Bab Tiga - Selamat bergabung Kanaya Danamik

1507 Words
Langkah pertamaku adalah menetukan perasaanku, bukan hanya karena aku mencintainya, tapi apakah dia juga mencintaiku? ***            Lamunan di wajah Keral dibuyarkan oleh kecupan manis yang ia dapatkan dari Nayla. “Kamu ditegur enggak nyahut, kenapa, capek banget ya?” tanyanya perhatian sekaligus prihatin.            Setelah makan bersama, Nayla dan Keral sama-sama menikmati makanan penutup, buah pear yang sudah Nayla potong kecil-kecil dan dikupas kulitnya menemani mereka yang sudah duduk di sofa depan televisi Nayla.            “Enggak capek sih, cuman ya gitu kerjaanku banyak,” jelas Keral, sebenarnya bukan hanya itu, Keral sungguh memikirkan masa depannya dengan Nayla saat ini, mengingat hatinya yang tiba-tiba goyah karena kedatangan orang dari masa lalunya, karena Keral juga menyadari ada sesuatu yang harus ia tepat dimasa lalunya, dan itu bersama dengan Kanaya, perempuan yang akan bekerja di perusahaannya.            Kalian percaya tidak, bahwa setelah bertemu dengan Kanaya tadi, fantasi liar Keral berkarja lebih cepat, mengingat dulu ia pernah suka dengan Kanaya, memang suka yang tak tersampaikan itu amat berbahaya ya? Contohnya seperti Keral ini, bekali-kali hati Keral mengatakan bahwa dirinya tak boleh memikirkan Kanaya, terlebih ada Nayla di sampingnya.            Tapi, kerja otak Keral malah selalu memikikan bagaimana caranya ia bisa menyatakan perasaannya dulu kepada perempuan itu tanpa menyakiti Nayla, tanpa membuat Nayla tahu apa yang terjadi antara dirinya dan Kanaya, bagaimana caranya ia bisa memeluk Kanaya lagi, bagaimana caranya ia bisa merasakan hangatnya tubuh Kanaya lagi, banyak, banyak sekali hal yang tidak baik yang dirancang oleh otak Keral sendiri.            Tidak ... tidak, harusnya Keral tetap teguh dengan Nayla, karena jujur, Naylah lah perempuan yang mau dengannya di saat Nayla dikejar banyak pria lain dulu, dulu tentunya Keral tak menyangka ia bisa sehebat ini sekarang, memiliki perusahaan yang berkembang, membangun usaha dari bawah, dan Nayla orang yang bersedia punggungnya Keral pinjam saat tak ada tempat untuk merebahkan kepala, hanya hangatnya peluk Nayla tempat paling nyaman di saat tempat lain terasa dingin bagi Keral, dan sekarang tak mungkin Keral melepas Nayla, hanya karena perempuan itu kan? Hanya karena masa lalunya datang, kan?            Rencana Keral untuk menikahi Nayla tahun depan tidak boleh gagal hanya karena Keral mempunyai perasaan penasaran dengan Kanaya, orang yang mungkin akan mengancam masa depannya dengan Nayla.            “Sayang,” lirihan pelan Nayla di depan wajah Keral membuat Keral kembali hadir di dunia fana ini, raganya yang berada di sana kembali dimasuki oleh jiwanya yang tadi sempat berkelana.            Tanpa pikir panjang melihat Nayla yang begitu imut di depannya membuat Keral langsung menangkup ke dua pipi perempuan itu, ia menggesek hidung Nayla dengan ujung hidungnya yang sama-sama mancung itu, membuat perempuan itu merasa sensasi geli yang selalu saja hadir tiap Keral melakukan adegan itu.            “Kamu balik aja, istirahat sana,” setelah mengucapkan itu, tahu-tahu Keral langsung menempelkan bibirnya kepada bibir merah mudanya Nayla, perempuan itu tidak menolak, ia bahkan terus membalas kecupan yang terasa manis itu.            “Baiklah kalau aku diusir,” jawab Keral akhirnya setelah melepaskan kecupannya, “aku pulang ya Nay, terima kasih capcaynya, enak,” puji sekaligus pamit Keral sambil membereskan barang-barangnya. “Aku sayang kamu,” katanya setelah Nayla mengecup pipinya yang mulus.            Melihat pintu apartemen Nayla yang sudah tertutup dan ia pastikan sudah terkunci, Keral menarik napas dalam-dalam, menyembunyikan rahasianya yang seumur hidupnya tak pernah ia pikirkan ia bisa setega ini kepada Nayla, yah benar, rahasia ini amat besar, dan harusnya Keral masih paham, bahwa hanya Nayla lah yang harus berada di sampingnya tidak boleh ada yang bisa menggeser tempat Nayla di sisinya, termasuk Kanaya, atau perempuan mana pun itu. ***            Kanaya kembali diundang di perusahaan Keral hari ini, setelah dua hari yang lalu ia melakukan hal yang bodoh, menerima pelukan Keral, laki-laki calon atasannya, apakah Kanaya sebodoh itu, harusnya Kanaya bisa menahan diri juga, tapi Keral, laki-laki itu pernah membuat Kanaya baik-baik saja saat Kanaya tengah terpuruk, membuat Kanaya ada sandaran saat seluruh orang meninggalkannya, membuat Kanaya bisa memeluk raga itu sekuat tenaga yang ia mau.            “Yang tabah,” kata Keral waktu itu, laki-laki itu bersama dengan adik juga ke dua orangtuanya datang kepemakaman Ibu dan adiknya Kanaya yang menjadi korban dari jatuhnya pesawat tiga hari sebelum pemakaman itu terjadi, dan setelah dilakukan pencaharian yang membuat Kanaya tak bisa tidur juga makan, belum lagi matanya yang membengkak karena terus menangis membuat Keral langsung memeluk tubuh munyil itu saat tangin Kanayakembali  pecah, melihat sang Ibu dan sang adik yang sudah disatukan dengan tanah.            “Sabar Kanaya, semua orang akan masuk ke sana, kita tinggal tunggu antriannya lagi,” kata Keral kala itu.            Hembusan napas kembali ditarik oleh Kanaya, mengingat kejadian enam tahun lalu itu amat menyakitkan, ditinggal oleh dua orang yang amat kita cintai sekaligus, membuat sendi serta tulang yang ada di tubuh Kanaya rasanya mati seketika.            Kanaya tersenyum saat memasuki ruangan HRD, kali ini interviewnya tak lagi dilakukan oleh si pemilik perusahaan ini, tapi dilakukan oleh HRD, Kanaya begitu amat bersyukur, lamarannya kali ini tak sia-sia saat sang HRD mengatakan bahwa dirinya diterima di perusahaan ini, ya ampun, binar mata Kanaya berubah dengan cepat kala itu, dari yang redup karena tengah mengingat Ibunya juga saudaranya, kini berubah menjadi berbinar, akhirnya setelah mendapatkan gelar S2-nya, Kanaya mendapatkan pekerjaan.            “Terima kasih Mbak,”ucap Kanaya setelah berdiri dari tempat duduknya.            “Besok mulai masuk ya Mbak,” setelah Mbak Nurul mengatakan beberapa berkas yang harus disiapkan dan dibawa Kanaya besok saat mulai memasuki hari pertamanya bekerja di perusahaan Keral.            Setelah Nurul dan dirinya berbincang sedikit mengenai beberapa berkas yang harus dilengkap Kanaya, mengenai berapa binifit dan apa saja fasilitas yang akan Kanaya dapatkan nanti.            “Besok masuk jam delapan tiga puluh ya Mbak Kanaya,” kata Mbak Nurul sebagai penutup dari interview kali ini, mengingatkan perempuan itu agar tidak sampai telat besok hari.            Saat keluar dari ruangan HRD, Kanaya melihat sekitar, jam di lingkaran tangannya baru menunjuk di angka sebelas, masih banyak waktu untuk menuju besok pagi.            “Kanaya,” suara panggilan yang berasal dari belakang tubuhnya membuat Kanaya memutar, pipi Kanaya tiba-tiba memanas saat melihat laki-laki yang kemarin memeluknya kini berjalan mengarah tempatnya berdiri.            Seharusnya sejak kemarin Kanaya harus sadar diri, ia akan berada di perusahaan Keral, mungkin saja ia akan bertemu dengan Keral setiap hari, paling tidak mungkin ia akan bertemu empat hari dalam tujuh hari dengan laki-laki itu.            “Ngapain di sini?” tanya Keral saat baru saja sampai di hadapan perempuan itu.            Tadi malam saat pulang dari apartemen Nayla, Keral sudah memutuskan semuanya, ia dan Kanaya hanya dua orang dari masa lalu yang kembali bertemu, Keral sudah menyadari bahwa dirinya memilih Nayla sepenuhnya, Keral harus tetap berada di sisi Nayla, sekuat apa pun cobaan itu datang.            “Interview, ke dua Pak Bos,” jawab Kanaya dangan suara jenaka agar suasana yang ada tidak terlalu terasa tegang. Kanaya hanya mencoba menghilangkan kecangungan yang ada di hatinya, jujur, ia tak menyangka atasannya sekarang dalah Keral, orang di masa lalu Kanaya.            “Diterima?” tanya Keral lagi, ke dua tanganya ia masukan ke dalam saku celananya, berusia dua puluh delapan tahun dengan memakai jas juga menjadi seorang CEO tentu membuat ketampanan Keral bertambah berkali-kali lipat.            Tawa Kanaya hampir saja pecah, saat ini ia dan Keral masih bediri di parkiran, Kanaya melangkah mendekat ke arah Keral membuat mata Keral mengerjap tanpa disangka. “Aku pikir, pegawaimu tidak mungkin menerimaku, kalau tidak ada perintah dari atasannya,” ucap Kanaya pelan sambil tersenyum manis.            Damn it! Sialan, kenapa bibir yang diolesi dengan perwarna merah itu malah membuat Keral tidak mendengarkan apa yang dikatakan Kanaya tadi, matanya hanya berfokus ke benda yang membuat napas Keral rasanya sesak, sialan, ini kenapa? Keral kenapa?            “Bukan begitu, Bapak Keral Saradeo?” tanya Kanaya saat Keral masih diam saja.            Tentu, bertemu dengan Keral yang sekarang membuat Kanaya menjadi bingung, dia tidak bisa mengelek ada perasaan bahagia yang hadir saat ia bertemu dengan Keral lagi, bertemu dengan orang yang dulu sempat membuat dirinya bahagia, bertemu dengan orang yang membuatnya merasa tenang disaat dunia benar-benar menghancurkannya.            Perempuan dengan usia dua puluh delapan tahun, tentu ayah Kanaya sudah kerap kali menegur anak pertamanya dari istri pertamannya itu untuk menikah, tapi Kanaya yang masih bingung menentukan jalan hidupnya pun masih saja menolak permintaan Ayahnya itu, mengatakan kalau ia pasti akan bertemu dengan jodohnya cepat atau lambat.            Tak menutup kemungkinan kan, bahwa Kanaya bisa jatuh hati, dan menjadi istrinya Keral?            “Ya benar,” jawab Keral seadanya, setelah melamun, memandang sesuatu yang ingin sekali Keral rasakan saat ini.            Tentu, dengan senang hati Keral akan mengatakan bahwa ia menerima lamaran pekerjaan dari Kanaya, lagi pula dari Cv-nya Kanaya, perempuan itu terlihat cukup berkompeten terhadap lowongan yang ada di perusahaannya, lagi pula, tak ada salahnya kan Keral memberi pekerjaan itu kepada Kanaya?            “Yasudah, aku pamit Keral, eh Pak Kerak,” kata Kanaya kembali disertai tawanya.            Kenapa sekali lagi tawa itu malah membuat senyum Keral ikut terbit, tawa yang diberikan oleh Kanaya seketika membuat perasaan bahagia yang ada di hati Keral meletup-letup, kenapa malah senyum itu yang sekarang mendadak menjadi hal yang ingin Keral lihat terus-menerus.            “Mau makan bareng dulu enggak?” tanya Keral memegang sebelah tangan Kanaya yang membuat Kanaya kembali menatap laki-laki itu sebelum dia benar-benar pegi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD