BAB 17. Dion

1195 Words
Bapaknya masih ada di minimarket itu. Jadi Hanna tak bisa melepaskan pelukannya kepada Vino. Untung statusnya itu sebagai ibu hamil muda, Dimata mamanya Vino. Jadi pusing bisa dijadikan alasan. “Ini pusingnya gak hilang-hilang?” “Mau sampai kapan seperti ini?” Vino bertanya pada Hanan yang tak juga melepas pelukan. Hanna mengangguk. “iya pusing banget sumpah.” “Nanti kalau aku lepas pelukannya ke kamu. Aku jatuh, bahaya buat anak kamu diperut aku gimana?” Itu Cuma alasanku. Sampai bapak pergi. Tapi sepertinya tidak akan pergi. “dah Vin. Bawa Hanna ke mobil saja duluan. Ini biar mama yang bayar.” “Iya bener. Kita ke mobil duluan saja ya sayang.” Sumpah Hanna geli sendiri dengan ucapannya. Tapi Vino kalau sudah mamanya yang berbicara tak bisa mengelak. Dia pun menuntun Hanna, yang masih dalam pelukannya, sampai ke luar mini market dan masuk ke mobilnya. Tak lama Sinta datang, dia sudah selesi membayar semua barang belanja. Sinta menaruhnya di bagasi mobil belakang dibantu Vino. Sementara Hanna, bersembunyi di dalam mobil Vino. Takutnya ada bapak tiba-tiba lewat. “Sayang, masih pusing?” tanya Sinta masuk ke mobil. “Iya ma. Sedikit.” Hanna duduk tegap, tadinya mau mengenakan sabuk pengaman. Sialnya di samping dia, tepat ada bapaknya. Hanna takut bapaknya melihat dia di dalam mobil Vino. Hanna langsung menunduk. Tiduran dipangkuan Sinta. Sinta kaget dan panik melihat Hanna seperti itu. “Kenapa sayang?” tanya Sinta kepada Hanna. Mengusap kepala Hanna dengan lembut. “Aish nih anak ya. Terlalu banget main dramanya.” Sementara vino di depan, melihat tingkah Hanna dari spion. Dia tak habis pikir dengan akting Hanna yang sangat luar biasa berlebihan kali ini. Vino tak perduli. Dia menjalankan mobilnya. “Iya ma. Hanna gak apa-apa ya sepanjang jalan tidur dipangkuan mama?” tanya Hanna lagi. “iya sayang. Gak apa-apa. Kasihan banget menantu mama yang lagi hamil muda.” Sinta tak henti mengusap kepala Hanna penuh sayang. Hanna suka. Dia rindu kasih sayang seorang ibu dan sekarang Hanna mendapatkannya dari Sinta. Hanna tak keberatan jika harus berakting manja dengan Sinta. Seperti sekarang. Tak lama mobil mereka sampai di rumah Vino. Vino tadinya mau turun dan langsung mengambil barang, menaruhnya masuk ke rumah. Tapi Sinta memanggil Vino. “Vin? Barangnya taruh disitu aja.” “biar bibik yang bawa atau yang lain.” “ini kamu gendong Hanna aja masuk. Kasihan kan pusing. Mama takut Hanna jatuh.” “Gak apa-apa ma. Ini sudah mendingan.” Hanna mendudukkan dirinya dengan tegak. Dia baru mau turun. Tapi karena tersandung, dia hampir jatuh. Untung Sinta langsung sigap menarik tangan Hanna hingga dia tak jatuh. Sinta malah salah paham. “tuh kan masih pusing. Sudah biar Vino gendong kamu masuk saja.” “Vin!” Sinta melirik Vino dan menyuruh Vino untuk menggendong Hanna. Vino menggendong Hanna ala bridal style. Dia dengan mudahnya membopong Hanna masuk dan membawa Hanna ke sofa ruang tengah. “ma, tidurin Hanna disini dulu saja ya. Masak Vino harus gendong sampai ke atas sih?” tanya Vino kepada mamanya. “Iya sini dulu aja. Habis ini, kamu telpon tukang bangunan, suruh renovasi kamar bawah. Kalian nanti tidur di kamar bawah aja. Mama worry kalau Hanna naik turun tangga.” Sinta membawa beberapa bungkus belanjaan dan menaruhnya di meja. Hanna berbaring disana. Tadi digendong Vino enak juga. Hanna sepanjang jalan menatap dekat sangat dekat wajah tampan itu. Seakan masalah dunia hilang. Ketakutannya tadi bertemu bapaknya hilang. Hanna bahkan sekarang masih menatap Vino. “ma, kan mau tinggal di rumahnya Hanna sama Hanny, di rumah putihnya Vino ma.” Protes Vino kepada sang mama. “gak ada. Tinggal disini. Kamu gak lihat Hanna suka pusing tiba-tiba. Nanti siapa yang mau jagain kalau Hanna tingga di rumah sendirian.” Vino menatap Hanna sedikit kesal. Untuk apa akting pusing seperti ini kalau ujungnya ribet. Vino menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia terpaksa mengiyakan apa kata mamanya. “besok feeting baju ya. Lusa harus nikah sama Hanna. Biar mama yang siapin semuanya.” Kata Sinta ketika Vino akan pergi. “Hah? Lusa?” Vino dan Hanna sama-sama terkejut.. “iya lusa. Lebih cepat lebih baik kan?” tanya Sinta melirik keduanya secara bergantian. “Hah. Iya ma.” Vino pergi dengan pasrah. Hanna hanya bisa tiduran dan kepalanya jadi beneran pusing karena mau dinikahkan dengan Vino, beneran dan secepat itu. Hanna tak habis pikir kenapa dia menuruti permintaan bosnya itu. Vino ke kantor sementara Hanna tidur dan berbaring di sofa karena terjebak dengan kebohongannya. “istirahat yang cukup ya sayang. Besok biar pulih, sehat. Bisa feeting gaunnya. Nanti kalau sudah agak gak pusing, mama tunjukkan beberapa desain gaun pengantin buat kamu. Dari butik teman mama?” Tanya Sinta kepada Hanna. “iya ma.” Hanna terpaksa pura-pura tidur karena terjebak dengan kebohongannya. Sampai siang hari menjelang sore. Hanna tak juga bangun. “Mama, Dion pulang...” Dion adalah adiknya Vino, kakaknya Donita. Tapi manjanya jauh lebih manja dari pada Donita. Dia baru pulang dari perjalanan luar negeri untuk bisnis. Ketika masuk ke ruang tengah, Dion malah melihat ada wanita cantik dan manis yang tertidur di sana. Dion suka sekali hal baru dan Dion terpesona dengan gadis tidur yang dia lihat, yang sebelumnya dia tak pernah melihatnya di rumah. “maa, Ini siapa? Cantik banget? Manis banget ma?” Dion berjongkok didepannya dan tangannya hampir saja mengusap pipi Hanna yang masih tertidur pulas. Bertepatan dengan Vino pulang. Vino paling tak suka miliknya itu disentuh orang lain. Kalau sesama wanita, tak masalah. Tapi kalau sudah dengan laki-laki lain, walau itu masih ada hubungan suadara, secara hukum. Vino tak suka. Vino marah sekali ketiga melihat Dion yang akhirnya mengusap lembut pipi Hanna. “bangun. Kamu siapa?” Padahal Dion hanya ingin membangunkan Hanna dan bertanya. Tapi tangan Dion dihentikan oleh seseorang. Tangan Dion dipegangi seseorang dari belakangnya. Dion mendongak menatap siapa. “kak.” Sapa Dion pada vino, kakaknya. “kamu sedang melakukan apa di sini?” tanya vino kepada Dion. “bangunin dia kak. Dia siapa Kak?” tanya Dion dengan polosnya. “cantik ya kak dia.” Ujarnya menatap Hanna lagi. Dion ingin kembali mencolek pipinya yang menggemaskan milik Hanna. Tapi satu tangan vino juga menahan satu tangan Dion. Sampai dionnya mengangkat kedua tangan seperti akan ditahan. “wanita ini punya kakak. Namanya Hanna, kak Hanna. Calon kakak ipar kamu, jadi jangan pernah sentuh istri kakak yang sekarang ada dihadapan kamu.” Kata vino kepada Dion. “iya kak. Enggak akan. Tapi dikit aja boleh ya kak. Dia gemesin.” Kata Dion lagi. “GAK ADA!” Vino tak sengaja berteriak. Sampai Hanna kaget, terkejut dan bangun. Hanna menatap keduanya yang pertama kali dia lihat ketika bangun. Melihat keduanya, Hanna tak tahu mereka sedang apa. “kalian sedang apa sih?” tanya Hanna kepada kedua laki-laki di depannya. “iya lagi ngapain sih, Vin, Dion?” Tanya Lilis yang keluar dari dapur setelah mendengar suara anak laki-lakinya itu. “oh iya, perkenalkan. Ini Dion, adiknya Vino.” Kata Sinta memberitahu Hanna. Hanna masih tak terlalu paham dengan keluarga Vino. Sinta mama turnya, Donita saudara tirinya, lalu Dion, adik kandung Vino. Satu ayah dan satu ibu. Hanna diceritakan Sinta panjang lebar. Dia akan berusaha untuk mengingat semuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD