BAB 16. Pemeriksaan kandungan

1235 Words
“Hanna, jangan mau ya diajak main Vino.” “Hanna!” Sinta masih menggedor pintu kamar mandi dimana Vino dan Hanna masih didalam. Vino membuka kunci kamar mandinya dan membuka pintu. “Siapa yang ngajakin main.” “Orang Hanna kan yang ngajak vino tadi.” “Hanna yang narik vino. Bukan vino.” Vino keluar dan menjawab teriakan mamanya sejak tadi. Dia menggandeng Hanna keluar. Lalu setelah didepan kamar mandi melepaskan tangan Hanna. “Aku siapin mobil.” Kata vino kepada mereka. “Kamu diapain vino di dalam?” tanya Sinta kepada Hanna. “Ahh, enggak ma. Gak diapa-apain. Vino Cuma mau ngusap perut aku. Iya. Aku yang minta. Aku malu kalo dilihat mama sama papa.” “lain kali gak usah malu. Wajar kok orang hamil mau diusap perutnya.” “Ah, iya ma. Aku ke kamar ambil tas dan ponsel ya ma.” “mama antar.” Hanna hanya mengangguk. Donita pamit kepada mama dan Hanna. Lalu kepada papanya. Dia berangkat ke kampus, naik mobil sendiri. Lalu Sinta mengantar Hanna ke atas. Untuk mengambil tas dan juga ponselnya di kamar Vino. Setelah itu mereka berangkat ke klinik. Vino yang menyetir sendiri. Hanna duduk di samping Sinta di belakang Vino. “Ini berasa aku supir ya ma?” tanya Vino kepada sang mama. “Hahaha...” Sinta hanya tertawa. Dia sibuk mengusap perut Hanna. “Mama gak sabar nunggu perut Hanan gede. Vin, udah ahh. Pokoknya tinggal di rumah mama. Gak usah misah. Rumah kamu kan juga sudah lama kosong kan dulu. Sering kan kosong. Bahaya tau wanita hamil di rumah sendirian.” “kan ada bibik.” Ujar Vino menepis ucapan sang mama. “Kamu ih dibilangin suka bantah. Ada aja jawabannya.” Tak lama mobil Vino sampai di klinik pemeriksaan ibu hamil dan anak. Vino turun lebih dulu. Lalu Sinta yang membantu Hanna turun, menggandeng tangan Hanna. “pelan-pelan sayang turunnya. Hati-hati.” Kata Sinta kepada Hanna. “Iya ma.” Mereka masuk ke dalam klinik dan mendaftar. Menunggu sampai giliran mereka masuk. Sampai akhirnya Hanna dipanggil. Sinta menemani Hanna masuk. Vino tak beranjak dari tempat duduknya. Sinta menarik Vino begitu saja. “hayo kamu ikut masuk. Kan kamu papanya dari bayi yang diperut Hanna. Masak gak mau temenin.” “iya ma.” Vino pun ikut masuk ke ruang pemeriksaan. Hanna gugup sekali. Dia tak henti memandang Vino. Dia menarik baju Vino membuat Vino yang main ponsel menoleh kearahnya. Alis Hanna naik seakan bertanya kepada Vino. “Tenang saja. Semuanya sudah diurus.” Bisik Vino ditelinga Hanna. “Ngapain sih. Mau diperiksa di depan dokter saja masih aku cium Hanna aja.” Sinta melihat Vino. Dikira mau cium. Dia mengeplak tangan Vino. “Mama nih. Vino dianiaya Mulu.” Vino mengusap lengannya yang dipukul Sinta. “Silakan ikut ke ruang USG nona.” Kata sang dokter kepada Hanna. Hanna hanya mengangguk. Sinta kembali harus menarik Vino untuk ikut masuk ke ruangan itu. Sinta mengambil ponsel di tangan vino. Meminta Vino untuk melihat pemeriksaan Hanna. Dokter menyibakkan pakaian Hanna, hingga memperlihatkan perut rata Hanna yang mulus dengan pusarnya. Perut indah yang membuat Vino tak berhenti menatapnya. Kenapa dia jadi terjebak dalam situasi aneh yang sekarang harus dia lewati. Melihat perut indah Hanna. Bankan hanya pusar dan perut. Vino terdiam. Ada rasa laki-lakinya yang tergoda. Dokter mengoles jel di perut Hanna. Lalu menggunakan alat USGnya. Dokter menunjuk layar USG itu. “Ini kantung rahimnya sudah terbentuk.” Kata sang dokter. Sinta melirik Vino. Dia geleng lihat vino malah menatap kemana. “Matanya kemana hah? Liat layarnya vino.” Sinta yang kesal mengarahkan wajah Vino untuk menatap layar. “Dari tadi juga vino lihat layar.” Ujar vino berbohong. Vino dan Sinta menatap layar USG. Hanna malah menatap vino. Dia sebenarnya sedikit risih, perutnya dilihat. Kalau Sinta dan dokter sih tak apa. Tapi ini vino. Tapi Hanna juga tak bisa menolak. Selesai pemeriksaan dokter menurunkan pakaian Hanna lagi, sampai perut indah hanna tertutup kembali. Perut yang membuat vino tertegun. Sinta menepuk lengan vino. Meminta Vino untuk membantu Hanna turun. Vino melakukannya. Mengulurkan tangan dan membantu Hanna turun. Mereka ke ruangan dokter untuk menunggu hasil foto USG dan dokter menuliskan resep untuk Hanna. Hanna tak habis pikir. Bagaimana vino mengatur semuanya. “ini resepnya. s**u hamil dan vitaminnya. Diminum pagi dan menjelang tidur. Vitaminnya cukup sekali minum.” Kata sang dokter memberikan resepnya kepada Sinta. “baik dokter terimakasih.” Dokter juga memberikan foto USG-nya. Mereka pamit setelah selesai pemeriksaan. Sinta meminta vino untuk mengantarnya ke apotik. Tak lama mereka sampai di apotik. Kebetulan apotiknya bersebelahan dengan mini market. Vino ingin masuk ke mini market itu, membeli permen. “Ma, aku ke mini market ya. Mau beli permen.” Katanya kepada Sinta. Hanna baru melihat sikap vino yang seperti ini. Dia benar-benar seperti anak kecil. Padahal kalau di restoran, galak, menyebalkan. Tegas. “iya sana. Mama ke apotik sama Hanna.” “iya ma.” Vino turun dari mobilnya dan masuk ke mini market. Sementara Hanna dan Sinta ke apotik. Sinta memberikan resepnya kepada penjaga apotik. “s**u hamilnya mau rasa apa nona?” tanya penjaga apotiknya kepada Hanna. Mana Hanna tau soal itu. Hanna melirik Sinta. “Yang kira-kira kamu suka aja sayang. Kamu suka coklat, strawberryatau apa?” “boleh strawberry ma.” Kata Hanna kepada Sinta. Sinta mengangguk. Dia meminta pelayan untuk mengambil rada yang Hanna mau. Selesai dari apotik, mereka ke mobil. Tapi ternyata Vinonya tidak ada di sana. Sinta yakin vino masih di mini market. Sinta pun mengajak Hanna ke minimarket itu. “yuk sayang, vino kayaknya masih didalam deh dia.” Sinta menuju minimarketnya. “Iya ma.” Hanna Hanya mengikuti Sinta yang menggandengnya masuk ke minimarket. Mereka mencari vino. Vino ternyata sedang melihat-lihat cemilan. Dengan mulut disumpal permen. “belum selesai?” tanya Sinta kepada vino. Vino menggeleng. “gak bisa masuk semua jajannya ke trolly ma. Jadi pusing milih.” Vino melepaskan permen dari mulutnya. “Kayak anak kecil kamu.” “Hehee...” Vino hanya tertawa. Sinta juga membelikan beberapa cemilan untuk Hanna. Wanita hamil kan biasanya gampang lapar. Sinta bertanya kepada Hanna apa yang dia suka dan memasukkan ke trolinya vino. Sampai Hanna tak sengaja melihat bapaknya masuk ke minimarket itu. Dengan keadaan yang berantakan. Wajahnya lusuh. ‘bapak.’ Batin Hanna ketakutan melihat bapaknya. Setelah kejadian dulu, di rumah, hampir ditiduri bapaknya itu. Hanny memukul kepala bapaknya. Hanna tak tau lagi kabar bapaknya. Dia juga tak pernah bertemu dengan bapaknya. Tapi ketika ini, kalau bapaknya melihat Hanna bisa habis sama bapaknya. Hanna bingung mau bersembunyi dimana. Hanna melihat vino yang mengantri untuk membayar. Bapaknya jalan mendekati dia. Hanna langsung memeluk vino dengan erat. Menyembunyikan wajahnya dipelukan vino. Vino sampai kaget dan sedikit mundur karena pelukan mendadak Hanna. Sinta yang melihatnya yang panik. “kenapa sayang?” tanya Sinta kepada Hanna. Mengusap kepala Hanna yang memeluk vino. “Kepala Hanna tiba-tiba pusing ma. Hanna takut jatuh. Makannya peluk vino. Gak apa-apa kan ma?” ujar Hanna dalam pelukan Vino. Vino tak habis pikir akting apa lagi dia. Hanna melihat dibawah. Celana yang sama yang bapaknya kenakan. Dia melangkah mendekati Hanna. Hanna makin erat memeluk vino dan menyembunyikan wajahnya. “gak usah lebay aktingnya.” Bisik vino ditelinga Hanna. “biar mama kamu makin percaya.” Bisik Hanna menjawab vino. Masalahnya hati vino dan jantungnya yang tidak beres karena Hanna memeluknya begitu saja. Vino sangat suka disayang. Suka diberi perhatian. Suka dimanja dan suka dipeluk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD