BAB 5. Makan malam keluarga

1194 Words
“Hai Vin.” “Ini wanita yang bikin kamu tergila-gila itu, Airin?” Tama turun dari lantai dua. Dia melihat vino yang sudah datang dengan kekasihnya, yang Tama yakini kalau itu Airin. Wanita yang selalu vino ceritakan. Tama memeluk vino, lalu kemudian memeluk Airin sekilas untuk menyambutnya. “om bisa aja.” “Enggak sampai tergila-gila juga ah om.” Timpal Airin dengan suara manisnya. “Kita ke ruang makan saja yuk.” Kata Sinta kepada ketiganya. “Ok.” Tama merangkul Sinta ke ruang makan. Sementara vino menggandengnya Airin. Mereka duduk di tempat masing-masing. Vino menarik kan kursi untun Airin duduk. “selamat malam semuanya.” “selamat malam ma.” Wanita cantik, masih muda, datang dan bergabung ke ruang makan. Duduk di tempatnya. Di samping mama tiri Vino. Dia adalah adik tiri. Namanya Donita. Donita mencium pipi mamanya dan duduk di samping mamanya. “Ada tamu spesial nih.” Kata Donita melirik vino dan Airin. Walau saudara tiri, tapi vino dan Donita sangat dekat. Vino selalu melindungi Donita seperti kakak kandung. Donita beberapa tahun lebih muda dari vino. Kadang Donita kali sedang patah hati suak curhat ke vino, atau cari perhatian kakak tirinya itu. Vino kadang juga suka menjahili kalau sedang ingin menggoda Donita. “iya lah. Gak kayak siapa sih, yang pacaran gak pernah dikenalin sama papa sama mamanya.” Sindir vino tak mau kalah dari Donita. “apa sih kak. Sewot aja. Donita kak.” Vino hanya melihat Airin. Donita mengurlurkan tangan untuk berkenalan dengan Airin. “Airin.” Airin mengulurkan tangan menjabat tangan Donita. Selesai berkenalan Sinta yang menghentikan kenalan dua perempuan itu. Sinta meminta mereka untuk makan malam dulu. Baru ngobrol setelah ya. Vino pun mengangguk. Dia makan bersama dengan Airin dan keluarganya malam itu. Walau dengan keluarga sambungnya. Mama dan adik tirinya. Selesai makan malam mereka kumpul di ruang tamu. Banyak hal yang ingin Tama tanyakan kepada vino dan juga Airin. Donita mengambil cemilan, ikut bergabung di ruang tamu dan ingin melihat wawancara papanya kepada calon menantunya? “jadi kapan kalian mau menikah?” tanya Tama, sangat to the point. Airin bingung menjawabnya. Dia melirik vino yang duduk di sebelahnya. “nanti pa. Airin masih ingin mengejar karirnya. Vino juga gak buru-buru kok.” Tama hanya diam. Sebenarnya Tama tak terlalu suka wanita karir. Dia suka wanita yang full di rumah, mengurus rumah, suami dan anak-anaknya nanti. Tapi Tama tahu kalau vino ditentang, dia tak suka. Jadi Tama hanya diam mendengarkan sana. Apapun keputusan vino. “sering-sering ya Rin, main ke sini. Masak sama Tante. Nanti Tante kasih tahu makanan kesukaan Vino dan yang tak bisa dia makan.” Kali ini Sinta yang berbicara. Airin kembali melirik Vino. Mereka sudah sepakat sejak dulu kalau Airin tak mau masuk dapur, masak dan mengerjakan tugas rumah tangga sendiri. Dia lebih ingin menjadi wanita karir. Vino juga tahu kalau Airin tak terlalu suka dengan pembahasan ini. Selesai makan malam Vino langsung mengantar Airin pulang dengan dia sendiri yang menyetir. Setelahnya Vino mengatur semua hal yang sudah ia janjikan kepada Airin. Menelpon temannya agar Airin bisa ikut casting dan lain-lain. Dengan koneksi Vino dan juga kecantikan Airin. Dia mendapatkan impiannya, menjadi foto model terkenal. Wajahnya mulai menghiasi iklan dan juga majalah-majalah populer. Vino kira karena semua impian Airin sudah tercapai, Airin juga akan menepati janjinya. Untuk menikah dengan dia. Vino sengaja membeli sebuah cincin untuk Airin dan mengajaknya bertemu. Vino menyewa sebuah restoran, bukan menyewa tapi membooking satu restoran itu untuk dirinya dan Airin. Lebih tepatnya itu juga restoran milik keluarga Vino sih. Vino meminta didekor spesial dengan musik romantis, meja romantis. Banyak pelayan yang bekerja di sana diminta untuk membantu. Mereka bahkan sangat terkesan dengan apa yang Vino lakukan untuk wanitanya. “wah. Beruntung sekali yang mendapatkan Tuan Vino ya.” “sudah tampan, kaya. Romantis lagi.” “Iya. Kira-kira wanitanya seperti apa ya?” Semenjak Airin meniti karir menjadi model dan juga sekarang sudah menjadi model. Airin meminta Vino untuk menutupi hubungan keduanya dari publik. Sampai detik ini, Vino mau melamar Airin. Airin tak tahu kalau makan malam kali ini berbeda. Airin datang setelah penandatangan kontrak kerja sama, ke luar negeri. Tanpa Vino tahu. Dia memakai masker lengkap dan topi untuk menutupi wajahnya. Pakaian serba hitam dengan jaket kulit hitamnya. Dia masuk ke restoran itu. Untungnya sepi. Airin yakin Vino juga yang melakukan ini. Mereka tak bisa bertemu ditempat ramai. “setelah hari ini, jangan sampai ada cerita tentang malam ini, atau siapa yang makan di sini. Keluar dari restoran ini.” “kalian semua harus merahasiakan tentang malam ini dan siapa yang menemui Tuan Vino.” “datang dan mengobrol dengan dia.” “Kalau tidak. Kalian bisa dipecat!” Manager memberitahukan kepada beberapa pelayan yang ada di restoran itu. Mereka semua mengangguk mengerti. “hai sayang.” Vino datang sedikit terlambat. Dia mencium puncak kepala Airin, dengan topi yang sudah dia lepas tadi. “Hai.” Airin balas mencium pipi Vino. Vino duduk di depan Airin. “Aku mau kasih kamu sesuatu.” Vino mengeluarkan cincinnya. “Vin. I’m sorry, but ... Aku gak bisa Vin. Karir aku lagi naik. Please kamu ngertiin aku.” Vino tak percaya mendengarnya. Airin sudah janji. Airin sampai memohon kepada Vino, menangis di depan Vino. Vino paling tak bisa melihat wanita yang dia cintai menangis. Vino pun akhirnya merelakan Airin. Airin pamit. Besok dia akan berangkat ke luar negeri untuk memulai karirnya sebagai model di luar negeri. “ARGH!!!!” Vino mengamuk. Semua piring, makanan, gelas, lilin yang diatur dengan sangat indah dan sedemikian rupa romantis, Vino hancurkan. Musik dari lantunan seksefon, biola, yang tadinya mengalunkan musik romantis pun berhenti. Mereka ketakutan melihat Vino marah. Manager restoran ada di sana. Tak jauh dan memantau Vino. Mendengar Vino berteriak marah. Dia bergegas. “Sana pergi. Suruh semua pelayan juga langsung pulang. Cepat!” kata manager restoran itu pada pemusiknya tadi. “baik pak.” Mereka hanya menurut dan pergi. Mereka ke belakang. Menyampaikan pesan kepada pelayan yang lain untuk segera pulang. Dengan cepat. Semuanya langsung berhamburan keluar dari restoran itu. Karena manager juga mengancam yang tidak cepat akan dipecat nantinya. Vino tak henti berteriak dan mengamuk. Dia bahkan sejak tadi sudah menangis dan menundukkan kepalanya. Manager itu hanya diam dan melihat. Bahkan ketika tahu dan melihat tangan Vino yang terluka, mungkin ketika dia memukul semua benda dan menjatuhkannya. Tapi manager itu tak berani mengobatinya sebelum Vino yang meminta dia obati. Vino hanya mengangkat tangannya dan menunjukkan luka di telapak tangannya. “baik tuan.” Manager itu mengerti maksud Vino. Dia mengangguk. Dia berlari ke belakang restoran. Mencari pelayan yang mungkin masih ada di sana. Dia menemukan Hanna yang masih membangunkan sang adik. Hanny yang ikut kerja dan tidur di sana. “hanna, ikuta saya. Untung kamu belum pulang.” Manager itu menghampiri Hanna dan langsung menarik Hanna. “pak. Saya mohon, jangan pecat saya ya karena saya belum pulang. Saya mencoba membangunkan adik saya, tapi dia tak juga bangun pak.” Hanna ketakutan. Dia memohon kepada sang manager. “ikut saya atau tidak kamu saya pecat!” Ancam manager Hanna lagi. “iya pak.” Hanna tak mau dipecat. Dia butuh pekerjaan dan uangnya. Hanna pun ikut dengan sang manager.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD