"Hatimu memutuskan siapa yang bisa kau cintai tapi sifatmu menentukan seberapa lama dia bisa mencintaimu."
Florenza
Hampir dua minggu aku menjalani perawatan di rumah. Rasanya sudah berbulan-bulan aku terkurung di kamar ini. Puluhan buku roman sampai horor sudah aku lalap habis untuk menemani kesepianku. Zeroun tak memberiku akses sama sekali untuk melihat dunia luar walaupun hanya melalui gadget. Aku merindukan ayah dan ibuku, juga Mbak Ririe. Aku merasa sedikit terhibur dengan kehadiran Tante Pricil yang datang hampir tiap hari untuk melihat keadaanku.
Hari ini dokter yang merawatku sudah menyatakan aku sehat. Trauma akibat jatuh dari tangga sudah membaik dan keadaan bayi dalam kandunganku pun sehat. Sangat menyebalkan memikirkan bayi ini. Aku tidak tahu aku jadi seegois ini dengan membenci bayiku sendiri. Aku menyalahkan bayi ini karena sudah bertumbuh dalam rahimku. Bayi ini yang membuat penderitaanku semakin parah. Karenanya aku harus menikah dengan si berengsek Zeroun.
Decit suara pintu terbuka, dengan langkah angkuhnya ia berjalan mendekat padaku. Pertama kalinya dalam dua minggu terakhir ini aku melihat wajah congkaknya. Wajah yang selalu mengaduk-aduk isi perutku dan membuat kepalaku panas.
"Aku mau kau ikut denganku malam ini," tuturnya.
Aku memalingkan wajah, tidak mau menanggapi ucapannya. Mulutku membuat pertahanan untuk tidak melepas satu kata pun yang sudah terhimpun di otakku. Aku membisu.
"Jam 07:00 nanti kau harus sudah siap. Jangan sampai aku menyeretmu ke luar dari kamar ini nanti!" Ia berbalik lalu pergi.
Ya Tuhan, harus seperti inikah ia memperlakukanku? Aku tidak mau menangis. Tidak mau!!! Aku menyapu air mata yang lolos begitu saja membasahi pipiku dengan punggung tangan. Sekuat apa pun aku menahannya, air mata ini terus mengalir tak terbendung.
Mengenakan dress hitam di atas lutut dengan outer long cardigan berwarna krem, Aku mengikuti ke mana Zeroun membawaku. Kami berjalan berdampingan tanpa bergandengan menuju sebuah ballroom hotel. Masih bertanya dalam hati, untuk apa Zeroun membawaku ke sini?
Ternyata, saat ini sedang di adakan acara pembukaan kantor cabang baru perusahaan yang dipimpin Zeroun. Acara ini begitu ramai. Hampir seluruh petinggi kota dan beberapa artis ternama terlihat berseliweran di sini.
"Pak Zeroun sudah datang. Ini note untuk Bapak memberi sambutan nanti." Seorang wanita yang bisa dibilang cantik dengan gaun hijau ketat yang memperlihatkan lekuk tubuh seksinya, mendekat pada Zeroun dan memberikan secarik kertas.
Zeroun melempar senyum manisnya pada wanita itu. "Terima kasih, Letty."
Wanita itu terlihat sangat akrab dengan Zeroun. Terlihat dari gesture-nya saat ia berbicara dengan Zeroun. Aku tidak peduli. Bahkan ketika Zeroun meninggalkanku yang masih mematung tanpa kata, aku merasa perasaanku biasa saja. Hanya saja dadaku sedikit sesak saat tangan wanita mengait ke tangan Zeroun dan Zeroun sepertinya senang berjalan bergandengan dengannya menuju podium.
Aku tidak sakit hati. Aku hanya merasa tidak dihargai. Zeroun membawaku ke sini hanya untuk menunjukkan kesuperiorannya. Dasar berengsek! Aku mencoba meredakan sesak di dadaku dengan mencari tempat duduk. Aku menemukan kursi jamuan kosong di deretan paling belakang. Aku ingin menghindari hiruk pikuk karena butuh sedikit ketenangan. Hampir setengah jam aku hanya duduk sendiri. Beberapa mata yang mengenalku hanya melirik tanpa menyapa. Aku maklum. Sebelum ini, skandalku dengan Zeroun telah menambatkan aku sebagai wanita b***t, istri tukang selingkuh.
"Hei, bengong saja," sapa seseorang.
Aku mengangkat wajahku dan aku menemukan seorang yang tak kalah berengseknya dengan Zeroun, Kenzo. Aku hanya membalas sapaannya dengan senyuman tipis.
"Mau minum?"
belum sempat aku menjawab, ia kembali berucap, "Aku ambilkan, ya."
Whatever! Aku tidak ingin minum apa pun. Aku tidak mendengar basa basi busuknya. Aku tidak ingin berada di sini.
Kenzo kembali dengan dua gelas minuman di tangannya. Ia meletakan kedua gelas itu di meja, satu di depanku, dan satu lagi di depannya. Kami duduk berseberangan.
"Ini cocktail non alcohol. Aman untuk ibu hamil," jelasnya.
"Terima kasih."
Aku menatap Kenzo sekilas lalu meluruskan pandanganku ke podium. Aku melihat Zeroun sedang berpidato di sana. Aku tidak terlalu konsen pada kata-kata yang Zeroun ucapkan. Zeroun sudah mendapat yang ia mau, aku melihat kekuasaannya di sini. Hatiku tersayat dengan semua itu. Zeroun hanya ingin menunjukkan power-nya dan ia berhasil. Ia berhasil menghinaku secara tidak langsung. Ia mengabaikanku di sini dan memilih bergandengan tangan dengan wanita yang ia panggil Letty. Good job, man! You make me down in the dumps.
"Kau mau berjalan-jalan di luar? Kelihatannya kau sangat bete." Kenzo menawarkan sesuatu yang aku butuhkan.
Tanpa aling-aling aku langsung menyambut tawaran Kenzo. "Iya. Aku mau."
"Tidak." Suara yang sangat kukenal itu menyela pembicaraan kami.
Si berengsek itu sudah berdiri di belakang Kenzo. Ia menatapku penuh selidik seolah aku dan Kenzo sudah merencanakan suatu kejahatan.
Kenzo memutar posisi duduknya lalu tersenyum kaku pada si berengsek itu. "Elo, Ze. Cepet amat ngasih sambutannya."
"Kalau kelamaan nanti ada pagar makan tanaman," tukas Zeroun.
Kenzo berdecak kesal. "Damn you, Ze!"
Zeroun melangkah melintasi Kenzo lalu menarik tanganku kasar. "Kita pulang!"
Aku berpaling ke arah Kenzo dan menatapnya penuh kata maaf. Yang aku tahu, Kenzo memang tidak berbeda dari Zeroun tapi setidaknya ia bermaksud baik padaku di saat Zeroun memperlakukan aku seolah aku tak berharga dan tak terlihat.
.
.
"Ken hanya bermaksud baik padaku," cetusku memecah kesunyian.
"Sejak kapan Kenzo punya niat baik sama cewek kalau dia tidak ingin menidurinya?" Zeroun membalasku dengan nada skeptis.
"Setidaknya ia berkata dan memperlakukanku dengan baik meskipun hanya pura-pura." Aku berbalik, kemudian mengayunkan langkahku menuju tangga.
Zeroun mencekal lenganku. Sial! cekalannya membuat darah di lenganku berhenti mengalir. Aku meringis menahan sakit.
"Baru beberapa menit berbicara dengannya, kaupikir kau sudah mengenalnya?" Aku mendengar nada geram dalam ucapan Zeroun.
Aku berusaha menepis cekalan Zeroun. Ya tuhan, rasanya tulang lenganku akan remuk beberapa saat lagi jika si berengsek itu tidak melepas cekalannya.
Auw! Aku mengerang dan menangis. Aku tidak bisa menahan rasa sakitnya lagi. "Ze, lepasin!"
"Selama kau masih menjadi istriku, aku tidak akan membiarkanmu dekat dengannya atau lelaki mana pun! Kau akan tahu akibatnya jika kau melakukan hal bodoh!" Ia mencengkeram lenganku lebih kencang.
"Berengsek kau, Ze! Lepasin aku!!!" Aku meronta dan akhirnya Zeroun melepaskan cekalannya dari lenganku.
Aku memeluk diriku sendiri menahan sakit di lenganku. "Sialan kau, Ze! Semua ancamanmu tidak akan berguna jika aku mati!”
=====
Alice Gio