BAB 18. Kepedasan

1207 Words
“Hai kak, Dion. Adiknya kak vino.” “Aku kira bidadari jatuh dari surga.” “Baru mau aku jadikan istri buat aku. Ternyata sudah milik kak vino. Gak jadi deh. Takut dimatiin sama kak vino aku nanti.” Vino melepaskan Dion setelah dia menjelaskan tentang Hanna. Dion mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri kepada Hanna. Hanna pun menjabat tangan Dion. “Hanna.” Cup ... Hanna mengulurkan tangan dan menjabat tangan Dion. Dengan beraninya dion mencium punggung tangan Hanna. Vino yang duduk di sofa tunggal, di samping Hanna melotot. Dia menarik baju vino. Hingga kerah baju vino mencekik lehernya. “sudah dibilang, jangan macam-macam sama calon kakak ipar kamu.” “jangan main cium begitu saja.” Vino geram menatap Dion. Dia mencoba melepaskan diri dari kakaknya yang menarik bajunya, hingga membuat dia tercekik dan batuk-batuk. Hanna yang Khawatir melihat itu. “Vin, sudah lepasin. Ini adik kamu sendiri loh. Kalau kenapa-napa, gimana?” Hanna memukul tangan vino yang menarik kerah baju Dion dari belakang. “Iya, kak. A-ku kan Cuma kenalan. Kebiasaan kayak gitu diluar kak..” kata Dion dengan nafa stersenggal. Akhirnya vino melepaskan tangannya yang menarik baju sang adik. “Udah kebiasaan mereka itu. Suka bertengkar. Kayak kucing sama anjing. Tapi sebenarnya vino sayang banget kok sama adik-adiknya. Sayang ini beberapa fotonya. Lihat dan pilih ya. Besok kita ke butik temannya mama.” Sinta mendekati Hanna. Dia memberikan ponselnya kepada Hanna. Menunjukkan beberapa desain gaun pengantin dari temannya. Sinta meminta temannya untuk mengirimkan beberapa contoh. “Iya ma.” Hanna mengambil ponsel dari tangan Sinta. Dia melihat beberapa. Dion itu antusias sekali dalam hal apa pun. Dia juga tak kapok dengan ancaman vino. Dion duduk didekat Hanna, persis di sampingnya. Bahkan kaki Hanna dan kaki Dion itu saling menyentuh. Dion ingin melihat gaun-gaun pengantinnya juga. “Kak aku lihat juga dong “ katanya kepada Hanna. “Ini.” Hanna menunjukkannya. Hanna berbagi ponsel dan melihat beberapa desain gaun pengantin dengan Dion. Mereka sangat dekat. Vino tak henti menatap keduanya. Entah kenapa dia sangat kesal. Kenapa adiknya bisa dekat dan manja sekali kepada Hanna. “Sayang, tapi nanti pilihnya jangan yang terlalu ketat ya.” “kalau bisa jangan yang terlalu berat juga gaun pengantinnya. Mama khawatir sama kandungan kamu.” “pilih yang cantik dan simple aja.” Kata Sinta mengusap kepala Hanna dan memberitahunya. “Iya ma.” Hanna mengangguk. Dion ikut mengangguk dengan manisnya. Hanna melihat reaksi Dion. Dia dalam wujud manusia dewasa. Bahkan jauh lebih besar badannya dari Vino. Tangannya lebih ketat dan berotot. Tapi melakukannya manis sekali seperti bayi besar. “kamu manis banget sih.” “ngangguk aja lucu banget.” Kata Hanna kepada Dion. “Ahh, serius kak. Emang aku lucu sih, manis banget. Tau gak kak, di luar saja, banyak kakak-kakak yang suka sama aku. Katanya aku manis.” Dion makin melayang dipuji Hanna. “ma, aku laper. Kangen masakan mama.” Pinta Dion kepada mamanya. “ok. Mama siapkan sayang.” Sinta kembali ke dapur. Dia menyiapkan makan siang untuk Dion. Sementara Dion pamit kepada Hanna untuk masuk ke kamarnya. Naik ke kamarnya yang ada di atas, untuk mandi, mengganti baju dan juga makan siang nanti. Dion juga meminta Hanna untuk menemani nanti. Dion paling tak bisa makan sendiri, tak ditemani ... “Kak, nanti temani aku makan ya..” pinta Dion kepada Hanna. “iya.” Hanna sama sekali tak keberatan. Tapi vino yang menatap Hanna kesal. Kenapa Hanna sangat manis kepada Dion. Kalau bersamanya canggung. “Makasih kakak ipar sayang, cantik. Kak vino pintar cari kakak ipar. Dia baik banget sama aku. Aku mau manja-manja ke dia.” Kata Dion, suka sekali kalau menggoda kakaknya itu. Dion tau kalau kakaknya paling benci wanitanya, apa pun miliknya disentuh orang lain. Kalau barang sudah diberikan untuk orang yang menyentuhnya itu mungkin. Tapi kalau wanita, tak mungkin diberikan kepada Dion kan. Dion naik ke atas dan membawa kopernya... Sinta ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Sudah tak ada satu orang pun di ruang tengah. Vino berbicara dengan Hanna. “jangan pernah manjain Dion.” “dia bakalan ngelunjak kalau kamu manjain.” Kata vino kepada Hanna. “aku mau makan siang juga. Kamu bantu mama siapkan. Aku mau kamu suapi nanti.” Kata vino kepada hanna. Dia pergi lalu sibuk menelpon. Hanna bingung dengan sikap vino. Ucapan vino. Kenapa dia bahkan jauh lebih suka Dion dari pada vino yang menyebalkan itu. Hanna ke dapur untuk membantu Sinta menyiapkan makan siang. “Ma, Hanna bisa bantu apa?” tanya Hanna kepada mamanya. “Gak usah sayang. Ini sudah selesai kok.” “aku bantu bawa ke ruang makan ya ma. Vino mau makan siang di rumah juga katanya sekalian.” “oh. Mama tahu, pasti mau minta disuapin kekasihnya. Dulu juga vino sering melakukan itu dengan ai-“ “Maaf, mama gak maksud sebut nama mantannya vino.” Sinta berhenti. Hampir saja menyebut nama mantan kekasih yang membuat vino itu menangis berhari-hari. Sinta malah jadi menceritakan tentang Airin. “sudah ahh. Jangan dibahas. Nanti kamu cemburu.” “iya ma. Dikit. Tapi aku kan sebentar lagi menikah dan bakalan punya anak sama vino. Jadi apa yang perlu aku khawatirkan.” “Emm, manis banget. Yuk ke ruang makan.” “Iya ma.” Sinta dan Hanna membawa makannya ke ruang makan. Vino ternyata sudah ada di sana. Vino duduk di tempatnya. Dia lalu menarik kursi agar Hanna duduk di sana. Dion juga selesai mandi. Dia turun dari lantai dua, dari anak tangga di rumahnya. “kak-“ “Dia mau mengurus suaminya. Kamu minta diurus mama saja.” Baru saja Dion menyapa Hanna. Vino sudah menepisnya langsung. Vino menarik kursinya semakin mendekati Hanna. Dia berbisik di telinga hanna. Hanna dibayar oleh dia, jadi harus memperlakukannya dengan baik, itu termasuk dalam pekerjaan Hanna yang harus Hanna lakukan. “Hahaa.. singanya keluar. Ok ok.” Dion puas sekali menggoda kakak laki-lakinya itu. Dion duduk di dekat mamanya. Dia makan siang dengan mamanya. Sementara vino makan siang bersama dengan Hanna. Vino benar-benar meminta disuapi hanna. “Ini bernama. Aku harus suapi kamu?” tanya Hanna tak percaya. Vino sama sekali tak mau mengangkat sendok dipiring yang sudah berisi nasi dan lauk didepannya. Hanna tak tahu kalau vino benar-benar tak bisa makan pedas sedikit pun. Ketika Hanna menyuapi vino dengan sembarangan. Karena Hanna sendiri suka pedas, Hanna menyuapi vino dengan bekas sendok dia. Vino kepedasan. Wajahnya memerah. “Hah...” “Ma, kok pedes banget sih masakan mama.” “Tumben. Mama kan tau vino gak bisa makan pedas.” Mulut vino terbuka tertutup. Meniuo-niup seperti ikan. “enggak kok. Itu masakannya gak pedes Vin.” “Sendok aku kayaknya. Aku ambil bubuk cabai dikit. Aku suka pedes. Maaf.” Hanna merasa bersalah. Dia bergegas menuangkan air putih. Sinta ke dapur meminta bibik membuatkan s**u hangat, supaya menghilangkan pedasnya. “ini minum dulu. Maafin aku. Aku lupa, sendok aku kena bubuk cabe.” Hanna memberikan minumnya kepada vino. Vino meminum air putihnya. Tapi bibirnya masih saja kepedasan. Vino meraih tangan Hannya begitu saja. Vino tak henti menciumi punggung tangan Hanna untuk menghilangkan pedas. “Biarin gini. Pedes banget.” Kata vino tak henti menciumi punggung tangan Hanna. Dion tak iri, dia menatap senang kakaknya yang akhirnya bisa move on dari Airin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD