Pria Aneh

1203 Words
Mobil Claire yang berjalan melewati beberapa pohon, dna bukit akhirnya sampai di sebuah desa terpencil. Para penduduk yang melihat mobil itu langsung menyambut mereka dengan sangat antusias. Rose tersenyum hangat sambil keluar mobil. Rangkai bunga berbetuk lingkaran ditaruh di kepalanya tanda penyambutan, begitu pula dengan Claire. Para penduduk terlihat sennag dengan kedatangan mereka. Salah satu penduduk desa mengajak mereka pergi ke suatu tempat yang tak jauh dari mobil berhenti. Dan yang lainnya melakukan aktivitas masing-masing setelah penyambutan itu. “Aku harap kalian tak kecewa dnegan penyambutan sedernaha.” Pria itu berjalan beriringan dengan mereka berdua. “Itu sudah lebih dari cukup. Aku senang mereka sangat antusia.” Claire tersenyum manis dan terus menatap pria yang lumayan tampan menurutnya. “Jadi, siapa namamu?” Inilah Claire selalu blak-blakan tanpa persiapan. Sementara Rose mencubit lengannya dengan keras sambil berbisik. “Jaga tingkah lakumu, Claire. Jangan membuat nama universitas kita malu.” Rose tersenyum ketika pria itu menatap ke arahnya. “Aku hanya ingin tahu namanya saja.” Claire melepas cubitan itu dnegan paksa. “Apakah kalian bertengkar? Sepertinya kalian sedang berdebat.” Pria tahu apa yang mereka bicarakan. “Tidak!” jawab kedua gadis itu serentak. Pria itu mengangguk, “Namaku, Josh Winer. Kalian bisa memanggilku Josh.” “Aku Clair, dan ini sahabatku, Rose.” Lihatlah Claire tersenyum dnegan lebar membuat Rose memutar bola matanya jengah. “Aku akan membawa kalian langsung ke penampungan. Aku harap, kalian tidak keberatan.” “Tentu saja tidak,” jawab Claire dengan cepat. Mereka bertiga berjalan bersama, dan sampailah ke penampungan yang dimaksud. “Kebanyakan mereka adalah anjing liar. Kami sebagai penduduk desa berusaha menjinakkan mereka. Kalian boleh berinteraksi, tapi berhati-hatilah sebab mereka sedikit buas.” Josh membuka pintu pagar besi tua, lalu mengajak mereka masuk ke sebuah rumah yang cukup besar. Mata Rose memandang ke arah patung berbentuk anjing di tengah halaman. Josh tersenyum melihat kewaspadaan gadis itu. “Aku tak bisa menghancurkan patung itu, karena aku bukan pemiliknya. “So, siapa pemilik rumah ini?” Claire menatap keseluruh penjuru arah, sedikit merinding karena hawa aneh yang menerpa kulitnya. Rose pun juga merasakan hal yang sama. “Pemiliknya sudah meninggal. Makanya tempat ini dijadikan penamoungan anjing. Bukankah kalian sudah membaca artikelnya?” Josh menggiring mereka melewati taman langsung menuju ke halam belakang. Terdengan suara gonggongan anjing beberapa kali. “Meskipun kalian hanya penelitian biasa, tapi kalian harus menginap di sini semalam.” Perkataan itu bagaikan hantaman petir di siang bolong bagi mereka berdua. Rosse langsung diam, tak berjalan lagi. “Apakah kita harus menginap?” tanya Claire memastikan lagi. “Tentu saja, memangnya ada apa?” Josh menatap ke arah Rose yang masih berdiam diri. “Apakah kau baik-baik saja, Ros?” Rose menggeleng dengan cepat, “Sepertinya, aku tak bisa menginap disini. Victor bisa menghukumku.” Meskipun tak sopan, gadis itu berbalik arah keluar dari kediaman aneh tersebut. Claire berteriak memanggil nama Rose berulang kali, tapi gadis itu tetap melangkahkan kakinya dengan cepat. “Jika aku menginap, pasti Victor akan marah besar.” Ia menatap ke arah matahari yang sudah mulai meninggi. “Aku tak mengira kalau perjalan yang tidak begitu jaub harus memakan waktu lama.” “Rose!” teriak Clair dnegan keras, dan akhirnya Rose berhenti juga. “Kenapa kau tiba-tiba pergi begitu saja? Aku jadi merasa tak enak dengan Josh.” “Aku tak bisa menginap, Claire. Victor bisa menghukumku.” “Aku tahu, tapi setidaknya kita bicara dulu dnegan Josh, Ros.” Claire menoleh ke belakang-mendapati Josh yang tersenyum kepadanya. “Dia baik, aku jadi tak tega. Bagaimana kalau aku saja yang menginap.” Sungguh, pria seksi seperti Josh harus dianggurkan, Claire tak akan rela tentunya. “Terserah, tapi aku harus pulang.” Rose melangkahkan kakinya kembali untuk keluar gerbang, diikuti dengan Claire yang berlari dari belakang. “Bisakah kalian beristirahat dulu, kita bicarakan baik-baik,” sela Josh tiba-tiba sudah berada tak jauh dari kedua gadis itu. Mereka tersentak kaget, dan saling pandang satu sama lain. “Tidak perlu. Kami akan pulang.” Rose menyeret lengan Claire supaya segera menjauh dari tempat itu. “Aku harap kau menerima permintaan baikku, Ros.” Josh masih kukuh membujuk mereka berdua. “Hanya minum teh!” seru Claire antusias, tapi tidak dengan Rose yang merasa tak nyaman dengan segala situasi di rumah itu. “Aku tak mau, Claire. Kita harus segera pergi dari tempat ini,” bisik Rose sambil menatap Josh yang masih tersenyum. “Minum teh saja, Ros. Aku mohon....” Claire menyeret lengan Rose dnegan paksa agar masuk kembali ke dalam rumah itu. “Terimakasih sudah mau menerima undanganku.” Josh terlihat senang. “Kalian duduklah disini, aku akan menyiapkan tehnya.” Setelah Josh pergi, Rose menatap ke penjuru arah. Aura hitam pekat keluar begitu saja, dna kabut pun mulai uncul. Gadis itu merasa cemas luar biasa, takut kalau terjadi sesuatu. Dan lihat Claire yang sama sekali tidak menyadari kejanggalan tentang rumah ini. “Claire, sebaiknya kita pergi sekarang.” Rose bangkit drai tempat duduknya, tapi dicegah oleh Claire. “Hanya sebentar, Ros.” Gadis itu tetap kukuh dengan pendiriannya. Tak lama kemudian, Josh datang membawa nampan berisi tiga cangkir. Mau tak mau, Rose duduk karena pria itu sudah tiba. “Minumlah selagi hangat.” Josh menaruh cangkir teh di depan mereka satu persatu, kemudian ikut duduk. “Maafkan aku, karena aku memaksa kalian untuk menginap.” Josh merasa bersalah dengan permintaannya. “Tidak apa-apa. Jika Rose tak mau, aku mau menginap.” Calir tersenyum memenatap Josh dengan penuh kekaguman. ‘Claire seperti terhipnotis,’ batin Rose menoleh ke arah gadis itu. Biasanya, Calire tak mudah terpesona oleh banyak pria. Kalau dilihat-lihat, tak ada yang spesial dari Josh, tapi kenapa sahabatnya seperti tergils-gila? “Silahkan diminum.” Josh menyesap cangkir teh yang dipegang, begitupula denga Claire, tapi tidak dengan Rose yang masih berdiam diri. “kenapa kau tak minum tehnya, Ros?” Rose tersentak kaget, lalu menggeleng lemah, “Karena aku tak suka teh.” “Maafkan aku, seharusnya kau bilang kalau tak suka teh.” Josh hendak bangkit lagi, tapi di cegah oleh Rose. “Tak apa, aku akan memilih jalan-jalan. Kalian berdua berbincanglah.” Rose bangkit begitu saja meninggalkan Claire yang masih tersenyum. Sedangkan Josh menatap gadis itu dengan pandangan sulit diartikan. Setelah sedikit menjauh dari mereka berdua, Claire duduk di bebatuan. Firasatnya tak pernah salah sedikitpun. Dan ia ingin sekali pergi dari tempat itu. “Jelas sekali kalau dia bukan manusia.” Rose merasakan aura aneh di sekitarnya, dan ia hendka berbalik lagi tapi tangannya di cekal oleh seseorang sampai gadis itu menoleh dan terkejut seketika melihat seseornag yang dikenalnya. “Kau!” tunjuk Rose tak percaya dengan mulut terbuka sedikit. Tangannya pun tanpa peringatan mengusap mata berulang kali. “Bagaimana bisa kau ada di sini?” tanya gadis itu kepada ornag yang sednag memegang tangannya. “Apakah kau mengenalku? Sepertinya ini pertemuan pertama kita. Tidak mungkin kau mengenal diriku.” Pria itu menatap Rose dengan seksama, dan benar bahwa ia tak mengenalnya. ‘Jika Victor tahu, pasti dia langsung bersorak!” teriak Rose di dalam hati sambil tersenyum. Melihat gadis itu tersenyum membuatnya bak patung hidup, karena merasa senyum itu seperti senyum seorang malaikat. ‘Sial! Darimana siluman itu melihat bunga secantik gadis ini?’ batinnya sedikit kesal. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD