Lolita POV.
Kami masih berada di restoran saat ini, karena malam ini adalah malam yang indah bagiku dengan pemandangan yang indah pula, aku hanya bisa menikmatinya walaupun tempatnya agak dingin karena angin yang ada di tepian pantai.
Sepertinya Gibran mengerti apa yang kurasakan saat ini, ia menghampiriku dan memakaikanku jas miliknya, seketika juga aku merasakan kehangatan dari jas yang wangi milik Gibran.
"Ayo makan" kata Gibran sembari menambahkan lauk di piringku.
Aku begitu nyaman dan aman dengan Sikap manis gibran yang begitu memperhatikanku, aku tak tau bagaimana perasaanku saat ini, tapi yang kurasakan seperti sedang dinner bersama sang pangeran tampan.
Tiba-tiba salah satu pelayan restoran membawa bunga dan menaruhnya tepat di hadapanku,aku bingung dan sesekali menatap ke arah gibran.
"Ini untuk saya?" Tanya lolita kepada Pelayan resto dan pelayan itu hanya menjawabnya dengan anggukan.
"Ini dari kamu?" Tanyaku kepada gibran yang sedang makan.
Ia hanya mengangguk.
"Untuk apa?" Tanyaku agak penasaran.
Ia lalu menaruh Sendok makannya dan minum air putih, setelah itu ia lalu menggenggam tanganku dengan lembut.
"Aku memberikanmu bunga itu untuk membuatmu tau bagaimana perasaanku, aku sayang sama kamu Lol, jika aku tak melihatmu aku begitu sedih dan sering memikirkanmu... ku tanya hatiku beberapa kali dan ternyata jawabannya aku menyukaimu" kata gibran yang saat ini sedang menatapku.
Aku lalu melepas genggaman Gibran dan Mengalihkan pandanganku, aku juga tak menyangka jika gibran akan secepat ini mengungkapkan perasaannya terhadapku.
Aku lalu melihat ke arah Gibran yang sedang dengan wajah keheranan, ia pasti bertanya ada apa denganku, kenapa aku sampai harus melepas gennggamannya.
"Maafkan aku gibran, tapi aku benar-benar belum bisa menerimamu, kamu adalah lelaki yabg baik tapi aku belum bisa menjalin hubungan dengan lelaki yang baru saja ku kenal sepertimu" kataku membuat gibran mengerti.
Gibran hanya menatapku tanpa mengatakan apapun.
"Kamu adalah lelaki yang menarik tapi sudah ku coba untuk menanyakan perasaanku sendiri bagaimana terhadapmu tapi aku belum menemukan jawabannya, maafkan aku gibran aku tak bisa" kataku sembari meminum air putih yang ada di hadapanku.
Gibran sepertinya terkejut mendengar jawabanku, tapi aku emang benar-benar belum bisa menerima perasaannya begitu saja.
Semua lelaki yang ku temui dan ku kenal hanya berusaha menyukaiku karena paras yang ku miliki.
Aku pernah sakit hati ketika mencintai seseorang tapi dia tak tulus mencintaiku karena tujuannya sejak awal hanya menjadikanku taruhan dengan teman-temannya.
Gibran masih terdiam ia sejenak menunduk, aku tak tega melihatnya sedih.
Aku juga tak mengatakan apapun lagi.
"Baiklah...ga apa-apa, aku juga merasa lega karena aku sudah mengatakan perasaanku terhadapmu selama ini, di tolakpun aku tetap merasa tenang" kata Gibran yang sudah mengerti apa yang ku katakan.
"Makasih ya kamu sudah mau mengerti" kataku sembari menatapnya dengan penuh senyum.
#
Di dalam perjalanan aku dan gibran saling diam, sikap gibran jadi berubah mungkin di karenakan penolakanku hari ini, aku sudah kehilangan bahan untuk berbicara dengannya.
Ia melajukan motornya dengan lambat,biasanya ia sering menoleh kebelakang untuk melihatku tapi kali ini dia fokus dengan lajuannya.
Sejam kemudian kami sampai tepat di depan pagar rumahku, aku melihat mobil Bunda dan juga ayah sudah parkir di digarasi mobil itu artinya mereka sudah berada di dalam rumah saat ini.
"Makasih ya untuk hari ini" kataku sembari mengembalikan helm miliknya.
"Baiklah...aku langsung pulang ya salam sama kedua orangtuamu" jawabnya sembari menyalakan mesin motornya.
"Iya nanti kusampaikan salammu, ini jasmu" kataku sembari menyerahkan jasnya yang sejak tadi kupakai untuk menghindari dingin dan aku melambaikan tanganku mengantarkan kepergiaannya.
Sepeninggalan Gibran aku lalu masuk kedalam rumah dan melihat bunda serta Papi sedang diruang keluarga menikmati secangkir teh, bunda menemani Papi yang sedang menonton TV.
"Assalamualaikum" sapaku.
Ayah dan bunda lalu berbalik melihatku.
"Waalaikumssalam, kamu sudah pulang? Ayo sini sayang kita minum teh sama-sama" Ajak bunda sembari memanggilku.
Aku lalu menghampiri kedua orangtuaku yang saat ini sedang nyantai menonton TV dan duduk tepat disamping bunda.
"Bagaimana pekerjaannu nak?" Tanya papi sembari menatapku.
"Alhamdulillah lancar saja pi" jawabku sembari menikmati teh yang disuguhkan bunda untukku.
Walaupun bunda sebenarnya bukan ibu kandungku tapi bunda sudah menganggapku seperti anaknya sendiri sampai aku bisa berdiri lagi ketika Mami meninggalkanku.
"Minum tehmu nak, setelah itu kamu masuk ke kamar dan istirahat, sudah hampir jam 9 malam" kata bunda sembari mengelus rambutku dengan lembut.
"Iya bun" kataku.
"Apa anak papi ini sudah punya kekasih?" Tanya papi sampai membuatku keselek karena teh yang ku minum saking terkejut mendengar pertanyaan Papi.
"Ayo minum dulu" kata Bunda sembari memberikanku air putih dan mami mengelus punggungku agar aku merasa enakkan.
"Lolita belum punya kekasih pih, lolita mentingin karir dulu" kataku sembari memegang dadaku.
"Ingat umurmu jangan sampai terlena dengan karir dan kamu lupa umurmu berapa, wanita itu memiliki keterbatasan nak sekarang saja umurmu sudah 28 tahun" kata papi yang emang sejak dulu selalu menanyakan hal ini.
Tapi, kali ini aku begitu terjejut karena baru saja aku menolak perasaan lelaki yang juga sebenarnya membuatku penasaran.