bangun terlebih dahulu.
***
"Ih... Ngeri gue lihatnya." Nova bergidik ngeri melihat pocong-pocongan yang dibuat oleh Wekas, Fajar, Tian, Arif dan Fabian.
Pocong-pocongan itu bergelantungan di atas pohon durian, sungguh mirip dengan yang di film-film. Bahkan dengan sengaja di beberapa bagian diberi obat merah supaya terlihat seperti darah.
"Eh... Air toilet mati semua, bagaimana ini entar buat mengerjai anak-anak?" Dama datang bersama Nata mendekat ke gerombolan anak-anak yang sedang memasang beberapa properti menakutkan untuk jurit malam ini.
"Yang benar? Tadi gue ke toilet masih hidup kok." Lify merasa tak percaya, padahal tadi dirinya baru saja ke toilet.
"Beneran, gue sama Nata tidak bohong Lif. Orang sudah kita cek semua kok." Dama berusaha meyakinkan Lify dan yang lainnya.
Adit mengedarkan pandangannya ke setiap sudut, berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa membantunya.
"Lo cari apa sih, Dit?"
"Mencari gue ya?" tepuk Shevia yang baru datang bersama Tiara dan Agnee.
"Ih PD gila, ngapain juga gue mencari pacarnya kulkas berjalan." Adit langsung pergi meninggalkan anak OSIS lainnya.
Wekas merasa heran, ke mana Adit akan pergi. Dan sedang mencari apakah lelaki itu? Lify pun mengikuti langkah kaki Adit dari belakang.
"Ngapain sih itu anak?"
Nata hanya mengedikkan bahunya tak paham dengan tindakan Adit. Dirinya lebih memilih mendekat ke Shevia dan meminta makanan yang ada di tangan gadisnya itu.
"Woy! Sini woy!" teriak Adit dari kejauhan.
Tangan Adit melambai-lambai meminta teman-temannya mendekat ke arahnya. Entah apa yang ditemukan lelaki itu sehingga teman-temannya harus mendekat.
"Ada sumur di sana!" seru Lify dengan suara cemprengnya. Gadis itu meletakkan kedua tangannya di samping bibir dan menyerukan bahwa di dekat mereka ada sumur.
"Sumur?" tanya Agung ikut bingung. Lelaki bermata belo itu cuma bisa saling tatap-tatapan dengan Raynald dan Fauzy secara bergantian.
"Ke sanalah yuk, dari pada Pak ketos ngoceh ngalor ngidul." pimpin Agnee menyusul Adit dan Lify.
"Gue mah ogah ah, sudah capek. Gue di sini saja, kalian saja yang ke sana."
Suara centil itu kembali membuat teman-teman OSIS-nya jengah. Tapi mereka tidak akan protes, karena sudah terlalu biasa dengan sikap Angel yang semaunya dan ingin enak sendiri.
Anak-anak OSIS berjalan mengikuti Agnee menuju ke arah Adit dan Lify. Kecuali Angel, Cahya dan Ane yang duduk di bawah pohon rindang supaya tidak kepanasan. Maklum, matahari siang begitu jahat dan matahari masih terasa menyengat di kulit.
"Ada apa sih, Dit?" tanya Arif mewakili teman-teman lainnya.
"Gue menemukan sumur, ingat tidak pas pelajaran Pak Deni waktu itu? Katanya ada sumur tua yang terletak di belakang sekolahan. Mungkin itu sumurnya." tunjuk Adit ke arah sumur tua yang ditutupi papan di atasnya.
"Gue tidak ingat sih Dit, kapan?" tanya Fauzy mencoba mengingat-ingat.
"Kok gue juga iya yah." Amel juga ikut-ikutan berpikir.
***
Next...