Insiden Naga Api

1410 Words
°°°° "Yang Mulia Ratu Isabelle?" Orang yang menyelamatkan dan membawaku ke sisi seberang kolam tidak lain adalah Ratu Isabelle Swan. Dengan sigap aku menaruh telapak tangan kanan ke d**a seraya membungkuk padanya. Aku meniru cara para pelayan memberi hormat pada waktu penjamuan. "Hampir saja kita tertangkap." Perempuan bergaun putih mengkilap itu menghela napas panjang, menunjukkan perasaan lega. "Aku tadi hanya ...." Lidahku terlalu kaku untuk mencari alasan. Perbuatanku tadi sangat jelas sedang menguping, ditambah lagi tertangkap basah oleh Ratu Isabelle. "Tidak masalah, itu bukan urusanku." Reaksinya justru sangat santai. Dia duduk di atas sebuah batu besar yang terletak di pinggir kolam. Aku pun ikut menduduki sebuah batu yang berjarak sekitar tiga meter dari posisinya. "Aku hanya tidak ingin melihat William membunuh orang," lanjutnya lagi. "Mem–membunuh?" tanyaku terbata-bata. Mana mungkin ketahuan menguping saja bisa langsung dibunuh. Dia kembali menghela napas. "William tidak suka membunuh orang, tapi mungkin dia akan melakukannya karena orang yang menguping pembicaraan mereka adalah kau, Selir Agung Gwen." Mataku terbelalak seketika. Jadi aku adalah pengecualian dari banyak orang. Percakapan William dan Elleona tadi juga menunjukkan bahwa aku telah menjadi selir dari Raja yang ingin menghancurkanku. "Apa hubungan antara Raja dan Duchess Elleona?" Ratu Isabelle terdiam panjang. Aku menunggu kalimat yang akan keluar dari mulutnya. Barangkali pradugaku benar mengenai William dan Elleona. "William sangat mencintai Elleona, tetapi Elleona mencintai Edmund sejak dulu," katanya. Setengah dugaanku benar. Aku mencoba membaca raut wajah Ratu Isabelle, dia tampak tidak sedih sama sekali. Malah dia mengatakan bahwa suaminya mencintai istri orang lain dengan santai. Hal ini sedikit menjelaskan kenapa dia lebih memilih untuk menyelamatkanku daripada menangkap basah suaminya yang sedang memeluk wanita lain. "Jadi Raja mencintai istri orang lain?" tanyaku basa-basi. "Dan orang lain itu adalah kakak dari Raja, sekaligus orang yang sangat mencintaimu." Aku hanya bisa menutup mulut dengan kedua tangan. Kenyataan macam apa lagi ini? Ternyata ikatan orang-orang di sini sangat rumit. William mencintai Elleona, Elleona mencintai Edmund, sedangkan Edmund mencintai Gwen. Lalu, Gwen sebenarnya mencintai siapa? Tidak disangka di dunia ini juga ada kisah cinta segi empat. "Lantas, bagaimana dengan Yang Mulia Ratu?" Aku mencoba memancing Isabelle untuk memberitahukan perasaannya. Jika dia mencintai William, aku harus berhati-hati dengan Isabelle. Di luar dugaanku, Ratu Isabelle malah tertawa renyah. "Sejak dulu aku dan William sudah berteman. Kami hanya orang yang telah ditentukan untuk menjadi Raja dan Ratu Graceland. Tidak mungkin kami saling jatuh cinta." "Telah ditentukan?" Aku menjadi banyak bertanya setelah mengenal Isabelle. Dia ternyata jauh lebih ramah dari tampilan luarnya yang tampak susah didekati. "Raja dan Ratu Graceland dipilih langsung oleh api abadi. Sebab itulah tidak ada yang berani menjatuhkan William meskipun banyak orang membencinya secara diam-diam. William dan aku terlahir dengan takdir menjadi pemimpin Graceland." Aku hanya mengangguk pelan mendengarkan cerita Isabelle. Meskipun aku tidak tahu apa itu api abadi. "Oh, iya. Tadi Duchess Elleona mengatakan padaku bahwa dia seorang Belgoat, sama sepertiku. Bagaimana dia bisa sampai ke Graceland?" Aku terlalu banyak bertanya. Mungkin kalau sikap ini kuterapkan waktu sekolah dulu, nilaiku pasti selalu A plus. Isabelle memalingkan wajah ke arah danau, tatapannya jatuh ke bawah. "Sebenarnya Elleona adalah tawanan perang. Dia dibawa ke Graceland saat masih berusia lima belas tahun." Rasa simpati mulai menjalar di hatiku. Pantas saja raut wajah Elleona sedikit muram ketika dia mengatakan bahwa dia seorang Belgoat. "Dulu William seorang anak yang dingin, mungkin karena dia tidak memiliki siapa pun. Tapi sejak Elleona datang ke sini, William berubah menjadi pribadi yang hangat dan ceria." Bohong, aku tidak melihat kehangatan sedikit pun dari Raja William. "Lantas bagaimana Duchess Elleona bisa menikah dengan Duke Edmund?" Mungkin kami akan menghabiskan malam dengan sesi tanya jawab di pinggir danau. Ratu Isabelle beralih memandangiku dengan senyum yang seperti dipaksakan. "Seorang tawanan perang tidak bisa menjadi selir kerajaan, Gwen. Awalnya Elleona akan dijadikan b***k setelah berusia tujuh belas tahun. Atas permintaan William, Elleona tetap bisa memegang gelar bangsawan dengan menikahi Duke Edmund. Pernikahan mereka juga menjadi perjanjian damai antara Graceland dan Belgoat, tetapi sepertinya sekarang perjanjian damai itu tidak berlaku lagi." "Kenapa?" tanyaku yang semakin penasaran. "Karena kau." Sekali lagi Isabelle menghela napas berat. "Aku tidak mengerti kenapa William mengambil langkah seceroboh ini hanya demi cinta," lanjutnya. "Maaf jika aku terlalu banyak bertanya. Sebesar apa pengaruhku terhadap Belgoat dan Graceland?" Isabelle tertawa sangat lepas, mungkin dia menganggap pertanyaan seriusku sebagai lelucon. "Aku tidak mengerti kenapa Putri dari Klan Willson bisa menanyakan hal sejelas itu." Dia masih terus tertawa, setelah aku mendengus sebal barulah dia berhenti. "Klan Willson adalah simbol kekuasaan Belgoat. William mengambil langkah yang sangat berani dengan menjadikanmu selir. Jika dia beruntung, dia akan menguasai Belgoat. Jika tidak, Graceland akan menjadi ladang abu." Sepanjang perbincanganku dengan Ratu Isabelle, dapat kusimpulkan bahwa aku akan menjadi penentu masa depan kerajaan Graceland. Ternyata Gwen adalah seorang Putri dari klan Willson, simbol kekuasaan Belgoat. Hal ini cukup membuatku lega, karena William tentu saja tidak bisa membunuhku sesuka hatinya. Di balik semua itu, ada hal yang masih tidak kupahami. Yaitu latar belakang hubunganku dengan Duke Edmund. Namun, tidak mungkin hal ini juga kutanyakan dengan Isabelle. Bisa-bisa dia akan menganggapku gila. "Ngomong-ngomong, aku tidak melihat para naga lagi. Mereka benar-benar menyeramkan." "Naga?" Giliran Isabelle yang bertanya dengan wajah heran. "Maksudmu para Drake?" lanjutnya. Oh, jadi ternyata mereka menyebut naga dengan nama itu. Bahkan naga saja memiliki nama yang aesthetic di tempat ini, benar-benar unik. "Iya, maksudku Drake." Aku mengangguk canggung. "Mereka tinggal di tebing, hanya akan datang jika dipanggil," jelas Isabelle. Untunglah para naga itu bukan peliharaan yang bebas berkeliaran di halaman istana. Mereka bahkan terlalu besar dan tidak imut untuk disebut peliharaan. Kebiasaan orang-orang di sini memang anti-mainstream. °°°° Setelah Goliath, aku memiliki teman kedua di istana. Ratu Isabelle Swan, seseorang yang tidak pernah ada dalam dugaanku. Namun, aku masih saja bangun pagi sendirian di istana Selatan yang besar. Ratu Isabelle tinggal di istana utama bersama Raja William dan Ibu Ratu Agung. Sementara Elleona dan Duke Edmund menempati istana Utara yang letaknya sangat jauh dari istanaku. Istana Barat pula digunakan untuk urusan kerajaan seperti administrasi dan lain-lain. Aku mengetahui tempat tinggal semua penghuni istana dari obrolanku bersama Isabelle tadi malam. Tidak disangka Isabelle punya jiwa gosip yang kuat. Jika dia berada di duniaku, mungkin sesekali aku akan mengajaknya nongki santai sambil cuap-cuap. Daripada hanya duduk diam di istana sunyi ini, aku berkeliling di halaman istana untuk mencari udara segar. Awalnya aku ingin mengajak Goliath, tetapi pagi-pagi sekali Goliath sudah tidak ada di belakang istana. Dia menempati sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu di halaman belakang istana. Aku sudah mencoba mengajaknya tinggal di dalam istana, tetapi dia menolak. Halaman istana sangat luas dan cukup melelahkan untuk dijelajahi. Entah sudah berapa menit aku berjalan kaki menanjak dan menurun bukit. Tiga orang pelayan yang mengikut di belakangku pun mungkin sudah menyumpahiku di dalam hati karena membuat mereka kewalahan. Kendati demikian, aku tidak keberatan dengan rasa lelah. Jalan kaki seperti ini membuat tubuhku terasa segar, ditambah lagi melewati tiga danau yang warna airnya berbeda. Pemandangan di sini benar-benar fantastis. Dari jarak beberapa meter aku bisa melihat Goliath di halaman istana utama. Ternyata dia sedang menemani Catherina bermain. Gelagat Goliath yang sedang mencoba menangkap kupu-kupu dengan kaki depannya membuatku tertawa geli. Meskipun ukurannya sangat besar, tetap saja kelakuan Goliath seperti kucing biasa. Sangat imut. Dari kejauhan aku juga melihat Raja William sedang berbicara dengan Ibu Ratu Agung di koridor depan istana. Sepertinya laki-laki itu sangat dekat dengan ibunya. Tiba-tiba angin berhembus kencang sekali. Aku mendengar suara guruh yang serupa dengan waktu aku berada di atas menara. Tak lama kemudian muncul seekor naga putih entah dari mana dan menyemburkan kobaran api dari mulutnya. Api dari mulut naga langsung mengenai tubuh Goliath, membuat kucing besar itu berlari meninggalkan Catherina. "Goliath!" Aku berteriak sangat kuat, tetapi Goliath langsung menerobos masuk ke hutan sambil mengaum. "Catherina, awas!" Sementara Catherina tampak tidak mau beranjak dari sisi danau biru. Padahal para pelayan sudah lari menyelamatkan diri entah kemana. "Yang Mulia!" "Yang Mulia, selamatkan Catherina!" Aku mencoba memanggil William berkali-kali, tetapi jarak kami sangat jauh hingga dia tidak mendengarku. Setelah naga menyemburkan api untuk kedua kalinya, baru William menyadari ada bahaya. William mengeluarkan pedangnya yang berkilau terkena sengatan matahari. Dia akan melawan seekor naga dengan pedang? Tidak sempat memikirkan nasib William, aku berlari ke arah Catherina untuk membawanya menjauh. Namun, sang naga yang sepertinya menyadari pergerakanku langsung menyemburkan apinya ke arah kami. Saat itu aku hanya berpikir untuk melindungi Catherina. Aku tetap memeluk erat tubuh gadis kecil itu, meskipun kobaran api menjilati pakaianku dan membuat semua menjadi gelap setelahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD