Author's POV.
Beberapa hari berlalu dirumah sakit Lolita begitu sibuk bagaimana tidak ia memiliki banyak pasien akhir-akhir ini dan setiap harinya ia menghabiskan waktu diruang Operasi, dalam sehari ia mengoperasi 2 pasien karena keahliannya.
Kesibukannya semakin bertambah ketika ia mendapatkan tugas tambahan untuk membimbing Beberapa dokter magang yang baru saja masuk bekerja 2 hari yang lalu.
Didalam ruangan lolita sedang memeriksa beberapa riwayat medis dari beberapa pasiennya.
Suara ketukan Pintu ruangannya dan ia mempersilahkannya masuk.
"Dok, ada yang menitipkan ini untuk dokter" kata Suster ana yang sudah menjadi asistennya.
"Ini apa?" Tanya Lolita yang tak melihat isi tas kertas itu.
"Sepertinya makanan lagi dok" jawab suster ana.
"Taruh saja disitu dan kamu sekarang ke kamar Pasien atas nama maya umur 23 tahun, cek bagaimana kondisinya saat ini" perintah Lolita.
"Baik dok" jawab Suster ana tegas.
Sepeninggalan suster ana, Lolita lalu membuka isi tas kertas itu dan melihat sekotak makanan dengan menu yang sama dengan menu 2 bulan uang lalu sewaktu ia dines malam dan mendapatkan pemberian kotak makanan untuk kali pertamanya.
Tak lama kemudian Yuna datang tanpa mengetuk pintu ruangan sahabatnya.
"Selamat siang sahabatku tersayang" sapa yuna seperti biasa dengan ciri khas centilnya.
"Kamu yun? Kirain siapa" kata Lolita yang agak terkejut melihat kedatangan sahabatnya.
"Emang ada seseorang yang kamu tunggu?" Goda Yuna.
"Ga ada kok"
"Kamu beli makanan? Bukannya kita janjiannya makan siang bareng?" Tanya Yuna sembari meluhat isi kotak makanan dari restoran mahal.
"Ini pemberian seseorang dan aku ga tau dari siapa, seperti yang pernah aku ceritakan ke kamu 2 bulan yang lalu" jawab Lolita senbari menutup makanan itu kembali.
"Aku kok jadi ikut penasaran juga, siapa sih pria ini? Karena pria itu memiliki sikap yang begitu perhatian dengan memberikan sekotak makanan" kata Yuna sembari menyandarkan kepalanya di sofa di dalam ruangan sahabatnya.
"Iya...aku juga merasakan hal yang sama" sambung lolita sembari membuka jas dokternya.
"Tapi ngomong-ngomong makan siang kita gagal?" Tanya Yuna.
"Kok gagal sih kita kan masih bisa makan di kantin,kamu ga liat aku sudah melepas jas dokterku?" kata Lolita.
"Trus makanan ini?" Sembari menunjuk sekotak makanan.
"Bawa aja,kita makannya sama-sama"
■■■■■
Ketika mereka sedang menikmati makan siang mereka, tiba-tiba seseorang datang membawa Piring makannya dan duduk di samping Lolita.
"Aku boleh gabung kan?" Tanya Richard.
Lolita dan yuna menatap richard dengan keheranan sekaligus terkejut karena kehadiran Richard yang begitu tiba-tiba.
"Kenapa kalian menatapku demikian?" Tanya richard dengan menatap kedua wanita itu.
"Ga apa-apa dok, silahkan makan" kata yuna sembari mengalihkan pandangannya.
"Iya dok...silahkan bergabung dengan kami" sambung Lolita mencoba santun.
"Baiklah....terima kasih banyak ya!!" Kataku.
Ketika mereka bertiga sedang makan siang, tiba-tiba ponsel Richard berdering.
"Hallo?" Jawab Richard.
"......."
"Baiklah....saya akan kesana sekarang juga" kata Richard.
Richard lalu mengakhiri telfon dan menyelesaikan makan siangnya.
"Maaf ya aku duluan soalnya ada pasien yang harus ku tangani" kata Richard.
"Baik dok" kata lolita sembari melihat kepergian richard dengan berjalan membelakanginya.
"Dokter itu sudah menikah Lol?" Tanya yuna penasaran.
"Belum, emang kenapa?"
"Dia tampan banget, andaikan aku belum punya pacar aku mau jadi pacarnya" kata Yuna sembari mengayunkan rambutnya.
"Iya kalau dia juga mau" kata Lolita.
"Ih apaan sih" kata yuna sembari menendang kaki sahabatnya.
"Lagian kamunya udah punya pacar tapi masih kegenitan, natap dokter richard gitu banget" kata Lolita.
"Tapi lol, sepertinya dokter itu punya perasaan deh sama kamu karena sejak tadi dia selalu saja menatapku ketika kamu tak menyadarinya" kata Yuna agak curiga.
"Natap kan bukan berarti suka, tapi Yun aku mau nanya, bagaimana kabar Gibran?"
"Ditanyain juga akhirnya, kabarnya baik seperti biasa" jawab yuna.
"Syukur deh kalau gitu"
"Aku tanya deh sama kamu, kamu suka ga sih sama gibran? Kalau ga suka sih kamu pasti cuek aja, tapi kenapa sekarang kamu malah nanyain kabarnya dia?" Tanya yuna dengan tatapan dan pertanyaan yang menginterogasi.
"Ga tau ahh...udah ku tanyain beberapa kali kepada perasaanku sendiri tapi aku belum tau jawabannya, mungkin aku kesepian jadi aku menanyakan kabarnya" jawab Lolita pasrah.
"Cepat atau lambat kamu pasti menyadari perasaanmu sendiri"
"Aku sih berharap yang sama, kemungkinan aku pernah patah hati karena sempat mencintai seorang pria dengan tulus tapi malah pria itu hanya menggunakamku senagai taruhan teman-temannya, hal itu yang membuatku takut untuk mencintai lagi" kata Lolita mengingat kejadian setahun yang lalu.
"Waktu bersama Amir maksudmu?"
Lolita mengangguk.
"Amir sama gibran mah beda, amir itu karena emang dari sononya ga punya duit jadi make cara itu untuk mendapatkan duit, tapi gibran punya segalanya, mapan dan berkelas dia ga mungkin melakukan itu" kata Yuna mencoba meyakinkan sahabatnya.
"Aku juga tau tapi ketakutan itu masih ada"
"Aku hanya bisa mendoakan kamu agar kamu sembuh dengan sakitmu itu" kata yuna agak kesal karna sahabatnya tak pernah mau belajar melupakan hal yang sudah lama terjadi apalagi kejadian setahun yang lalu sewaktu Lolita memiliki pacar yang mendapatkan duit dengan cara taruhan bersama teman-temannya.