Merpati Putih

1307 Words

Terik matahari terasa menyengat. Dahaga terasa di ujung tenggorokkan. Kuncup bunga layu dilahap sang surya. Begitu mencubit. Seolah alam memberitahu bahwa manusia tak dapat mengalahkan sang pencipta. Sepintar apapun dirinya. Keringat bagai bulir air yang jatuh dari stalaktit. Tak berhenti walau berulang kali Ziya berusaha mengontrol degub jantung yang memicu air asin itu luruh. Genderang telah ditabuh. Dia telah menunjukkan jati diri yang sempat Ziya abaikan tadi. Ziya menyilangkan kaki. Mengambil gelas porselin dan memangkunya. Setenang mungkin. Sehalus mungkin. Jika tidak. Predator berkedok manusia ini akan menerkamnya tanpa ampun. Sukar diakui. Tapi inilah saat ketenangannya diuji. "Dari mana kau mendengar?" tanya Ziya. Seingatnya tak ada satupun surat yang keluar untuk mengabari

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD