3. Chitato

1296 Words
Peluh membanjiri pelipis serta badan. Bahkan baju olah raga Tian dan Abi sudah basah keringat. Mereka menancapkan beberapa petunjuk jalan yang harus dilalui adik tingkatnya besok. Hanya panah-panah yang ditulis di atas kertas yang mereka lem di bilahan bambu dan ditancapkan ke tanah atau di kertas ditempelkan ke tembok. "Panas banget sih ah, gerah gue." keluh Angel sambil mengipas-ngipaskan tangannya ke udara di depan wajahnya. "Lebay lo, di bawah pohon juga ah." cibir Rizky kesal melihat Angel yang mau membantu tapi tidak yang berat-berat. Angel hanya mau menulis-nulis clue atau tantangan dan lain sebagainya. Padahal Angel bukan sekretaris. Lify dan anggota OSIS yang lainnya pun maklum karena sudah terlalu hafal dengan sipat Angel. Sebenarnya tidak ada yang bermusuhan dengan Angel. Angel sendiri bukan termasuk orang yang mau cari gara-gara. Dia gadis manja tapi masih mau membantu meski tidak mau yang berat. "Lo pulang saja deh Ngel, biar itu Irva yang menggantikan." titah Adit melihat wajah Angel sudah kesal. Angel dan Adit itu sepupuan, ibunya Adit dan ibunya Angel adik kakak. Jadi ya mereka saudara, dan semua orang sudah tahu. "Oke deh, thank Adit yang cakep. Bye semua!" Angel meninggalkan lokasi bersama dayang-dayangnya. Siapa lagi yang mengikuti Angel jika bukan Cahya dan Ane, merekalah dayang setia Angel. Tidak ada yang mempermasalahkan hal barusan. Mereka tidak ada yang iri atau merasa Adit pilih kasih. Toh Adit selalu adil, selalu bergilir memberi libur untuk anggota lain jika ada kegiatan sekolah. "Lo, Nata sama Dama ikut gue ke gedung lama buat menempelkan ini." Adit menunjuk tiga temannya supaya ikut bersamanya sambil membawa selebaran yang bergambar panah-panar sebagai petunjuk. "Ayolah biar cepat." Dama menarik lengan Adit diikuti Wekas dan Nata. Lelaki berwajah chinese itu masih saja stay cool seolah-olah tidak memiliki rasa lelah. Padahal keringat mengucur di pelipisnya. Namanya juga Nata, kerjaannya adalah diam. Sementara keempat lelaki tadi menempelkan petunjuk arah. Keempat gadis terdiri dari Lify, Tiara, Shevia dan Agnee sibuk membuat boneka berbentuk pocong-pocongan dari kain bekas yang dimasukkan ke kain berwarna putih. Anggota OSIS yang lain pun sibuk menggantungkan orang-orangan ke atas pohon dan lain-lainnya. Sebenarnya mereka lebih banyak bercanda dari pada menyiapkan untuk acara besok. Biasalah anak muda, rapat bersama ketua OSIS saja mereka masih asik dalam dunianya masing-masing apalagi di kegiatan bebas seperti sekarang. "Eh... Bentar lagi anniv lo yang ke lima kan, Lif?" "Kok lo ingat sih, Ra? Ngintip ya lo?" Lify menunjuk wajah Tiara menggunakan jari telunjuknya sambil senyum-senyum tak jelas. "Bagaimana tidak ingat ya Ra, orang setiap anniv itu si Adit selalu romantis." "Iya benar tuh She, romantis sampai lupa sama teman." "Sudah sih, tidak usah iri. Sudah pada punya juga ah." Agnee mencoba meredam godaan demi godaan dari mereka untuk Lify. "Bu Agnee sudah bertuah pemirsa.” sahut Shevia. "Kayak kalian tidak pernah dirayakan saja, hu..." cibir Lify balik. "Gue lapar, ingin ngemil." keluh Shevia mengusap-usap perutnya. "Bentar deh, gue ada chitato. Gue ambil bentar ya." Lify menjauh dan mengambil beberapa bungkus chitato dari tasnya. Lify selalu saja membawa jajanan ke mana-mana. "Itu orang sudah ketularan lakinya, doyan chitato." Tiara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tara! Ini buat kalian." Lify memberikan tiga bungkus chitato kepada teman-temannya. Tak lupa gadis itu juga membawa untuk dirinya sendiri dan meletakkan beberapa bungkus ke tempat yang dipakai untuk mengumpulkan tas anak-anak. "Thank, Lif." Shevia memakan lahap chitato pemberian Lify. "Gue kebelet nih, temenin ke toilet yuk." Tiara memegang perutnya memandang satu persatu sahabatnya. "Ya sudah ayo gue antar." Lify yang berdiri dan siap mengantar Tiara. Kedua gadis itu berjalan menuju toilet kelas sepuluh berdua saja. Tidak aneh jika sepi, karena memang sudah lewat dari jam sekolah. Bahkan sekarang sudah jam empat sore. "Tungguin bentar ya Lif, gue kebelet nih." Tiara langsung berlari dan masuk ke dalam toilet. Lify duduk di bangku yang ada di depan toilet. Memang ini bukan toilet utama, tapi toilet samping sekolah atau gampangnya toilet kelas sepuluh. Jadi tidak seenak toilet utama sekolah ini. Meski pun bukan toilet utama, tapi setiap hari digunakan oleh siswi kelas sepuluh yang malas ke toilet utama yang jaraknya lumayan jauh dari kelas mereka. Lify masih asik memakan chitato rasa sapi panggang di tangannya. Ini juga toilet yang sama dengan toilet waktu Adit kebelet usai rapat OSIS. Wush! Refleks Lify menoleh ke arah kanan saat ada bayangan melintas. "Apaan ya barusan? Kayak orang lewat." Lify penasaran, dia bangkit dari duduknya dan mengikuti arah bayangan yang mengganggunya. Lify terus berjalan mencari-cari apa tadi gerangan yang mengganggu konsentrasinya saat memakan chitato. Tapi nihil, Lify tidak menemukan apa-apa. Meow... Meow... Lify berjingkat kaget mendengar suara kucing di depan kakinya. Lify mengalihkan pandangan ke arah bawah, kedua matanya mendapati seekor kucing berwarna abu-abu yang sangat menggemaskan. "Uh... Kamu bikin kaget saja deh." tangan Lify mengusap-usap kepala kucing tadi. Hewan menggemaskan itu hanya diam dan memandang Lify. Wush! Lify kembali kaget karena bayangan itu kembali mengganggunya. Kini seperti berada di depannya. Rasa penasaran Lify masih ada dan semakin besar. Lify memutuskan untuk mencari bayangan tadi. *** "Woi! Ini di mana?" "Di sana tuh Kas, yang gedung itu tuh." tunjuk Dama ke gedung yang paling ujung. Adit menempelkan kertas tadi di lorong yang jaraknya lumayan jauh dari jangkauan Nata, Dama dan Wekas yang ada di gedung lama. "Duar!" "Astajim!" kaget Adit ketika ada yang menepuk bahunya dari belakang. "Hahaha... Kaget ya." gadis berdagu tirus di depan Adit sambil memakan chitato itu tertawa lepas melihat Adit kaget. "Ya ampun Lif, mengagetkan saja sih. Gue kira setan." Adit mengusap-usap dadanya. "Hu... Begitu saja takut, bagaimana besok malam kalau ada s-e-t-a-n beneran." "Hus... Kalau ngomong itu dijaga." "Iya-iya, nih mau chitato enggak?" Lify menyodorkan chitato rasa sapi panggang di tangannya. Jangan ditanya, pastilah Adit mau dan memakan isi dari bungkus bernama chitato. "Kok lo bisa ke sini sih, Lif? Sendirian?" Adit celingak-celinguk mencari siapa tahu di belakang Lify ada Shevia, Tiara atau Agnee. "Iyalah sendirian, bagaimana? Gue berani kan?" bangganya. "Tumben." Adit malah asik memakan chitato bawaan Lify. "Sudah ah, gue mau balik lagi. Mau gabung sama teman-teman." "Tidak mau sekalian bareng?" Lify hanya menggeleng dan berlari menjauh dari Adit. Seperti yang dikatakan Lify, gadis itu akan menyusul teman-temannya. Adit sendiri menyusul ketiga temannya yang sudah lumayan jauh dari tempatnya berdiri. *** Adit heran karena Lify hanya berdiam diri sedari tadi selama perjalanan pulang. Berbeda dari tadi saat memberinya chitato. Adit jadi bingung sendiri ada apa dengan Lify. "Sudah sampai, Lif." "Eh... Thank ya Dit, sudah mengantar." Lify tersadar dari lamunannya. "Besok gue jemput jam delapan ya." Adit mengusap-usap ubun-ubun Lify lembut. Lify hanya tersenyum dan mengangguk. "Thank ya tadi chitatonya, besok kita beli yang banyak." perkataan Adit menghentikan gerakan Lify yang akan keluar dari mobil. "Chitato? Kapan? Gue enggak ada bagi chitato sama lo deh, Dit." tatapan bingung menghiasi wajah Lify. Adit kaget mendengar respons dan pertanyaan Lify. Apa katanya? Kapan? Tidak pernah memberi Adit chitato? Bukankah tadi jelas-jelas Lify yang memberi Adit snack itu. "Iya, pas gue lagi menempelkan petunjuk jalan di lorong penghubung ke gedung lama. Lo tiba-tiba datang sambil bawa chitato rasa sapi panggang dan lo bagi ke gue." "Gue memang makan chitato rasa sapi panggang. Tapi gue tidak pernah ke lorong penghubung ke gedung lama kok. Orang gue bareng terus sama Shevia, Tiara sama Agnee." kini ganti Lify yang heran. "Tapi tadi benar lo, Lif. Lo datang sendirian ke lorong penghubung." "Enggak Adit, gue enggak pernah menyusul lo ke sana sama sekali. Lagi pula mana mungkin gue berani jalan ke lorong penghubung gedung lama sendirian." Suasana menjadi hening. Tidak ada lagi yang mengeluarkan suara. Saling bergelut dengan pikiran masing-masing. "Sudah ah, gue turun ya. Thank Dit, lo hati-hati di jalan." Lify menepuk bahu Adit pelan dan kemudian keluar dari mobil. Sepeninggal Lify, Adit masih saja mengingat-ingat kejadian tadi di lorong penghubung ke gedung lama belakang sekolah. Semua terasa nyata, tadi Lify yang memberinya chitato rasa sapi panggang. Tapi kenapa sekarang Lify tidak mengaku. *** Next...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD