bc

THE HELL KINGDOM

book_age16+
893
FOLLOW
2.8K
READ
witch/wizard
king
bxg
humorous
another world
enimies to lovers
reckless
like
intro-logo
Blurb

Di malam pertama pernikahan, Naina mengalami kecelakaan misterius hingga jiwanya masuk ke tubuh seorang penyihir suci bernama Gwen Patricia Willson. Naina tiba-tiba dinobatkan sebagai Selir Agung oleh Raja William yang bermulut pedas demi sebuah tujuan rahasia.

Setelah mengetahui jati diri Gwen dan niat asli William, Naina membuat sebuah rencana untuk menggulingkan pemerintahan William. Namun, di tengah rencananya Naina dijebak dalam sebuah kasus percobaan pembunuhan.

Diasingkan ke sebuah desa nelayan, Naina diam-diam meneruskan rencananya dengan melakukan penyelidikan rahasia bersama bajak laut tampan—Austin Hendrey.

Setahun kemudian, Naina bertemu kembali dengan William yang diserang oleh ayah Gwen. Hal itu membuat Naina merasa harus memastikan kembali niat William menjadikannya sebagai Selir Agung. Setelah mengetahui rahasia kelam di balik semua masalah yang menimpanya, Naina berusaha mengembalikan keadaan seperti semula dan membantu William menyelamatkan Graceland meski dengan pengorbanan besar.

chap-preview
Free preview
Kerajaan Terkutuk
"Jangan biarkan siapa pun masuk ke sini, tanpa terkecuali." Suara siapa yang terdengar bengis dan menakutkan itu? "Baik, Tuan Duke." Siapa yang sedang berbicara di dekatku? Kelebat suara aneh terus saja terdengar sejak tadi, tetapi aku bahkan tidak sanggup membuka mata dan melihat apa yang terjadi. Suara-suara itu dalam bahasa asing, tetapi seolah-olah telingaku sudah sangat familiar mendengarnya. Mungkin Dion tertidur hingga lupa mematikan televisi. Kepala dan kelopak mataku rasanya berat sekali. Bahkan secuil memori pun tidak muncul saat aku mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Hal terakhir yang tersisa di benakku adalah saat aku selesai mandi, lalu semuanya menjadi gelap. Apa aku sudah melewati malam pertama dengan Dion? Bagaimana bisa seseorang melupakan momentum malam pertamanya seperti ini? "Tenanglah, Gwen. Mulai sekarang aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu." Kampret! Siapa yang menggenggam tanganku? Telapak tangannya agak kasar dan lumayan besar, jelas bukan milik Dion. Suaranya tegas seperti beberapa tokoh anime. Satu lagi, pria ini berbau melon. Ah, mungkin aku masih bermimpi. Barangkali sebuah mimpi tentang menjadi putri tidur yang dijenguk pangeran tampan. Sebentar, kenapa mimpiku segabut ini? Padahal aku bukan kaum rebahan. Alih-alih mimpi ini lebih mirip seperti kelumpuhan tidur, karena aku tidak bisa menggerakkan anggota tubuhku sama sekali. Bahasa kerennya ketindihan. "Tuan, ada yang datang." "Aku sudah katakan jangan biarkan siapa pun masuk." "Tapi, Tuan-" "Jangan membuatku mengulang kalimatku, Margot!" Dialog seperti itu terjadi lagi, sementara mataku tetap tidak bisa terbuka. Aku tidak yakin dialog begitu ada dalam dongeng Putri Tidur. Ayolah, jika ini mimpi setidaknya biarkan aku melihat mimpiku tentang apa. Suara berisik apa itu? Aku tidak tahu pasti suara apa yang memenuhi gendang telingaku sekarang. Seperti ada banyak suara guruh dan hentakan yang semakin mendekat. "Apa kau juga tidak mengizinkan aku masuk?" Benar dugaanku, ada orang lainnya lagi di tempat ini. Aroma musk yang menguar di penciumanku. Siapa pemilik suara dingin itu? "Ternyata Anda, Yang Mulia." "Aku dengar pasukan Belgoat sudah hampir sampai di perbatasan, tetapi kau terlihat sangat santai bersama selingkuhanmu di sini. Mungkin kau juga tidak akan peduli jika Graceland menjadi ladang abu." "Bukan begitu, Yang Mulia. Gwen-" "Aku tidak ingin mendengar alasan apa pun, Edmund. Penuhi tugasmu sebagai seorang Duke." "Baik, Yang Mulia." Percakapan itu mereda untuk beberapa menit. Aku sudah sadar sepenuhnya, tetapi masih tidak bisa membuka mata. "Aku yakin Edmund tidak akan kembali. Sekarang bangunkan dia." "Baik, Yang Mulia." Pria bersuara dingin itu masih di sini, tetapi dia sedang berbicara dengan seorang perempuan. Siapa? Seketika aku merasakan aura yang tidak biasa. Tubuhku menggigil panas dingin, peluh kasar juga terasa menetes dari jidatku. Bukan, aku bukan sedang ingin buang air besar. Ini sebuah perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan. Rasa sakit menjalar di seluruh tubuhku. Tiba-tiba sesak memenuhi rongga dadaku. Situasi ini tidak asing, seolah aku baru saja mengalaminya. Seakan menghadapi kematian. Sesaat kemudian, ada kilatan cahaya yang sangat menyilaukan hingga mataku terbelalak dengan napas terengah-engah. "Yang Mulia, warna bola mata gadis ini berubah menjadi hazel." "Aku tidak peduli, di mataku dia masih Gwen sekali pun warna bola matanya berubah." Apa ini? Aku terbangun, tetapi sepertinya tidak. Dan lagi, tempat apa ini? Terlihat jadul, tetapi tidak cocok disebut gubuk. Ruangannya terlalu besar, indah dan kokoh. Namun, gaya bangunannya terlalu kuno untuk disebut sebuah rumah. Sulit dipercaya aku berada di sebuah ruangan yang tidak memiliki satu pun furniture dari konsep desain interior modern. Tempat ini lebih terlihat seperti kastil klasik yang ada di drama-drama kerajaan. "Permainan yang sebenarnya baru saja dimulai," ucap seorang laki-laki yang membuatku sangat terkejut. Jadi dia sosok yang membuat keributan sejak tadi. Seorang laki-laki berperawakan tinggi dengan kulit putih pucat seperti porselen. Iris matanya kuning kehijauan, sebuah keanehan yang indah. Belum lagi rambut hitam panjang sebahu dan bibir merahnya itu, benar-benar tipeku. "Kau ... siapa?" tanyaku. Sejak kapan aku memiliki suara yang melengking begini? Sepertinya tenggorokanku agak bermasalah. Ucapanku juga aneh, kenapa tiba-tiba aku ikutan berbahasa seperti mereka? "Aku orang yang akan menghancurkan kehidupan perempuan licik sepertimu!" Lah, ngegas. Tidak jadi, aku tarik kembali pujian sebelumnya. Dia bukan tipeku sama sekali, tidak sopan! Jika ini mimpi, aku hanya perlu menampar wajah cukup keras untuk terbangun bukan? Setelah mengumpulkan sekuat tenaga, aku turun dari ranjang dan melayangkan tangan. Plak! Terdengar suara pekikan kecil dari perempuan yang sejak tadi hanya terdiam itu. "Beraninya kau!" sergah laki-laki yang baru saja kutampar. Maaf, aku tidak suka menampar wajah sendiri. Laki-laki tidak sopan itu jauh lebih cocok untuk dijadikan eksperimen. Namun, aku tetap tidak kembali ke alam sadar. Aku masih melihat wajah murka yang sangat menakutkan itu. Apa yang terjadi sebenarnya? "Kenapa, kenapa seperti ini?" Aku mulai panik. Sepertinya aku memang tidak bermimpi. Aku melihat laki-laki itu kembali, dia sudah tidak menunjukkan raut wajah yang ingin memakanku. Sebuah senyum sinis malah terbit dari sudut bibirnya. "Marahlah sepuasnya, karena besok kau tidak akan memiliki kesempatan seperti ini lagi." Dia mengusap kepalaku seperti hewan peliharaan, padahal aku bukan kucing atau anjing. "Apa maksudmu? Aku ada di mana? Kau menculikku? Aku tidak akan segan-segan melaporkanmu ke polisi. Jangan mentang-mentang good looking, kau bisa berbuat sesuka hatimu. Suamiku pasti tidak akan memaafkanmu!" Kesabaranku mulai habis, sebenarnya sudah kutahan dari tadi. Dia malah tertawa, mungkin menganggap remeh perkataanku. Aku tidak sedang bersama seorang psikopat, kan? "Kau bahkan tidak dinikahi oleh Edmund, tapi kau sangat tidak tahu malu menyebutnya suamimu." Dia bertolak pinggang, seperti menantang berkelahi. Tidak tahu saja dia bahwa aku jago dalam hal jambak-jambakan. Aku mengikuti postur tubuhnya yang bertolak pinggang, meski dia sekitar lima belas centimeter lebih tinggi dariku. "Sepertinya kejiwaanmu agak terganggu, ya. Siapa yang mengatakan bahwa aku ingin menikah dengan Edmund Edmund itu?" Tawa laki-laki sombong itu seketika berhenti, raut wajahnya berubah serius. Apa dia tersinggung dengan perkataanku? "Siapkan pakaian Nona Gwen untuk besok," katanya. Aku pikir perintah itu untukku, tetapi malah perempuan yang bersamanya tadi memberikan jawaban. "Baik, Yang Mulia." Mereka langsung keluar tanpa mengatakan apa pun, menyisakan hanya aku sendiri di ruangan asing ini. Bagaimanapun, dia orang pertama yang kulihat ketika membuka mata. Aku harus mencari cara untuk kembali dengan bertanya padanya. Tidak ada ide lain yang terlintas di pikiranku selain mengejarnya ke luar. Namun, sial! Pemandangan macam apa yang ada di depan mataku? Semuanya hanya kabut putih. Tidak ada pohon atau gedung lain, bahkan aku tidak melihat tanah dan matahari. Tempat ini seperti puncak dari sebuah menara. Sesaat kemudian suara seperti guruh menggema entah dari mana, diikuti bunyi pekikan kuat mirip sirine di laut. Burung? Bukan burung, tetapi itu seekor naga yang sedang terbang. Benar-benar naga. Bertubuh besar seperti biawak yang memiliki sayap. Tidak seekor juga, ada banyak naga yang terbang di depan mataku. Setelahnya, aku tidak ingat apa-apa lagi. Mustahil aku tetap sadar setelah menyaksikan semua kegilaan itu. °°°° Aku memekik keras ketika terbangun dan mendapati diriku masih di tempat menakutkan itu. Banyak sekali hal yang tidak bisa kucerna dengan akal sehat. "Selamat pagi, Nona Gwen." Entah sejak kapan pula wanita yang kemarin ada di dekatku, tetapi dia hanya sendiri hari ini. "Silakan pakai baju ini, Nona." Dia memberiku sebuah baju berwarna putih gading. Desainnya sangat unik, seperti gaun jaman kerajaan Victoria. Bawahan mengembang dengan detail tali kecil di depan membuat gaun itu sulit ditolak. Dan ugh! Ternyata sejak kemarin aku juga mengenakan gaun dengan model seperti itu. Hanya saja warna dan bentuknya agak berbeda, tidak terlalu memayung. "Ini ... untuk apa?" tanyaku sambil menerima gaun tersebut. "Ini harinya," kata wanita yang tampak paruh baya dengan tubuh agak berisi itu. "Hari apa? Aku tidak mengerti. Kenapa aku bisa berada di sini?" tanyaku lagi. "Sudah, Nona pakai saja dulu bajunya. Kemudian ikuti saya." Aku tidak punya banyak pilihan. Satu-satunya pikiran yang ada di kepalaku adalah mungkin wanita itu akan membawaku pulang. Jadi aku menurut saja mengenakan baju cantik yang dia berikan. Kegilaan terus saja terjadi. Sejak kapan aku mewarnai rambutku menjadi pirang? Kemana perginya kulit sawo matang yang aku cintai selama ini? Perempuan di dalam cermin itu memang aku, tetapi dalam versi yang lebih pucat seperti tidak berdarah. Cermin di ruangan itu sedang berbohong, atau aku yang sedang berhalusinasi? "Apa yang bisa saya bantu, Nona?" Perempuan itu mendekat lagi, aku mulai was-was dengan semuanya. "Tidak, tidak mengapa. Aku bisa sendiri." Baiklah, aku bisa menyelesaikan persoalan-persoalan itu nanti. Hal pertama yang harus kulakukan adalah keluar dari tempat terkutuk itu. Setelah berganti pakaian, aku mengikuti wanita itu keluar. Pemandangan yang kulihat masih saja sama dengan sebelumnya. Hanya ada kabut di sekeliling, seperti berada di atas awan. "Bagaimana cara keluar dari sini?" tanyaku kebingungan. Wanita itu hanya tersenyum, kemudian dia bersiul dengan telunjuk dan ibu jari yang diapitkan ke bibir sebanyak dua kali. Tiba-tiba seekor naga muncul tepat di depan mata kami, ukurannya tiga kali lebih besar dari sapi jantan dewasa. Bola matanya kuning dan memiliki iris panjang berwarna hitam. Kulitnya kasar, lebih kasar dari tekstur kulit biawak. "Kit-kita naik ini? Kau tidak bercanda, kan?" Aku mulai gemetar melihat asap keluar dari lubang hidung naga yang hampir sebesar buku tangan. "Kalau tidak mau naik, Nona bisa terjun dari sini." Bercandanya sangat tidak lucu. Sama saja dengan dia mengatakan "Naik atau mati saja sana." Mau tidak mau, aku memilih naik. Kapan lagi bisa naik naga? Aku akan menceritakan pengalaman gila ini pada Dion ketika sudah kembali. Pasti dia tidak percaya, begitu juga denganku. Sensasinya seperti naik ayunan di tengah jurang. Jantungku hampir saja berpindah ke usus dua belas jari. Berkali lipat lebih mendebarkan daripada permainan roller coaster. Ketika naga tersebut mulai terbang rendah, aku bisa melihat istana yang dikelilingi pepohonan, lembah dan gunung. Pemandangan di bawah sangat indah dan asri, seperti sebuah kerajaan di jaman kuno. Ternyata benar dugaanku, kemarin aku berada di puncak menara. Kami mendarat di sebuah lapangan luas. Ada begitu banyak orang di sana. Dan oh, laki-laki tidak sopan itu juga sedang melihatku dari tempat duduknya yang mewah. Otakku terus berusaha mencerna hal yang sedang aku alami sekarang. Mungkinkah aku tersesat di negeri dongeng? Hanya hipotesis itu yang terlintas di kepalaku setelah melihat gaya berpakaian ala kerajaan Victoria orang-orang di sini. "Ikuti saya, Nona." Wanita itu kembali memanggilku. Aku pun mengikutinya menuju sebuah tempat duduk yang berada di tengah-tengah lapangan. Menghadap beberapa orang yang sangat asing di mataku. Mereka duduk sejajar di atas panggung. Laki-laki tidak sopan itu berada di tengah, berhadapan langsung denganku. Saat itu rasanya aku seperti sedang akan dieksekusi mati saja. Ada banyak orang lainnya di sini, satu-satunya pradugaku adalah mereka itu kaum rakjel-rakyat jelata. Mereka tampak berbisik-bisik sambil memandangku. Bergosip di depan orangnya langsung itu sangat tidak sopan. "Penobatan akan segera dimulai!" Suara kuat seorang laki-laki berbaju merah yang berdiri di sudut panggung mengejutkanku. Semua orang seketika terdiam. Laki-laki tidak sopan itu bangun dari tempat duduk, membawa sebuah gulungan di tangannya. Hari ini pakaiannya tampak berbeda dari kemarin. Dia mengenakan baju hitam bergaris emas, serta celana putih dan sepatu hitam. Dia membuka gulungan itu dan menatapku. "Hari ini aku nobatkan Gwen Patricia Willson sebagai Selir Agung Graceland. Sebagai istriku, Gwen akan membantuku menjalankan tugas kerajaan seumur hidupnya." Orang-orang langsung bersorak dan bertepuk tangan. Dia tidak sedang berbicara tentang aku, bukan?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
122.9K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
148.4K
bc

Romantic Ghost

read
164.3K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
10.5K
bc

Time Travel Wedding

read
6.6K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
7.0K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
91.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook