Disiplin

1371 Words
Villia masuk ke gedung kantor dengan helaan napas halus, hari ini ia akan berani dan tidak akan lagi berlindung pada Dave, ia akan berbicara kepada Amrie tentang semuanya. Amrie harus berhenti mengganggunya. Karena Amrie, sudah memiliki seseorang yang dapat memberikannya kebahagaiaan, sedangkan ia hanya lah beban yang tidak akan pernah bisa membuat Amrie bertahan atas kemauan Villia. Dalam sebuah hubungan, komitmen memang hal yang sangat pentintg, Amrie sudah melanggar komitmen ityu dan Villia tidak memiliki rencana masa depan lagi dengan Amrie. Karena pria itu telah menghancurkan kepercayaaannya. Villia melihat kanan kiri, namun ia tidak menemukan Amrie, Villia lalu melihat sosok itu yang sedang menggoda wanita. Villa menggelengkan kepala, benar-benar pria yang selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan. Villa melangkah dan menghampiri Amrie, gadis itu berdeham, membuat Amrie berbalik dan melihat Villia. “Villia? Akhirnya kamu menghampiriku,” kata Amrie dengan sudut bibir terangkat. “Kamu punya urusan denganku, ‘kan? Ayo bicara,” kata Villia. “Kamu cemburu?” tanya Amrie. “Cemburu? Jangan salah sangka,” geleng Villia. Amrie memang pria yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, semua wanita mungkin bisa tergila-gila padanya apalagi memiliki pekerjaan yang tetap, memiliki kehidupan yang di atas sederhana. Jadi, siapa yang tak menginginkan Amrie? Hanya saja, sikap Amrie yang selalu menggoda wanita membuat Villia mulai bosan dengan hubungan seperti itu. Villia dan Amrie duduk berhadapan di salah satu cafe dekat kantor. Villia menyesap kopi yang sudah Amrie pesan untuknya. Amrie memang tahu apa yang ia sukai dan tidak sukai, hal itu lah yang membuat Villia jatuh cinta kepada sosok itu tanpa berpikir sebelumnya. Sikap Amrie yang menyenangkan, romantis dan tidak pernah marah, membuat Villia terbuai, kasih sayang yang ditunjukkan Amrie juga tidak main-main, Villia sampai berkali-kali jatuh pada yang namanya cinta. "Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Villia. "Aku tidak mau putus denganmu." "Apa? Setelah menyakitiku dan berselingkuh didepanku. Kamu tidak mau putus?" "Itu hanya lah sikap yang spontan saja. Aku tidak benar-benar berselingkuh." "Amrie, aku tidak mau melanjutkan hubungan kita. Aku tidak mau dan akan selalu itu jawabannya. Jadi, aku mohon jangan menggangguku. Kamu sudah memiliki segalanya, itu akan menjadi sesuatu yang tidak akan pernah bisa aku berikan. Wajah wanita diluar sana pun sangat cantik. Tak ada apa-apanya dibandingkan aku." "Aku tidak bisa hidup tanpa kamu. Aku maunya kamu dan akan selalu kamu.” Villia menghela napas panjang dan disisi lain seorang pria sedang menatap keduanya, pria itu adalah Dave, pria yang kemarin menyelamatkannya. Dave menggelengkan kepala dan kembali melanjutkan langkah kakinya memasuki gedung kantor, ia tidak boleh terpengaruh oleh Villia. Kemarin, sudah cukup ikut campur pada urusan orang lain. “Dave,” panggil Clarisa yang baru keluar dari mobil. “Pagi, Clarisa,” jawab Dave. “Kamu membeli kopi dan tidak membelikanku?” geleng Clarisa. “Aku tahu kamu tidak suka kopi, jadi aku tidak akan membelikanmu.” Clarisa tertawa dan menganggukkan kepala. “Kamu memang banyak mengetahui tentangku.” Dave dan Clarisa lalu melangkah dan berjalan berdampingan. “Dave,” ucap Clarisa. “Hem?” “Kenapa kemarin kamu ikut campur urusan karyawan baru dan Amrie? Aku mencari tahu tentang mereka. Dan ... Mereka sepasang kekasih.” Dave menganggukkan kepala. “Aku juga mencari tahu tentang mereka.” “Lalu kenapa kamu ikut campur urusan mereka?” Dave menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu berkata, “Dia hanya meminta tolong padaku.” “Apakah kamu masih mau ikut campur?” tanya Clarisa. “Aku tidak akan melakukan itu lagi.” “Baiklah. Aku percaya kepadamu. Ada baiknya tutup mata dan telinga agar terhindar dari masalah,” kata Clarisa. Dave menganggukkan kepala. “Aku masuk dulu,” kata Clarisa, membuat Dave menganggukkan kepala. “Oh iya.” Clarisa menghampiri Dave dan memperbaiki kemeja pria itu didepan semua orang. Clarisa hanya ingin menunjukkan bahwa Dave adalah miliknya dan tidak seorang pun akan merebutnya. “Sudah rapi,” kata Clarisa lalu tersenyum melihat penampilan Dave. “Kamu memang tidak pernah mengecewakan. Kamu tampan seperti biasanya.” Dave tersenyum. “Ya sudah. Masuk ke ruanganmu.” Clarisa menganggukkan kepala dan masuk ke ruangannya. Clarisa terlihat cantik sekali mengenakan setelan jas. Clarisa menghela napas panjang dan duduk di kursi kerjanya. Ia sempat tak tidur beberapa jam semalam, karena memikirkan Dave yang membawa Villia pergi. Dave duduk di kursi kerjanya dan menoleh melihat kursi kerja Villia yang masih kosong dan sesaat kemudian, Villia datang dengan secangkir kopi ditangannya. Dave memalingkan wajah dan menyalakan layar monitornya. “Ini untuk, Tuan,” kata Villia memberikan secangkir kopi itu untuk Dave. “Untukmu saja,” kata Dave. “Tuan belum minum apa pun, ‘kan? Saya percaya bahwa pagi akan indah dan akan manis semanis kopi ini.” Satu tangan Dave membuang kopi yang ia beli, tanpa disadari oleh Villia. “Baiklah, sini,” kata Dave lalu mengambil cangkir itu dan menyesapnya. Villia tersenyum dan menganggukkan kepala. “Apa yang harus saya kerjakan pagi ini?” tanya Villia. “Apa kamu tidak lihat didepanmu? Foto copy semua itu sebanyak 12 rangkap.” Villia sampai tidak menyadari satu hal, bahwa dokumen yang akan mengawali paginya ada didepannya saat ini, sampai ia berpikir paginya akan indah. Villia menoleh dan menatap wajah Dave, pria yang terlihat menawan bahkan terlihat dari samping. Villia bangkit dari duduknya dengan helaan napas halus, ia mengambil seluruh dokumen yang sudah disiapkan Dave, lalu ia melangkah memasuki ruang fotp copy, biasanya dokumen ini akan dibagikan ketika rapat nanti. Villia menghela napas panjang dan mulai mencopy seluruh dokumen yang telah di suruh Dave. Sesaat kemudian, ponsel Dave berdetar, Dave melihat pesan dari Clarisa, Dave lalu bangkit dari duduknya dan melangkah menuju ruangan Clarisa. Sampai di ruangan Clarisa, dua kotak makanan di atas meja. Clarisa sudah menunggu. “Ayo duduk,” kata Clarisa. Dave lalu duduk dihadapan temannya. “Ada apa?” “Kamu pasti belum sarapan, ‘kan? Aku sudah membawa dua kotak makan dari rumah.” Dave menghela napas panjang. “Clarisa, ini jam kerja. Kamu tahu kalau aku itu tidak suka makan di dalam jam kerja. Dan, semua orang pasti akan salah paham.” “Kamu memarahiku?” “Tidak. Aku hanya ingin mengatakan itu kepadamu.” “Aku hanya berniat baik agar kamu tidak kehilangan keseimbangan karena tidak makan. Memulai pekerjaan dengan perut kenyang, itu akan memudahkanmu. Dan, sudah lah mengkonsumsi kopi. Itu tidak baik.” Dave bangkit dari duduknya. “Ini belum jam makan siang. Aku akan kembali bekerja.” Dave melangkah dan meninggalkan ruangan Clarisa. Clarisa menghentak kakinya, ia tidak pernah bisa membuat Dave menatapnya. Ya Clarisa tahu bahwa Dave pria yang disiplin, Dave tidak akan pernah membahas masalah pribadi di jam kerja, begitu pun untuk sekedar makan. Clarisa menghela napas panjang dan menutup kembali tutupan rantang, ia melihat Dave yang kembali duduk di kursi kerjanya, karena ruangan Clarisa hanya di pisahkan dinding kaca, jadi apa yang terjadi diluar dan didalam jelas dilihat Clarisa dan orang-orang kantor. Dave kembali menelusuri setiap pekerjaan yang harus ia kerjakan. Dave mendongak dan menatap ruangan dimana Villia berada, Villia tengah bekerja dan menunggu beberapa lembar yang sedang di copy, gadis itu terlihat menarik dan sederhana, namun Dave tidak melihat itu dari Villia. Ia tidak pernah tertarik pada siapa pun. Dave menghela napas panjang dan menggelengkan kepala, ia kembali mengerjakan pekerjaannya, lalu sesaat kemudian seorang wanita berambut merah menghampirinya. “Tuan, ini laporan yang Anda minta,” kata seorang wanita bernama Mitrina. “Simpan saja disitu,” jawab Dave. Mitrina lalu menaruh kotak makanan di atas meja Dave membuat pria itu mendongak. “Tuan, saya membuat sesuatu untuk Anda. Semoga Anda menerimanya.” “Saya sudah mengatakan kalau saya—“ “Tuan, please. Terima saja kali ini,” lirih Mitrina. Dave menghela napas halus, dan berkata, “Ya sudah taruh saja disitu.” “Silahkan menikmatinya, Tuan,” ucap Mitrina tersenyum menatap wajah Dave. Ketampanan pria itu di atas rata-rata. Namun, pria itu tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada lawan jenis, bahkan rumor mengatakan bahwa Dave adalah homo, tapi ia tidak menanggapi rumor itu dan membiarkannya berlalu. Mitrina menjulurkan lidahnya dan tertawa melihat teman-temannya, ia berhasil membuat Dave menerima sesuatu darinya. “Apa yang kamu katakan sampai Tuan Dave mau menerima pemberianmu itu?” tanya Andina—salah satu karyawan yang bekerja dibawah Clarisa juga Dave. “Aku tidak mengatakan apa pun, Tuan langsung menyuruhku menaruhnya di situ,” jawab Mitrina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD