BAB 4. Vino Pratama

1241 Words
Namanya Vino Pratama, anak pertama dari papanya, Tama, yang merupakan pemilik perusahaan ponsel terbesar, dengan pemutar, pengguna ponsel pintar yang sangat banyak. Mama Vino sendiri sudah meninggal sepuluh tahun belakangan dan sekarang papanya sudah menikah lagi. Bahkan memiliki istri yang cantik dan baik, tapi Vino masih susah untuk menerimanya. Vino hanya butuh waktu. Vino gila kerja, sangat. Dengan inovasi ponsel-ponsel dengan butir baru yang selalu dia kembangkan. Bukan hanya gila kerja, tapi dia juga menggilai satu wanita. Satu-satunya wanita yang dia cintai, bisa dibilang sejak SMA. Mereka berteman baik. Hingga akhirnya Vino memutuskan untuk menembak dia, menyatakan cintanya. “airin, aku mencintai kamu.” “maukah kamu menjadi pacar aku?” Vino menyatakan cinta kepada Airin ketika mereka kuliah bersama. Sampai sekarang, mereka bersama. Sudah lebih dari lima tahun. Vino bermaksud untuk membawa hubungan keduanya kejenjang yang lebih serius. Vino sedang meeting dengan Tama. Sampai akhirnya meeting selesai. Vino ada janji dengan Airin. Tama menahnnya. “mau kemana?” tanya Tama kepada Vino. “ada perlu pa.” Kata Vino kepada sang papa. Tama merangkulnya. “Tidak bisa makan siang lagi di rumah papa, dengan mama?” tanya Tama lagi. Menemani Vino sambil jalan menuju ke luar. “lain kali pa. Aku ada janji dengan Airin.” Tukas Vino. “emm, kalau sudah urusan wanita. Papa mengerti.” Kata Tama yang selalu mendukungnya. Vino hanya mengangguk dengan ucapan sang papa. Dia bergegas keluar. Menyetir sendiri dan menuju ke cafe tempat dia dan Airin janjian. Airin tidak mau dijemput. Karena dia juga memiliki urusannya masing-masing. Dia akan ke cafe sendiri. Vino suka, Airin itu mandiri. “Hai sayang.” Vino datang. Airin sudah ada di sana. Dia mengecup kening Airin dan mengusap kepalanya. Airin menatap Vino, yang berjalan berputar hingga duduk di sampingnya. “belum pesan makanan.” Kata Vino kepada Airin. Dia meraih tangan Airin dan mengecup punggung tangannya. Setelah itu dia menggenggamnya. Dia tak mau melepaskan tangan sang kekasih. “nunggu kamu.” Katanya. Vino memang seperti itu, sangat manis kepada wanitanya. Di sisi lain, dia bisa manja kepada wanitanya juga. Itu cukup sering. Tapi Airin kadang terlalu risih. Dia selalu punya cara untuk menghindari Vink manja dengannya. Kalau dirinya sedang suntuk. “pelayan.” Vino memanggil pelayan cafe itu untuk ke meja mereka. Vino dan Airin pun memesan makanan untuk makan siang mereka. Vino sendiri juga memiliki cafe dan beberapa restoran. Selain bekerja dengan papanya. Ini juga termasuk cafe milik dia. Vino dan Airin menunggu sambil bermesraan. Airin ingin sekali menjadi bintang terkenal. Dia memang cantik, bahkan sangat cantik. Bak bidadari, bukan hanya Vino yang bilang. Tapi juga banyak teman kampus yang menjuluki seperti itu. “kamu kenapa?” tanya Vino kepada Airin yang menekuk wajahnya. Wajahnya masam. “aku gagal casting.” Katanya kepada Vino. “mau minta aku Carikan. Ada teman yang bisa melakukannya. Aku yakin kamu berbakat sayang.” Vino tak pernah mau Airin pergi dari sisinya. Termasuk harus membantu Airin meraih cita-citanya. Sebagai bintang top. Vino meraih kedua tangan Airin dan menciumnya bergantian. Airin mengangguk. “Itu impian aku banget Vino. Setelah ini aku janji, kalau aku sudah meraih mimpiku. Aku akan menikah dengan kamu.” Wow. Vino tentu tergiur dengan tawaran Airin. Vino mengangguk. Dia akan menghubungi temannya untuk membantu Airin casting iklan, dan lain-lain. Tak lama pesanan mereka datang. Keduanya makan siang bersama dan saling suap-suapan. Lebih tepatnya Vino yang meminta disuapi duluan. “Sayang, suapi aku ya?” pinta Vino kepada Airin. “tentu sayang.” Airin mengusap pipi Vino. Dia menyanggupi permintaan gampang Vino itu. Airin menyuapi Vino, sampai makanan mereka habis. Bahkan mengelap bibir Vino. Vino berjanji akan segera mengenalkan Airin dengan temannya itu. “kapan mau ketemu papa?” tanya Vino lagi setelah selesai makan siang. “Terserah kamu. Aku sudah siap sekarang. Kamu bilang, kamu juga sudah banyak menceritakan aku kepada papa kamu kan?” “Iya. Sekarang, mau? Makan malam nanti?” tanya Vino kepada Airin. Airin setuju. Seharian Vino dengan Airin. Dia menemani Airin ke rumahnya. Bahkan di kamarnya. Menunggu Airin mandi dan ketika melihat Airin selesai mandi. Vino tergoda. Airin hidup mandiri di sini. Orang tuanya ada di kota yang berbeda. “Sayang, aku menginginkan kamu. Boleh?” tanya Vino kepada Airin. “Aku gak mau hamil sebelum nikah ya, Vin.” Vino mendekati Airin yang hanya memakai handuk setelah mandi. Memperlihatkan bahu indahnya. Dia mendorong Vino yang terus mendekatinya, bahkan sampai menyudutkannya ke dinding. Vino suka Airin, dia wanita yang bisa menjaga kehormatannya. Bahkan di depan sang kekasih. “no. Aku juga gak mau itu.” “aku hanya ingin mencium bibir kamu dan bahu kamu.” “Ok. Tapi hati-hati lebih.” “No!” kata Vino menepisnya. Airin mengangguk. Dia membiarkan Vino menciumi bau tubuhnya setelah mandi. Lalu bahunya naik ke leher dan bibirnya. Sampai Airin merasa Vino sudah terlalu cukup menyentuhnya. Dia mendorong Vino untuk keluar dari kamarnya. Kalau tidak, Vino mungkin bisa kelepasan. “keluar sayang.” “Kamu sudah berlebihan.” “kau gak mau kita lebih.” “ok. I know.” Vino menahan keinginannya sebagai pria. Karena dia juga menghargai wanita yang dia cintai itu. Vino memilih menunggu Airin ganti baju di luar kamarnya. Vino menunggu di ruang tamu. Buruh beberapa jam untuk para wanita berdandan. Tapi Vino kepada Airin, sudah terbiasa. Dia asik main game dari ponselnya sambil menunggu. Vino kalau sudah main game, sampai bisa lupa waktu. Tak perduli juga kalau Airin dandannya lama. “sayang, yuk. Jadi ke rumah papa kamu gak?” “Jadi kenalin aku ke papa sama mama kamu gak?” tanya Airin kepada Vino. Benar saja, Vino terlalu asik main game. Sampai tak merespon Airin. “Sayanggg ...” Airin kesal sekali kalau sudah dicuekin Vino. “iya jadi sayang. Ahh, terpaksa dikalahin deh.” Katanya berbicara dengan gamenya sendiri. Vino membunuh katakter game dirinya sendiri yang sejak tadi dia mainkan. Vino menyimpan ponselnya dan melirik kekasihnya yang cantik itu. Membuka mulutnya lebar-lebar, kemudian tersenyum dengan senyuman khasnya berbentuk hati. “wow. Aku memang gak salah pilih.” “kekasih aku cantik banget.” “Pasti bakalan jadi bintang besar nanti.” Puji Vino untuk membuat mood buruk Airin, yang gagal casting iklan jadi lebih baik. Vino selalu tahu caranya. “lebay. Yuk ah, berangkat.” Airin menarik Vino untuk berdiri dari tempat duduknya. Vino sudah memberitahu mama tirinya dan papanya. Kalau dia akan datang dengan Airin untuk makan malam bersama. Tama sangat senang mendengar kabar dar Vino. Dia meminta Sinta, istrinya untuk menyiapkan makan malam yang spesial. *** ** * Vino tinggal sendiri, di rumahnya sendiri, memisahkan diri dari papanya. Kadang masih tak terima kalau papanya menikah lagi. Dia juga masih belum bisa memanggil mama setelah lima tahun lebih pernikahan papanya dengan istri keduanya itu. “Hai sayang.” “Selamat datang di rumah.” Sinta sengaja menunggu, setelah mendengar suara deru mobil sampai di depan rumahnya. Sinta yakin kalau itu mobil Vino. Ternyata itu benar, Vino dan kekasihnya. Vino menggandeng Airin masuk ke rumah papanya itu. “hai Tante.” “Tante sehat?” Vino baik. Tapi Sinta sedih karena Vino belum mau memanggilnya mama. Tapi Sinta akan menunggu saat itu. “Baik. Sehat.” “kamu bagaimanapun?” tanya Sinta balik kepada Vino. “Sehat. Papa dimana?” “Lagi siap-siap. Masih di kamar. Sebentar lagi pasti papa kamu turun kok untuk ikut makan malam. Ini Airin ya?” “Iya Tante.” Sinta beralih kepada Airin. Mereka saling berpelukan dan cium pipi kanan, cium pipi kiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD