DIA KAN IBUNYA

924 Words
Untung saja kondisi Siska tidak parah. Gadis kecil itu memang mengalami benturan keras, tapi, dia baik-baik saja. Tetapi, ia memang harus menjalani operasi karena kakinya patah. “Kalo repot mah, biarin atuhlah Siska ku abdi, Mih. Nanti, kalo udah sehat, Halimah yang bawa pulang,” kata Halimah kepada Mariam. Tetapi, wanita itu dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Nggak, enak aja kamu. Mau dikasi makan apa si Siska? Kerjaan kamu aja masih kayak gitu,” jawab Mariam. “Insya Allah atuh, kalo soal makan mah. Halimah ada,” jawab Halimah. “Nggak boleh, nanti kalo Dasep pulang mau bilang apa kalo anaknya nggak ada,” jawab Melina. “Kalian kan mau punya anak juga, biarin aja Siska sama saya,” kata Halimah. Tetapi, Melina langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Heh! Buat apa kamu datang ke sini?!” bentak Dasep saat melihat mantan istrinya. Dasep hampir saja mendorong Halimah,tapi Komar dengan sigap menangkap pergelangan tangan anaknya itu. Rupanya Dasep yang mendengar sang anak kecelakaan langsung memesan tiket pesawat dan segera pulang ke Bandung. Ia merasa kesal karena saat ia tiba ada Halimah di sana. “Bapak yang menjemputnya tadi. Kamu dan Halimah memang sudah bercerai, tapi Halimah tetap ibu kandung Siska. Dia berhak mengetahui bagaimana keadaan anaknya!” tegas Komar. Suasana begitu tegang. Tidak ada seorang pun yang berani bicara lagi. Dasep dan Melina pun menjauh dan duduk di sudut ruangan. Sementara Halimah ditemani oleh Komar dan bik Inem duduk tak jauh dari pintu ruang operasi.Sementara Mariam mondar mandir dengan gelisah. "Ngapain bolak balik begitu, Bu? Bapak pusing lihat Ibu mondar mandir," tegur Komar. "Dokter kenapa lama sekali mengoperasi Siska?” "Sabar! Kalau sudah selesai juga keluar," ujar Komar tampak kesal. Melina memang tampak lelah, dan itu tak luput dari perhatian Komar. "Lebih baik, kamu bawa istrimu pulang dulu. Dia kan sedang hamil. Nanti kecapean, takut kenapa-kenapa lagi. Kamu juga kan baru pulang dari Bali, sana istirahat aja," kata Amar pada Dasep. "Tapi, Siska kan masih di dalam,” jawab Dasep. "Ada ibunya di sini , ada bapak dan juga ibu. Pulanglah kamu!” perintah Komar dengan tegas. "Baiklah, kalau begitu Dasep dan Melina pulang dulu. Nanti Dasep ke sini lagi, Bik Inem ikut pulang saja sama saya. Jadi, kalau saya pergi Melina ada teman di rumah," kata Dasep. Bik Inem tampak melirik Komar meminta persetujuan. Komar pun mengangguk. "Pulanglah, Bik. Rumah tidak ada yang urus." Bik Inem pun patuh. Ia segera beranjak mengikuti langkah Dasep dan Melina untuk pulang ke rumah. Sementara itu Halimah hanya diam, matanya tertuju ke pintu ruang operasi. Ia mendengar tapi tak peduli dengan sekelilingnya lagi. Yang ada dalam pikirannya hanya Siska putrinya. Tak lama kemudian , pintu ruang operasi terbuka,dokter pun keluar. Halimah pun langsung menghampiri, "Bagaimana kondisi anak saya dokter?" tanyanya cemas. "Sabar, Bu. Anak Ibu sudah melewati masa kritisnya. Tapi, dia belum sadar, karena masih dalam pengaruh bius. Tapi, sudah bisa dipindahkan ke kamar rawat. Nanti, jika sudah sadar, Ibu atau keluarga yang lain bisa menghubungi perawat atau dokter jaga, ya." “Syukurlah kalau begitu,terima kasih banyak,Dok," kata Halimah. ******** Siska sudah dipindahkan ke ruang rawat. Komar memilih kamar VVIP utuk merawat cucu kesayangannya itu. Ia ingin Siska merasa nyaman, juga keluarga yang menjaga tidak bercampur dengan keluarga pasien yang lain. "Kamu ngga kerja? Ngga takut dipecat? Ngapain terus di sini?" kata Mariam dengan sinis. “Ibu bicara apa? Halimah itu ibu kandung Siska, wajar jika dia ada di sini untuk menjaga anaknya," tegur Komar dengan tegas. “Halimah sudah izin sama ceu Kokom , Bu. Ceu Kokom sudah tau kalau Siska kecelakaan. Jadi saya boleh menemani Siska sampai sehat," jawab Halimah sopan. Mariam hanya mendengus sebal. Padahal selama Halimah menjadi menantunya, Halimah tidak pernah melawan atau berkata kasar. Namun entah mengapa Mariam kurang suka kepada Halimah. Mariam masih menganggap bahwa Halimah tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Tidak selevel dengan Dasep yang sarjana. Tetapi, sekarang ini ia juga tidak suka pada Melina, karena menantunya itu sering kali melawan. Maklum saja, Melina berasal dari keluarga kaya juga. Hal itu terkadang membuat Komar pusing. "Sudahlah,Bu. Biarkan saja Halimah di sini." "Ibu nggak ngusir , Pak. Ibu,kan cuma tanya. Nanti kalau dia kena pecat gimana." "Insya Allah, tidak Bu. Ceu Kokom baik dan pengertian, Bu," jawab Halimah sambil tersenyum. "Baguslah kalau begitu," sahut Mariam ketus yang langsung mendapat tatapan tajam dari suaminya. **** Sementara itu, Dasep dan Melina tampak sedang bertengkar. Melina kelihatan kesal pada Dasep. "Kamu itu, ngapain tadi pake ngamuk- ngamuk segala sama si Halimah?" "Ya iyalah, aku nggak suka kalau dia ketemu Siska," jawab Dasep "Loh, dia kan ibunya. Lagian ya, aku tu heran. Kalau dia mau ambil Siska ya biarin ajalah. Kamu kan udah mau punya anak juga dari aku. Ngapain sih, mesti ngotot begitu pertahanin anak kamu. Dia juga ngga pernah mau deket sama aku kok." "Ya kamulah yang harusnya berusaha untuk deketin Siska. Masa iya ngambil hati anak kecil aja nggak bisa kamu ini!" "Aku, kan, mesti jaga kesehatan juga. Lupa kalau aku lagi hamil anak kamu!" "Emang kamu ngapain aja ? Beres- beres ada bik Inem. Masak juga nggak pernah. Di rumah ini kamu tinggal menjaga Siska. Dulu, si Halimah hamil Siska masih bisa kerja ini itu. Nggak pernah dia ngeluh. Kamu dikit- dikit ngeluh. Dikit- dikit manja." "Wajarlah, aku sama orang tuaku juga dimanja. Kamu harusnya sebagai suami lebih ngerti apa maunya aku!" "Egois kamu ini!" "Aku hanya bicara apa adanya. Inget ya , aku ngga mau balik ke Rumah Sakit. Aku mau istirahat. Kalau kamu mau balik ... balik aja sana! Sekalian juga kalau mau balik sama mantan istri kamu yang kampungan itu!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD